Kecam Kunjungan Blinken, China Sebut Sebagai Sabotase
Rabu, 15 Desember 2021 - 04:47 WIB
BEIJING - China mengecam kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken ke Indonesia . China menggambarkan AS sebagai "penyabotase" setelah diplomat top AS menggemakan kekhawatiran regional tentang "tindakan agresif Beijing."
Dalam pidatonya di Universitas Indonesia , Blinken mendefinisikan tatanan berbasis aturan yang ada sebagai memberikan semua negara hak untuk memilih jalan mereka sendiri, bebas dari paksaan, bebas dari intimidasi.
Dia mengatakan tujuan mempertahankan norma-norma yang telah ditetapkan bukan untuk membuat negara mana pun jatuh.
"Ini bukan tentang kontes antara wilayah AS-sentris atau wilayah China-sentris. Indo-Pasifik adalah wilayahnya sendiri. Itu sebabnya ada begitu banyak perhatian, dari Asia Timur Laut hingga Asia Tenggara, dan dari Sungai Mekong ke Kepulauan Pasifik, tentang tindakan agresif Beijing, mengklaim laut lepas sebagai milik mereka, mendistorsi pasar terbuka melalui subsidi kepada perusahaan yang dikelola negara, menolak ekspor atau mencabut kesepakatan untuk negara-negara yang kebijakannya tidak disetujui, terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur. Negara-negara di kawasan ini ingin perilaku ini berubah," katanya.
Menanggapi pernyataan tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengatakan bahwa kebijakan Amerika terhadap China adalah kontradiksi karena meneriakkan ancaman China sambil mengklaim AS tidak menginginkan konflik.
“Pendekatan kontradiktif seperti itu tidak sesuai dengan semangat pertemuan antara kepala negara China dan AS dan hampir tidak akan diakui oleh negara-negara di kawasan itu,” kata Wang pada konferensi pers reguler seperti dikutip dari Newsweek, Rabu (15/12/2021).
Ia lantas memperingatkan agar tidak menarik garis ideologis, menciptakan klik dan menghasut blok konfrontasi.
“Ini harus menjadi promotor dialog dan kerja sama di kawasan, bukan penyabot yang mendorong perpecahan antara negara-negara kawasan dan merusak solidaritas dan kerja sama regional,” ujarnya.
Pandangan tersebut, seperti yang diungkapkan oleh Wang, tidak dimiliki oleh semua anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), yang telah menyambut baik kembalinya kehadiran AS yang berkelanjutan di kawasan itu, yang dipandang sebagai inti dari meningkatnya persaingan antara Washington dan Beijing.
Penataan kembali politik dan militer AS ke Asia tak terhindarkan melibatkan keterlibatan yang lebih dalam dengan ASEAN, yang sering digambarkan sebagai pusat — tidak hanya secara geografis tetapi juga secara ekonomi — untuk masa depan Indo-Pasifik yang lebih luas. Namun, pengamat masih menunggu strategi baru pemerintahan Biden untuk kawasan itu dan kebijakan perdagangan yang dapat menyaingi banyak bujukan China.
Menurut Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perdagangan dan Pembangunan, lebih dari 80 persen perdagangan barang internasional dilakukan melalui laut. Sekitar 60 persen melalui Asia, dan sepertiga melalui Laut Cina Selatan. Ini merilis data perdagangan dalam laporan tahunan Review of Maritime Transport.
Dalam pidatonya di Universitas Indonesia , Blinken mendefinisikan tatanan berbasis aturan yang ada sebagai memberikan semua negara hak untuk memilih jalan mereka sendiri, bebas dari paksaan, bebas dari intimidasi.
Dia mengatakan tujuan mempertahankan norma-norma yang telah ditetapkan bukan untuk membuat negara mana pun jatuh.
"Ini bukan tentang kontes antara wilayah AS-sentris atau wilayah China-sentris. Indo-Pasifik adalah wilayahnya sendiri. Itu sebabnya ada begitu banyak perhatian, dari Asia Timur Laut hingga Asia Tenggara, dan dari Sungai Mekong ke Kepulauan Pasifik, tentang tindakan agresif Beijing, mengklaim laut lepas sebagai milik mereka, mendistorsi pasar terbuka melalui subsidi kepada perusahaan yang dikelola negara, menolak ekspor atau mencabut kesepakatan untuk negara-negara yang kebijakannya tidak disetujui, terlibat dalam kegiatan penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur. Negara-negara di kawasan ini ingin perilaku ini berubah," katanya.
Menanggapi pernyataan tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengatakan bahwa kebijakan Amerika terhadap China adalah kontradiksi karena meneriakkan ancaman China sambil mengklaim AS tidak menginginkan konflik.
“Pendekatan kontradiktif seperti itu tidak sesuai dengan semangat pertemuan antara kepala negara China dan AS dan hampir tidak akan diakui oleh negara-negara di kawasan itu,” kata Wang pada konferensi pers reguler seperti dikutip dari Newsweek, Rabu (15/12/2021).
Ia lantas memperingatkan agar tidak menarik garis ideologis, menciptakan klik dan menghasut blok konfrontasi.
“Ini harus menjadi promotor dialog dan kerja sama di kawasan, bukan penyabot yang mendorong perpecahan antara negara-negara kawasan dan merusak solidaritas dan kerja sama regional,” ujarnya.
Pandangan tersebut, seperti yang diungkapkan oleh Wang, tidak dimiliki oleh semua anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), yang telah menyambut baik kembalinya kehadiran AS yang berkelanjutan di kawasan itu, yang dipandang sebagai inti dari meningkatnya persaingan antara Washington dan Beijing.
Penataan kembali politik dan militer AS ke Asia tak terhindarkan melibatkan keterlibatan yang lebih dalam dengan ASEAN, yang sering digambarkan sebagai pusat — tidak hanya secara geografis tetapi juga secara ekonomi — untuk masa depan Indo-Pasifik yang lebih luas. Namun, pengamat masih menunggu strategi baru pemerintahan Biden untuk kawasan itu dan kebijakan perdagangan yang dapat menyaingi banyak bujukan China.
Menurut Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perdagangan dan Pembangunan, lebih dari 80 persen perdagangan barang internasional dilakukan melalui laut. Sekitar 60 persen melalui Asia, dan sepertiga melalui Laut Cina Selatan. Ini merilis data perdagangan dalam laporan tahunan Review of Maritime Transport.
(ian)
tulis komentar anda