Sulitnya Minoritas Muslim India Cari Tempat Salat Jumat, Faktanya Mengerikan
Rabu, 08 Desember 2021 - 10:35 WIB
NEW DELHI - Setiap hari Jumat, Najis Mohammad biasa melaksanakan salat Jumat di tempat umum dekat toko tukang cukurnya di Gurugram, yang masih populer dengan nama lamanya Gurgaon. Itu adalah kota satelit di pinggiran ibu kota India, New Delhi.
Namun, Jumat lalu, dia tidak punya tempat untuk pergi melaksanakan salat Jumat. “Hari ini, saya tidak yakin apakah saya bisa salat di mana saja,” katanya kepada Al Jazeera pada 5 November 2021.
Alasannya, kelompok Hindu sayap kanan telah mendirikan tenda besar untuk melakukan kegiatan keagamaan di tanah yang sama di area Sektor 12A kota yang biasa Nazim gunakan untuk salat Jumat.
Acara Hindu tersebut dihadiri sejumlah politisi dan pendeta Hindu, termasuk Kapil Mishra, yang tergabung dalam Bharatiya Janata Party (BJP) pimpinan Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi.
Mishra (40) dituduh menghasut kekerasan agama di New Delhi tahun lalu. Itu adalah kekerasan agama terburuk di kota itu dalam beberapa dekade saat 53 orang, kebanyakan dari mereka Muslim, terbunuh secara brutal.
Acara Hindu pada Jumat itu terjadi beberapa hari setelah pejabat di negara bagian Haryana di India utara mencabut izin untuk salat Jumat berjamaah di delapan dari 37 tempat umum di Gurugram.
"Izin untuk salat di delapan tempat yang telah diidentifikasi sebelumnya telah dibatalkan," ungkap polisi Gurugram dalam pernyataan singkat.
Ditambahkan dalam pernyataan itu, “Jika ada keberatan diajukan oleh warga di tempat lain, izin untuk salat juga akan dibatalkan di sana.”
Tindakan polisi itu menyusul kampanye selama beberapa pekan oleh kelompok-kelompok Hindu dan penduduk setempat yang telah mengganggu salat Jumat di tempat-tempat itu dengan memutar lagu-lagu religi Hindu dengan pengeras suara dan meneriakkan slogan-slogan kebencian pada Muslim.
Satu kelompok payung Hindu, yang disebut Sanyukt Hindu Sangharsh Samiti (Komite Perjuangan Bersama Hindu), bahkan mengeluarkan “ultimatum” kepada pihak berwenang. Mereka mengatakan akan menghentikan salat Jumat jika pemerintah Gurugram gagal melakukannya.
Ancaman ini jelas mengerikan bagi Muslim di India mengingat kebrutalan yang pernah terjadi sebelumnya.
“Kami memberikan peringatan yang sopan. Kami tidak akan mengirimkan lebih banyak memorandum. Maka itu akan menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menjaga perdamaian, bukan milik kita,” ungkap laporan surat kabar Indian Express mengutip Mahavir Bhardwaj, presiden kelompok itu untuk negara bagian Haryana.
“Kami siap bentrok, kami siap masuk penjara. Kami tidak akan lari jika kami ditembak, tetapi ini tidak akan ditoleransi,” ancam dia.
Laporan 2018 oleh portal berita Scroll.in mengatakan ada 22 masjid di Gurugram, rumah bagi 1,1 juta warga, menurut sensus 2011, kurang dari 5% dari mereka adalah Muslim.
“Tidak ada masjid di sekitar tempat kami bisa pergi dan melaksanakan shalat Jumat. Masjid terdekat berjarak hampir 4 kilometer,” papar Najis kepada Al Jazeera.
Dalam pernyataan pers yang dibagikan kepada Al Jazeera, satu kelompok yang disebut Komunitas Muslim Gurgaon mengatakan, “Telah memutuskan tidak melaksanakan salat Jumat di lapangan di Sektor 12A hanya untuk pekan ini karena ‘kelompok penjaga’ mengorganisir ‘Govardhan Puja’ di tempat yang sama.”
“(Salat) akan dilakukan di 36 tempat lainnya seperti yang terjadi sebelumnya. Ini adalah tugas pemerintah dan polisi untuk memastikan hukum dan ketertiban tetap terjaga,” papar komunitas Muslim itu.
Pernyataan itu menyerukan, “Umat Islam yang dipaksa (untuk pergi) ke tempat-tempat terbuka ini karena kurangnya masjid di Gurgaon untuk menahan diri dan pergi jika para pembuat onar mencoba memprovokasi atau mengganggu salat di 36 tempat yang tersisa.”
"Komunitas Muslim Gurgaon berdiri untuk perdamaian dan persahabatan serta akan melakukan segala daya untuk memastikan bahwa harmoni komunal berlaku di kota," ungkap mereka.
Anggota parlemen Asaduddin Owaisi mengatakan keputusan pemerintahan Gurugram melarang salat Jumat di beberapa tempat merupakan pelanggaran Pasal 25 konstitusi India yang menjamin kebebasan warga negara India untuk menganut, menjalankan, dan menyebarkan agama.
“Bagaimana mungkin mengamalkan agama saya atau melakukan shalat Jumat seminggu sekali selama 15 hingga 20 menit itu menyakiti siapa pun?” ujar dia kepada Al Jazeera.
“Ini adalah contoh yang jelas tentang betapa radikalnya mereka yang disebut pengunjuk rasa ini. Ini adalah contoh nyata dari kebencian mereka terhadap Muslim,” papar dia.
November lalu, Menteri Dalam Negeri India Amit Shah, saat meluncurkan kampanye pemilu BJP di negara bagian utara Uttarakhand, mengatakan partai oposisi utama telah mempraktikkan “politik peredaan” dengan mengizinkan saalat Jumat di jalan.
“Sebelumnya, ketika saya datang ke sini selama pemerintahan Kongres, beberapa orang mengatakan kepada saya bahwa pemerintah telah mengizinkan jalan raya untuk saalat pada hari Jumat. Kongres hanya melakukan perbedaan dan tidak dapat melakukan pekerjaan kesejahteraan bagi rakyat Uttarakhand,” ujar dia.
Tapi warga Gurugram Shehzad Khan, anggota kelompok lokal yang disebut Muslim Ekta Manch (Forum Persatuan Muslim), mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mereka salat Jumat di tempat terbuka “karena paksaan”.
“Jumlah masjid di Gurgaon sangat terbatas. Makanya kita harus salat di tempat terbuka,” ungkap dia.
Khan mengatakan mayoritas komunitas Hindu di kota itu tidak menentang umat Islam yang salat di tempat-tempat ini. “Hanya segelintir orang yang menciptakan ketidakharmonisan komunal,” tutur dia.
Pengacara Kulbhushan Bhardwaj, salah satu penyelenggara acara Jumat, ketika ditanya tentang ritual Hindu yang diadakan pada hari biasanya umat Islam salat Jumat, berujar, “Kami belajar ini dari Muslim.”
“Mereka (Muslim), alih-alih melakukan salat di masjid mereka, salat di ruang terbuka tanpa peduli dengan hukum atau pemerintah,” ungkap dia kepada Al Jazeera.
Rajiv Mittal, juru bicara kelompok Hindu di balik acara tersebut, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mereka tidak menentang "Muslim yang melakukan salat" tetapi menentang "salat diadakan di ruang terbuka tanpa izin".
Dia mengklaim izin yang diberikan di 37 tempat di Gurugram hanya untuk bulan suci Ramadhan.
Aktivis dan profesor bahasa Hindi di Universitas Delhi, Apoorvanand, mengatakan Muslim India telah melakukan salat Jumat di tempat terbuka selama beberapa dekade.
“Itu tidak pernah menyinggung perasaan Hindu. Saya melihatnya sebagai elemen kriminal yang mendapatkan tempat dan pemerintah menyerah pada tekanan mereka,” ungkap dia.
Anggota parlemen Owaisi itu mengatakan, “Beragam syarat (sedang) diberlakukan untuk pembangunan masjid oleh pihak berwenang.”
“Mengapa mereka memberi banyak syarat ini bahwa hanya jika x persentase Muslim (tinggal di wilayah tertentu), baru kemudian Anda dapat membangun masjid?” tanya dia.
"Anda menyangkal hak fundamental saya dengan memaksakan syarat-syarat seperti itu," pungkas dia.
Namun, Jumat lalu, dia tidak punya tempat untuk pergi melaksanakan salat Jumat. “Hari ini, saya tidak yakin apakah saya bisa salat di mana saja,” katanya kepada Al Jazeera pada 5 November 2021.
Alasannya, kelompok Hindu sayap kanan telah mendirikan tenda besar untuk melakukan kegiatan keagamaan di tanah yang sama di area Sektor 12A kota yang biasa Nazim gunakan untuk salat Jumat.
Acara Hindu tersebut dihadiri sejumlah politisi dan pendeta Hindu, termasuk Kapil Mishra, yang tergabung dalam Bharatiya Janata Party (BJP) pimpinan Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi.
Mishra (40) dituduh menghasut kekerasan agama di New Delhi tahun lalu. Itu adalah kekerasan agama terburuk di kota itu dalam beberapa dekade saat 53 orang, kebanyakan dari mereka Muslim, terbunuh secara brutal.
Acara Hindu pada Jumat itu terjadi beberapa hari setelah pejabat di negara bagian Haryana di India utara mencabut izin untuk salat Jumat berjamaah di delapan dari 37 tempat umum di Gurugram.
"Izin untuk salat di delapan tempat yang telah diidentifikasi sebelumnya telah dibatalkan," ungkap polisi Gurugram dalam pernyataan singkat.
Ditambahkan dalam pernyataan itu, “Jika ada keberatan diajukan oleh warga di tempat lain, izin untuk salat juga akan dibatalkan di sana.”
Tindakan polisi itu menyusul kampanye selama beberapa pekan oleh kelompok-kelompok Hindu dan penduduk setempat yang telah mengganggu salat Jumat di tempat-tempat itu dengan memutar lagu-lagu religi Hindu dengan pengeras suara dan meneriakkan slogan-slogan kebencian pada Muslim.
Satu kelompok payung Hindu, yang disebut Sanyukt Hindu Sangharsh Samiti (Komite Perjuangan Bersama Hindu), bahkan mengeluarkan “ultimatum” kepada pihak berwenang. Mereka mengatakan akan menghentikan salat Jumat jika pemerintah Gurugram gagal melakukannya.
Ancaman ini jelas mengerikan bagi Muslim di India mengingat kebrutalan yang pernah terjadi sebelumnya.
“Kami memberikan peringatan yang sopan. Kami tidak akan mengirimkan lebih banyak memorandum. Maka itu akan menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menjaga perdamaian, bukan milik kita,” ungkap laporan surat kabar Indian Express mengutip Mahavir Bhardwaj, presiden kelompok itu untuk negara bagian Haryana.
“Kami siap bentrok, kami siap masuk penjara. Kami tidak akan lari jika kami ditembak, tetapi ini tidak akan ditoleransi,” ancam dia.
Laporan 2018 oleh portal berita Scroll.in mengatakan ada 22 masjid di Gurugram, rumah bagi 1,1 juta warga, menurut sensus 2011, kurang dari 5% dari mereka adalah Muslim.
“Tidak ada masjid di sekitar tempat kami bisa pergi dan melaksanakan shalat Jumat. Masjid terdekat berjarak hampir 4 kilometer,” papar Najis kepada Al Jazeera.
Dalam pernyataan pers yang dibagikan kepada Al Jazeera, satu kelompok yang disebut Komunitas Muslim Gurgaon mengatakan, “Telah memutuskan tidak melaksanakan salat Jumat di lapangan di Sektor 12A hanya untuk pekan ini karena ‘kelompok penjaga’ mengorganisir ‘Govardhan Puja’ di tempat yang sama.”
“(Salat) akan dilakukan di 36 tempat lainnya seperti yang terjadi sebelumnya. Ini adalah tugas pemerintah dan polisi untuk memastikan hukum dan ketertiban tetap terjaga,” papar komunitas Muslim itu.
Pernyataan itu menyerukan, “Umat Islam yang dipaksa (untuk pergi) ke tempat-tempat terbuka ini karena kurangnya masjid di Gurgaon untuk menahan diri dan pergi jika para pembuat onar mencoba memprovokasi atau mengganggu salat di 36 tempat yang tersisa.”
"Komunitas Muslim Gurgaon berdiri untuk perdamaian dan persahabatan serta akan melakukan segala daya untuk memastikan bahwa harmoni komunal berlaku di kota," ungkap mereka.
Anggota parlemen Asaduddin Owaisi mengatakan keputusan pemerintahan Gurugram melarang salat Jumat di beberapa tempat merupakan pelanggaran Pasal 25 konstitusi India yang menjamin kebebasan warga negara India untuk menganut, menjalankan, dan menyebarkan agama.
“Bagaimana mungkin mengamalkan agama saya atau melakukan shalat Jumat seminggu sekali selama 15 hingga 20 menit itu menyakiti siapa pun?” ujar dia kepada Al Jazeera.
“Ini adalah contoh yang jelas tentang betapa radikalnya mereka yang disebut pengunjuk rasa ini. Ini adalah contoh nyata dari kebencian mereka terhadap Muslim,” papar dia.
November lalu, Menteri Dalam Negeri India Amit Shah, saat meluncurkan kampanye pemilu BJP di negara bagian utara Uttarakhand, mengatakan partai oposisi utama telah mempraktikkan “politik peredaan” dengan mengizinkan saalat Jumat di jalan.
“Sebelumnya, ketika saya datang ke sini selama pemerintahan Kongres, beberapa orang mengatakan kepada saya bahwa pemerintah telah mengizinkan jalan raya untuk saalat pada hari Jumat. Kongres hanya melakukan perbedaan dan tidak dapat melakukan pekerjaan kesejahteraan bagi rakyat Uttarakhand,” ujar dia.
Tapi warga Gurugram Shehzad Khan, anggota kelompok lokal yang disebut Muslim Ekta Manch (Forum Persatuan Muslim), mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mereka salat Jumat di tempat terbuka “karena paksaan”.
“Jumlah masjid di Gurgaon sangat terbatas. Makanya kita harus salat di tempat terbuka,” ungkap dia.
Khan mengatakan mayoritas komunitas Hindu di kota itu tidak menentang umat Islam yang salat di tempat-tempat ini. “Hanya segelintir orang yang menciptakan ketidakharmonisan komunal,” tutur dia.
Pengacara Kulbhushan Bhardwaj, salah satu penyelenggara acara Jumat, ketika ditanya tentang ritual Hindu yang diadakan pada hari biasanya umat Islam salat Jumat, berujar, “Kami belajar ini dari Muslim.”
“Mereka (Muslim), alih-alih melakukan salat di masjid mereka, salat di ruang terbuka tanpa peduli dengan hukum atau pemerintah,” ungkap dia kepada Al Jazeera.
Rajiv Mittal, juru bicara kelompok Hindu di balik acara tersebut, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa mereka tidak menentang "Muslim yang melakukan salat" tetapi menentang "salat diadakan di ruang terbuka tanpa izin".
Dia mengklaim izin yang diberikan di 37 tempat di Gurugram hanya untuk bulan suci Ramadhan.
Aktivis dan profesor bahasa Hindi di Universitas Delhi, Apoorvanand, mengatakan Muslim India telah melakukan salat Jumat di tempat terbuka selama beberapa dekade.
“Itu tidak pernah menyinggung perasaan Hindu. Saya melihatnya sebagai elemen kriminal yang mendapatkan tempat dan pemerintah menyerah pada tekanan mereka,” ungkap dia.
Anggota parlemen Owaisi itu mengatakan, “Beragam syarat (sedang) diberlakukan untuk pembangunan masjid oleh pihak berwenang.”
“Mengapa mereka memberi banyak syarat ini bahwa hanya jika x persentase Muslim (tinggal di wilayah tertentu), baru kemudian Anda dapat membangun masjid?” tanya dia.
"Anda menyangkal hak fundamental saya dengan memaksakan syarat-syarat seperti itu," pungkas dia.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda