Peringati Pembunuhan Jenderal Iran, Demonstran Irak Bakar Replika Kedubes AS
Minggu, 02 Januari 2022 - 14:16 WIB
BAGHDAD - Demonstran berkumpul di luar Zona Hijau Baghdad, Irak , yang mencakup kompleks Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS) yang luas pada Jumat lalu. Mereka memperingati kematian Jenderal Iran Qasem Soleimani dan Abu Mahdi al-Muhandis, komandan anti- ISIS Irak yang terbunuh bersamanya dua tahun lalu.
Dalam aksi demonstrasi itu, para demonstran mengekspresikan kemarahan mereka dengan menyebut AS sebagai "iblis besar."
“Hari ini kita mengingat hari ketika kedutaan jahat memasuki Irak, kedutaan besar iblis; kedutaan Amerika yang tidak pernah membawa hal-hal baik ke negara manapun, yang membawa kerugian bagi rakyat Irak. Hari ini rakyat Irak juga berduka atas Qasem Soleimani dan martir heroik Abu Mahdi al-Muhandis,” kata seorang pengunjuk rasa seperti dikutip dari Sputnik, Minggu (2/2/2022).
Para pengunjuk rasa kemudian mendirikan replika Kedutaan Besar AS, menyemprotnya dengan grafiti dan membakarnya sambil mengibarkan bendera Irak dan meneriakkan slogan "Waktu Anda sudah habis!" mengacu pada kehadiran pasukan AS.
Demonstrasi hari Jumat diorganisir oleh Pasukan Mobilisasi Populer (PMF) – pasukan milisi sekutu Baghdad yang terdiri dari 128.000 pasukan yang dibentuk pada tahun 2014 untuk memerangi ISIS. Milisi ini menerima bantuan dari Soleimani saat dia masih hidup.
Pemerintah Irak mengalami kesulitan untuk menyeimbangkan kepentingan yang saling bertentangan dari sebagian besar PMF, yang anggota milisinya menuntut agar semua pasukan AS segera keluar dari negara itu.
Washington sendiri baru-baru ini mengumumkan diakhirinya misi tempur 'kontra-terorisme' di Irak, tetapi telah mempertahankan pasukan di negara itu dengan dalih pelatihan dan dukungan penasihat.
Abu Mahdi al-Muhandis adalah wakil komandan PMF, dan pembunuhannya pada Januari 2020 bersama Soleimani membuat marah para pemimpin milisi.
Peristiwa ini mendorong mereka untuk memperingatkan bahwa mereka tidak akan menghentikan serangan roket ke fasilitas militer AS serta serangan bom pinggir jalan terhadap konvoi logistik Amerika sampai semua pasukan AS keluar.
Kedutaan Besar AS di Baghdad dalam status siaga awal pekan ini, mengutip peningkatan aktivitas demonstrasi terkait dengan sertifikasi pemilihan Irak, serta batas waktu 31 Desember untuk transisi operasi militer AS di Irak dan peringatan serangan udara 3 Januari yang membunuh Qasem Soleimani.
“Bahkan demonstrasi damai dapat berubah menjadi konfrontatif dan meningkat menjadi kekerasan,” misi itu memperingatkan.
Media lokal melaporkan bahwa pasukan keamanan Irak telah dikerahkan di sekitar Kedutaan Besar AS, dan sistem roket, artileri, serta mortir C-RAM AS telah diaktifkan.
Soleimani dan al-Muhandis tewas dalam serangan pesawat tak berawak AS di Bandara Internasional Baghdad pada 3 Januari 2020, dengan pejabat AS pertama kali mengklaim bahwa komandan kontra-teror Iran itu merencanakan serangan terhadap pasukan AS
Belakangan AS mengakui dia hanya "mengatakan hal-hal buruk" tentang Amerika dan bahwa tidak ada intelijen khusus yang menunjuk ke plot rencana Soleimani menyerang tentara Amerika.
Pembunuhan itu mendorong Iran untuk meluncurkan lebih dari selusin rudal balistik di dua pangkalan AS di Irak, meninggalkan lebih dari 100 tentara Amerika dengan cedera otak traumatis dan menempatkan Teheran dan Washington di ambang perang.
Presiden AS kala itu, Donald Trump, dilaporkan membatalkan serangan terhadap Iran setelah didesak oleh Tucker Carlson, pembawa acara Fox News favoritnya.
Iran telah berulang kali mengatakan akan terus berusaha untuk menuntut mereka yang dianggap bertanggung jawab atas kematian Soleimani, termasuk Trump, dengan hakim Iran dan Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap mantan presiden AS itu.
Interpol telah menolak untuk membantu, dengan alasan karakter "politik" kasus tersebut.
Pada hari Jumat, Kementerian Luar Negeri Iran menegaskan kembali bahwa AS menanggung tanggung jawab internasional atas kematian Soleimani, dan mengatakan bahwa pemerintahan Biden sekarang pada akhirnya bertanggung jawab atas serangan teroris yang diatur dan dilakukan secara terorganisir oleh pendahulunya.
Dalam aksi demonstrasi itu, para demonstran mengekspresikan kemarahan mereka dengan menyebut AS sebagai "iblis besar."
“Hari ini kita mengingat hari ketika kedutaan jahat memasuki Irak, kedutaan besar iblis; kedutaan Amerika yang tidak pernah membawa hal-hal baik ke negara manapun, yang membawa kerugian bagi rakyat Irak. Hari ini rakyat Irak juga berduka atas Qasem Soleimani dan martir heroik Abu Mahdi al-Muhandis,” kata seorang pengunjuk rasa seperti dikutip dari Sputnik, Minggu (2/2/2022).
Para pengunjuk rasa kemudian mendirikan replika Kedutaan Besar AS, menyemprotnya dengan grafiti dan membakarnya sambil mengibarkan bendera Irak dan meneriakkan slogan "Waktu Anda sudah habis!" mengacu pada kehadiran pasukan AS.
Demonstrasi hari Jumat diorganisir oleh Pasukan Mobilisasi Populer (PMF) – pasukan milisi sekutu Baghdad yang terdiri dari 128.000 pasukan yang dibentuk pada tahun 2014 untuk memerangi ISIS. Milisi ini menerima bantuan dari Soleimani saat dia masih hidup.
Pemerintah Irak mengalami kesulitan untuk menyeimbangkan kepentingan yang saling bertentangan dari sebagian besar PMF, yang anggota milisinya menuntut agar semua pasukan AS segera keluar dari negara itu.
Washington sendiri baru-baru ini mengumumkan diakhirinya misi tempur 'kontra-terorisme' di Irak, tetapi telah mempertahankan pasukan di negara itu dengan dalih pelatihan dan dukungan penasihat.
Abu Mahdi al-Muhandis adalah wakil komandan PMF, dan pembunuhannya pada Januari 2020 bersama Soleimani membuat marah para pemimpin milisi.
Peristiwa ini mendorong mereka untuk memperingatkan bahwa mereka tidak akan menghentikan serangan roket ke fasilitas militer AS serta serangan bom pinggir jalan terhadap konvoi logistik Amerika sampai semua pasukan AS keluar.
Kedutaan Besar AS di Baghdad dalam status siaga awal pekan ini, mengutip peningkatan aktivitas demonstrasi terkait dengan sertifikasi pemilihan Irak, serta batas waktu 31 Desember untuk transisi operasi militer AS di Irak dan peringatan serangan udara 3 Januari yang membunuh Qasem Soleimani.
“Bahkan demonstrasi damai dapat berubah menjadi konfrontatif dan meningkat menjadi kekerasan,” misi itu memperingatkan.
Media lokal melaporkan bahwa pasukan keamanan Irak telah dikerahkan di sekitar Kedutaan Besar AS, dan sistem roket, artileri, serta mortir C-RAM AS telah diaktifkan.
Soleimani dan al-Muhandis tewas dalam serangan pesawat tak berawak AS di Bandara Internasional Baghdad pada 3 Januari 2020, dengan pejabat AS pertama kali mengklaim bahwa komandan kontra-teror Iran itu merencanakan serangan terhadap pasukan AS
Belakangan AS mengakui dia hanya "mengatakan hal-hal buruk" tentang Amerika dan bahwa tidak ada intelijen khusus yang menunjuk ke plot rencana Soleimani menyerang tentara Amerika.
Pembunuhan itu mendorong Iran untuk meluncurkan lebih dari selusin rudal balistik di dua pangkalan AS di Irak, meninggalkan lebih dari 100 tentara Amerika dengan cedera otak traumatis dan menempatkan Teheran dan Washington di ambang perang.
Presiden AS kala itu, Donald Trump, dilaporkan membatalkan serangan terhadap Iran setelah didesak oleh Tucker Carlson, pembawa acara Fox News favoritnya.
Iran telah berulang kali mengatakan akan terus berusaha untuk menuntut mereka yang dianggap bertanggung jawab atas kematian Soleimani, termasuk Trump, dengan hakim Iran dan Irak mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap mantan presiden AS itu.
Interpol telah menolak untuk membantu, dengan alasan karakter "politik" kasus tersebut.
Pada hari Jumat, Kementerian Luar Negeri Iran menegaskan kembali bahwa AS menanggung tanggung jawab internasional atas kematian Soleimani, dan mengatakan bahwa pemerintahan Biden sekarang pada akhirnya bertanggung jawab atas serangan teroris yang diatur dan dilakukan secara terorganisir oleh pendahulunya.
(ian)
Lihat Juga :
tulis komentar anda