China Berang Kapal Perang AS Transit di Selat Taiwan
Selasa, 23 November 2021 - 20:42 WIB
BEIJING - Militer Chinakembali mengecamkehadiran kapal perang Amerika Serikat (AS) di Selat Taiwan. Komando Teater Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China mengatakan kehadiran kapal perang AS di wilayah sensitif itu bisa merusak stabilitas regional.
Sebuah pernyataan oleh Armada ke-7 AS yang berbasis di Jepang mengatakan kapal perusak rudal kelas Arleigh Burke USS Milius melakukan transit rutin Selat Taiwan pada hari Selasa (23/11/2021) waktu setempat sesuai dengan hukum internasional.
"Kehadiran USS Milius di Selat Taiwan menciptakan risiko keamanan dan merusak stabilitas regional," kata militer China setelah lewatnya kapal perusak rudal AS melalui jalur air yang diperebutkan itu.
Kapal perang Angkatan Laut AS berlayar melalui selat selebar 125 km pada hari Selasa dalam apa yang digambarkan militer Amerika sebagai misi “rutin” untuk menunjukkan negara mereka terhadap Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. Pentagon kerap mengirim kapal perang untuk melewati selat antara Taiwan dan China daratan kira-kira sebulan sekali dan secara teratur mengerahkan pesawat tempur untuk berpatroli di daerah itu.
Beijing menganggap operasi semacam itu sebagai aksi provokatif dan merusak perdamaian kawasan. Menanggapi aksi terbaru dari jenisnya, juru bicara Komando Teater Timur Tentara Pembebasan Rakyat (ETC) Kolonel Shi Yi mengatakan perjalanan aset Amerika dipantau oleh militer China. Dia menambahkan bahwa pasukannya akan mengambil setiap langkah yang diperlukan untuk melawan semua ancaman dan mempertahankan kedaulatan nasional serta integritas wilayah negara.
Taiwan adalah tempat perlindungan terakhir bagi pasukan nasionalis yang mundur dalam perang saudara China tahun 1940-an. Baik Beijing maupun Taipei mengklaim kedaulatan atas seluruh wilayah China.
Pelayaran ini terjadi tepat satu minggu setelah Presiden AS Joe Biden dan pemimpin China Xi Jinping mengadakan dialog tingkat tinggi untuk mengelola perbedaan mendasar antara kedua negara.
Namun, Washington dan Beijing tetap berselisih mengenai posisi mereka masing-masing di Taiwan khususnya. Klaim tegas China atas pulau yang memiliki pemerintahan sendiri berhadapan dengan sikap AS yang semakin mendukung status quo saat ini.
Seperti banyak negara lain, AS, yang mendukung otonomi yang diproklamirkan Taiwan, mempertahankan sikap ambiguitas diplomatik. Di satu sisi mengakui bahwa Beijing memiliki klaim kedaulatan atas pulau itu, di sisi lain menahan diri untuk tidak memperlakukan sekutunya secara resmi sebagai negara merdeka.
Baik Washington dan Beijing telah meningkatkan kehadiran militer mereka di sekitar Taiwan dalam beberapa tahun terakhir karena persaingan kekuatan besar antara kedua negara menjadi semakin tegang.
Sebuah pernyataan oleh Armada ke-7 AS yang berbasis di Jepang mengatakan kapal perusak rudal kelas Arleigh Burke USS Milius melakukan transit rutin Selat Taiwan pada hari Selasa (23/11/2021) waktu setempat sesuai dengan hukum internasional.
"Kehadiran USS Milius di Selat Taiwan menciptakan risiko keamanan dan merusak stabilitas regional," kata militer China setelah lewatnya kapal perusak rudal AS melalui jalur air yang diperebutkan itu.
Kapal perang Angkatan Laut AS berlayar melalui selat selebar 125 km pada hari Selasa dalam apa yang digambarkan militer Amerika sebagai misi “rutin” untuk menunjukkan negara mereka terhadap Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. Pentagon kerap mengirim kapal perang untuk melewati selat antara Taiwan dan China daratan kira-kira sebulan sekali dan secara teratur mengerahkan pesawat tempur untuk berpatroli di daerah itu.
Beijing menganggap operasi semacam itu sebagai aksi provokatif dan merusak perdamaian kawasan. Menanggapi aksi terbaru dari jenisnya, juru bicara Komando Teater Timur Tentara Pembebasan Rakyat (ETC) Kolonel Shi Yi mengatakan perjalanan aset Amerika dipantau oleh militer China. Dia menambahkan bahwa pasukannya akan mengambil setiap langkah yang diperlukan untuk melawan semua ancaman dan mempertahankan kedaulatan nasional serta integritas wilayah negara.
Taiwan adalah tempat perlindungan terakhir bagi pasukan nasionalis yang mundur dalam perang saudara China tahun 1940-an. Baik Beijing maupun Taipei mengklaim kedaulatan atas seluruh wilayah China.
Pelayaran ini terjadi tepat satu minggu setelah Presiden AS Joe Biden dan pemimpin China Xi Jinping mengadakan dialog tingkat tinggi untuk mengelola perbedaan mendasar antara kedua negara.
Namun, Washington dan Beijing tetap berselisih mengenai posisi mereka masing-masing di Taiwan khususnya. Klaim tegas China atas pulau yang memiliki pemerintahan sendiri berhadapan dengan sikap AS yang semakin mendukung status quo saat ini.
Seperti banyak negara lain, AS, yang mendukung otonomi yang diproklamirkan Taiwan, mempertahankan sikap ambiguitas diplomatik. Di satu sisi mengakui bahwa Beijing memiliki klaim kedaulatan atas pulau itu, di sisi lain menahan diri untuk tidak memperlakukan sekutunya secara resmi sebagai negara merdeka.
Baik Washington dan Beijing telah meningkatkan kehadiran militer mereka di sekitar Taiwan dalam beberapa tahun terakhir karena persaingan kekuatan besar antara kedua negara menjadi semakin tegang.
(ian)
tulis komentar anda