AS Depak Ethiopia, Mali, dan Guinea dari Pakta Perdagangan
Minggu, 02 Januari 2022 - 16:21 WIB
WASHINGTON - Pemerintahan Presiden Joe Biden mengumumkan pada Sabtu (1/1/2022), bahwa mereka telah mengecualikan Ethiopia, Mali dan Guinea dari perjanjian perdagangan Amerika Serikat (AS)- Afrika . AS menyatakan tindakan ketiga pemerintah negara itu melanggar prinsip-prinsipnya.
"Amerika Serikat hari ini menghentikan Ethiopia, Mali dan Guinea dari program preferensi perdagangan AGOA, karena tindakan yang diambil oleh masing-masing pemerintah mereka yang melanggar Statuta AGOA," kata Perwakilan Dagang AS (USTR) dalam sebuah pernyataan.
African Growth and Opportunity Act (AGOA) diberlakukan pada tahun 2000 di bawah pemerintahan mantan presiden Bill Clinton untuk memfasilitasi dan mengatur perdagangan antara Amerika Serikat dan Afrika.
“Tetapi, Amerika Serikat sangat prihatin dengan perubahan inkonstitusional dalam pemerintahan di Guinea dan Mali," lanjut pernyataan itu, seperti dikutip dar Channel News Asia.
Pernyataan itu juga menyuarakan keprihatinan tentang "pelanggaran berat hak asasi manusia yang diakui secara internasional yang dilakukan oleh pemerintah Ethiopia dan pihak lain di tengah konflik yang meluas di Ethiopia utara".
"Setiap negara memiliki tolok ukur yang jelas untuk jalur menuju pemulihan dan pemerintah akan bekerja dengan pemerintah mereka untuk mencapai tujuan itu," kata USTR.
Berdasarkan perjanjian AGOA, ribuan produk Afrika dapat memperoleh manfaat dari pengurangan pajak impor, dengan syarat terpenuhinya persyaratan terkait hak asasi manusia, tata kelola yang baik, dan perlindungan pekerja, serta tidak menerapkan larangan bea cukai atas produk Amerika di wilayah mereka.
Pada tahun 2020, 38 negara memenuhi syarat untuk AGOA, menurut situs web USTR. Perjanjian tersebut dimodernisasi pada tahun 2015 oleh Kongres AS, yang juga memperpanjang program tersebut hingga tahun 2025.
"Amerika Serikat hari ini menghentikan Ethiopia, Mali dan Guinea dari program preferensi perdagangan AGOA, karena tindakan yang diambil oleh masing-masing pemerintah mereka yang melanggar Statuta AGOA," kata Perwakilan Dagang AS (USTR) dalam sebuah pernyataan.
African Growth and Opportunity Act (AGOA) diberlakukan pada tahun 2000 di bawah pemerintahan mantan presiden Bill Clinton untuk memfasilitasi dan mengatur perdagangan antara Amerika Serikat dan Afrika.
“Tetapi, Amerika Serikat sangat prihatin dengan perubahan inkonstitusional dalam pemerintahan di Guinea dan Mali," lanjut pernyataan itu, seperti dikutip dar Channel News Asia.
Pernyataan itu juga menyuarakan keprihatinan tentang "pelanggaran berat hak asasi manusia yang diakui secara internasional yang dilakukan oleh pemerintah Ethiopia dan pihak lain di tengah konflik yang meluas di Ethiopia utara".
"Setiap negara memiliki tolok ukur yang jelas untuk jalur menuju pemulihan dan pemerintah akan bekerja dengan pemerintah mereka untuk mencapai tujuan itu," kata USTR.
Berdasarkan perjanjian AGOA, ribuan produk Afrika dapat memperoleh manfaat dari pengurangan pajak impor, dengan syarat terpenuhinya persyaratan terkait hak asasi manusia, tata kelola yang baik, dan perlindungan pekerja, serta tidak menerapkan larangan bea cukai atas produk Amerika di wilayah mereka.
Pada tahun 2020, 38 negara memenuhi syarat untuk AGOA, menurut situs web USTR. Perjanjian tersebut dimodernisasi pada tahun 2015 oleh Kongres AS, yang juga memperpanjang program tersebut hingga tahun 2025.
(esn)
tulis komentar anda