Wanita Afghanistan Turun ke Jalan, Protes Pembunuhan Misterius
Rabu, 29 Desember 2021 - 14:52 WIB
KABUL - Sekitar 30 wanita berkumpul di dekat sebuah masjid di pusat Kabul, Afghanistan , Selasa (28/12/2021). Mereka berbaris beberapa ratus meter, meneriakkan "keadilan, keadilan" sebelum mereka dihentikan oleh pasukan Taliban , seorang koresponden AFP melaporkan.
Taliban berusaha mencegah wartawan meliput pawai yang diorganisir. Aksi demo itu memprotes “pembunuhan misterius terhadap orang-orang muda, terutama mantan tentara negara itu”. Undangan aksi demo itu didistribusikan di media sosial.
Pejuang Taliban dilaporkan menahan sekelompok wartawan dan menyita peralatan dari beberapa fotografer, menghapus gambar dari kamera mereka sebelum mengembalikannya.
Kerumunan perempuan itu berbaris melalui jalan-jalan di ibu kota Afghanistan menyerukan hak-hak perempuan untuk dihormati dan menuduh pihak berwenang Taliban diam-diam membunuh tentara yang melayani bekas pemerintah yang didukung Amerika Serikat.
“Saya ingin memberitahu dunia, memberitahu Taliban untuk berhenti membunuh. Kami menginginkan kebebasan, kami menginginkan keadilan, kami menginginkan hak asasi manusia," kata pengunjuk rasa Nayera Koahistani kepada kantor berita AFP, seperti dikutip dari Al Jazeera.
Dalam sebuah pernyataan yang dibacakan oleh pengunjuk rasa Laila Basam, para demonstran meminta Taliban "untuk menghentikan mesin kriminalnya". Pernyataan itu mengatakan, mantan tentara dan mantan karyawan pemerintah yang digulingkan berada "di bawah ancaman langsung", melanggar amnesti umum yang diumumkan oleh Taliban pada Agustus.
Para pengunjuk rasa juga menyampaikan keberatan terhadap pembatasan yang dihadapi perempuan di bawah pemerintahan Taliban. Akhir pekan lalu, Taliban mengeluarkan pedoman baru yang melarang wanita bepergian jarak jauh, kecuali dikawal oleh kerabat dekat pria.
“Hak-hak perempuan adalah hak asasi manusia. Kami harus mempertahankan hak kami,” kata Koahistani.
Berbicara dari Kabul, Mahbooba Saraj, ketua Jaringan Wanita Afghanistan, mengatakan langkah itu membuat perempuan sulit untuk berkeliling karena banyak “tidak memiliki mahram (wali laki-laki)” untuk menemani mereka.
“Ini adalah cara lain untuk menempatkan pembatasan pada wanita tanpa alasan yang jelas,” katanya kepada Al Jazeera.
Para pemimpin Taliban telah berusaha untuk memproyeksikan citra yang lebih moderat dalam beberapa bulan terakhir, termasuk mengatakan perempuan dan anak perempuan akan dapat bersekolah dan bekerja sesuai dengan hukum Islam.
Sekolah untuk anak perempuan di bawah Taliban tidak menentu, dan di banyak provinsi, mereka tidak diizinkan bersekolah setelah kelas enam, tetapi di lebih dari 10 provinsi, sekolah dibuka.
Taliban berusaha mencegah wartawan meliput pawai yang diorganisir. Aksi demo itu memprotes “pembunuhan misterius terhadap orang-orang muda, terutama mantan tentara negara itu”. Undangan aksi demo itu didistribusikan di media sosial.
Pejuang Taliban dilaporkan menahan sekelompok wartawan dan menyita peralatan dari beberapa fotografer, menghapus gambar dari kamera mereka sebelum mengembalikannya.
Kerumunan perempuan itu berbaris melalui jalan-jalan di ibu kota Afghanistan menyerukan hak-hak perempuan untuk dihormati dan menuduh pihak berwenang Taliban diam-diam membunuh tentara yang melayani bekas pemerintah yang didukung Amerika Serikat.
“Saya ingin memberitahu dunia, memberitahu Taliban untuk berhenti membunuh. Kami menginginkan kebebasan, kami menginginkan keadilan, kami menginginkan hak asasi manusia," kata pengunjuk rasa Nayera Koahistani kepada kantor berita AFP, seperti dikutip dari Al Jazeera.
Dalam sebuah pernyataan yang dibacakan oleh pengunjuk rasa Laila Basam, para demonstran meminta Taliban "untuk menghentikan mesin kriminalnya". Pernyataan itu mengatakan, mantan tentara dan mantan karyawan pemerintah yang digulingkan berada "di bawah ancaman langsung", melanggar amnesti umum yang diumumkan oleh Taliban pada Agustus.
Para pengunjuk rasa juga menyampaikan keberatan terhadap pembatasan yang dihadapi perempuan di bawah pemerintahan Taliban. Akhir pekan lalu, Taliban mengeluarkan pedoman baru yang melarang wanita bepergian jarak jauh, kecuali dikawal oleh kerabat dekat pria.
“Hak-hak perempuan adalah hak asasi manusia. Kami harus mempertahankan hak kami,” kata Koahistani.
Berbicara dari Kabul, Mahbooba Saraj, ketua Jaringan Wanita Afghanistan, mengatakan langkah itu membuat perempuan sulit untuk berkeliling karena banyak “tidak memiliki mahram (wali laki-laki)” untuk menemani mereka.
“Ini adalah cara lain untuk menempatkan pembatasan pada wanita tanpa alasan yang jelas,” katanya kepada Al Jazeera.
Para pemimpin Taliban telah berusaha untuk memproyeksikan citra yang lebih moderat dalam beberapa bulan terakhir, termasuk mengatakan perempuan dan anak perempuan akan dapat bersekolah dan bekerja sesuai dengan hukum Islam.
Sekolah untuk anak perempuan di bawah Taliban tidak menentu, dan di banyak provinsi, mereka tidak diizinkan bersekolah setelah kelas enam, tetapi di lebih dari 10 provinsi, sekolah dibuka.
(esn)
tulis komentar anda