Buka BDF ke-14, Menlu Retno: Negara Demokrasi Terbaik dalam Penanganan COVID-19
Kamis, 09 Desember 2021 - 13:36 WIB
JAKARTA - Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno Lestari Priansari Marsudi pada Kamis (9/12/2021) membuka Bali Democracy Forum (BDF) ke-14.
Forum yang diselenggarakan secara hibrid ini mengusung tema “Democracy for Humanity: Advancing Economic and Social Justice during the Pandemic”.
Ini adalah tahun kedua BDF dilangsungkan secara hibrid karena pandemi COVID-19.
"BDF kali ini diikuti oleh 335 peserta dari 95 negara dan 4 OrganisasiInternasional yang hadir baik secara fisik maupun secara virtual," kata Menlu Retno.
Beberapa pejabat yang berpartisipasi antara lain Sekretatis Jenderal PBB António Guterres dan 18 pejabat setingkat menteri/wakil menteri termasuk Menlu Amerika Serikat Antony Blinken, Menlu China Wang Yi, Menlu Turki Mevlut Cavusoglu, Menlu Selandia Baru Nanaia Mahuta dan lainnya.
Pada tahun ini, BDF dibuat lebih interaktif dengan meminta pandangan para ahli di bidangnya—selain tentunya pandangan para menteri—, termasuk di antaranya ekonom peraih Nobel, Joseph Stiglitz.
"Pandemi COVID-19 berpeluang memperlebar kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang," kata Retno.
"Sebagai komunitas global, kita semua harus bekerja sama agar kesetaraan dapat dijalankan. Antara lain melalui peringanan utang, pemberian akses setara terhadap vaksin, dan meningkatkan investasi untuk ketahanan kesehatan, jaminan sosial, dan pendidikan bagi semua."
Banyak negara telah melonggarkan kebijakan pengetatan atau pembatasan. Namun banyak juga negara yang melakukan pengetatan lagi secara sementara karena munculnya varian baru virus corona, yakni Omicron.
"Saya sampaikan bahwa pandemi ini datang pada saat demokrasi di banyak negara mengalami kemunduran," ujar Retno.
Menurut laporan Freedom House tahun 2021, kebebasan global menurun dalam 15 tahun terakhir dan 75 persen penduduk dunia hidup di bawah negara yang mengalami kemunduran demokrasi tahun lalu.
"Pandemi semakin memperburuk kemunduran demokrasi tersebut karena telah memaksa kita untuk mengubah cara kita menjalankan pemerintahan," kata Retno.
Menurutnya, semua pihak harus mencari titik keseimbangan antara menegakkan nilai-nilai demokrasi dan menerapkan peraturan untuk mengatasi pandemi.
"Kita lihat sebagian negara berhasil dengan baik dan sebagian lagi mengalami kesulitan mempertahankan demokrasi di tengah pandemi," kata Menlu perempuan pertama Indonesia ini.
"Saya menegaskan tidak dapat dimungkiri bahwa negara-negara yang paling baik menangani pandemi adalah negara-negara demokrasi."
Lebih lanjut, diplomat top Indonesia ini menyerukan akses vaksin yang setara bagi semua.
Menurutnya, jurang kesenjangan vaksinasi saat ini masih sangat lebar. Sebanyak 64,94% popoulasi negara kaya telah divaksinasi setidaknya dengan 1 dosis, sementara di negara berpendapatan rendah baru 8,06%.
"Ini tentunya tidak dapat dibiarkan. Kita harus mendemokratisasikan distribusi vaksin ke semua negara utamanya yang penduduknya belum menerima dosis pertama," ujarnya.
"Saya sampaikan pengalaman Indonesia di mana kita memastikan seluruh rakyat memiliki akses setera terhadap vaksin. Hingga hari ini kita telah memvaksinasi lebih dari 142 juta orang dan hampir memenuhi target vaksinasi 40% populasi pada akhir tahun 2021 sebagaimana ditetapkan WHO," paparnya.
Forum yang diselenggarakan secara hibrid ini mengusung tema “Democracy for Humanity: Advancing Economic and Social Justice during the Pandemic”.
Ini adalah tahun kedua BDF dilangsungkan secara hibrid karena pandemi COVID-19.
"BDF kali ini diikuti oleh 335 peserta dari 95 negara dan 4 OrganisasiInternasional yang hadir baik secara fisik maupun secara virtual," kata Menlu Retno.
Beberapa pejabat yang berpartisipasi antara lain Sekretatis Jenderal PBB António Guterres dan 18 pejabat setingkat menteri/wakil menteri termasuk Menlu Amerika Serikat Antony Blinken, Menlu China Wang Yi, Menlu Turki Mevlut Cavusoglu, Menlu Selandia Baru Nanaia Mahuta dan lainnya.
Pada tahun ini, BDF dibuat lebih interaktif dengan meminta pandangan para ahli di bidangnya—selain tentunya pandangan para menteri—, termasuk di antaranya ekonom peraih Nobel, Joseph Stiglitz.
"Pandemi COVID-19 berpeluang memperlebar kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang," kata Retno.
"Sebagai komunitas global, kita semua harus bekerja sama agar kesetaraan dapat dijalankan. Antara lain melalui peringanan utang, pemberian akses setara terhadap vaksin, dan meningkatkan investasi untuk ketahanan kesehatan, jaminan sosial, dan pendidikan bagi semua."
Banyak negara telah melonggarkan kebijakan pengetatan atau pembatasan. Namun banyak juga negara yang melakukan pengetatan lagi secara sementara karena munculnya varian baru virus corona, yakni Omicron.
"Saya sampaikan bahwa pandemi ini datang pada saat demokrasi di banyak negara mengalami kemunduran," ujar Retno.
Menurut laporan Freedom House tahun 2021, kebebasan global menurun dalam 15 tahun terakhir dan 75 persen penduduk dunia hidup di bawah negara yang mengalami kemunduran demokrasi tahun lalu.
"Pandemi semakin memperburuk kemunduran demokrasi tersebut karena telah memaksa kita untuk mengubah cara kita menjalankan pemerintahan," kata Retno.
Menurutnya, semua pihak harus mencari titik keseimbangan antara menegakkan nilai-nilai demokrasi dan menerapkan peraturan untuk mengatasi pandemi.
"Kita lihat sebagian negara berhasil dengan baik dan sebagian lagi mengalami kesulitan mempertahankan demokrasi di tengah pandemi," kata Menlu perempuan pertama Indonesia ini.
"Saya menegaskan tidak dapat dimungkiri bahwa negara-negara yang paling baik menangani pandemi adalah negara-negara demokrasi."
Lebih lanjut, diplomat top Indonesia ini menyerukan akses vaksin yang setara bagi semua.
Menurutnya, jurang kesenjangan vaksinasi saat ini masih sangat lebar. Sebanyak 64,94% popoulasi negara kaya telah divaksinasi setidaknya dengan 1 dosis, sementara di negara berpendapatan rendah baru 8,06%.
"Ini tentunya tidak dapat dibiarkan. Kita harus mendemokratisasikan distribusi vaksin ke semua negara utamanya yang penduduknya belum menerima dosis pertama," ujarnya.
"Saya sampaikan pengalaman Indonesia di mana kita memastikan seluruh rakyat memiliki akses setera terhadap vaksin. Hingga hari ini kita telah memvaksinasi lebih dari 142 juta orang dan hampir memenuhi target vaksinasi 40% populasi pada akhir tahun 2021 sebagaimana ditetapkan WHO," paparnya.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda