Iran: Pembicaraan Nuklir Akan Gagal, Kecuali Biden Memberikan Jaminan
Rabu, 03 November 2021 - 18:40 WIB
TEHERAN - Negosiasi untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir Iran 2015 dengan kekuatan dunia akan gagal, kecuali Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden dapat menjamin bahwa Washington tidak akan lagi meninggalkan pakta itu. Demikian ditegaskan kepala Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, Ali Shamkhani, Rabu (3/11/2021).
"Presiden AS, yang tidak memiliki otoritas, tidak siap memberikan jaminan. Jika status quo saat ini berlanjut, hasil negosiasi sudah jelas," kata Shamkhani dalam cuitannya, seperti dikutip dari Reuters.
Iran diperkirakan akan memberikan tanggal pasti minggu ini untuk dimulainya kembali pembicaraan dengan negara-negara kuat, yang dijadwalkan pada akhir November, menurut negosiator nuklir utama Iran Ali Bagheri-Kani.
Pada bulan April, Iran dan 6 kekuatan dunia memulai pembicaraan di Wina untuk mengembalikan kesepakatan, yang saat itu telah ditandatangani oleh AS, Presiden Donald Trump. Namun, Trump menarik AS dari kesepakatan itu tiga tahun lalu, sebelum menerapkan kembali sanksi yang telah melumpuhkan ekonomi Iran.
Belakangan, pembicaraan ditunda setelah pemilihan presiden Iran pada Juni yang membawa tokoh garis keras anti-Barat Ebrahim Raisi ke tampuk kekuasaan. Ketidaksepakatan utama di Wina adalah mengenai persyaratan Iran bagi AS untuk memberikan jaminan bahwa mereka tidak akan mengingkari perjanjian nuklir di masa depan.
AS dan kekuatan Eropa telah mendesak Iran untuk kembali ke negosiasi. Mereka memperingatkan bahwa waktu hampir habis, karena program pengayaan uranium Republik Islam telah maju jauh melampaui batas yang ditetapkan oleh pakta nuklir.
Sebagai reaksi terhadap penerapan kembali sanksi Trump, Teheran melanggar kesepakatan dengan membangun kembali persediaan uranium yang diperkaya, menyempurnakannya menjadi kemurnian fisil yang lebih tinggi dan memasang sentrifugal canggih untuk mempercepat produksi.
Iran sendiri tetap teguh menyatakan kalau program nuklir mereka bertujuan damai. “Produksi logam uranium dan uranium yang diperkaya, sebagaimana telah ditegaskan di masa lalu, dilakukan untuk tujuan damai dan untuk keperluan sipil. Termasuk untuk pasokan medis dan untuk digunakan sebagai bahan bakar di reaktor penelitian Teheran,” kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Saeed Khatibzadeh.
"Presiden AS, yang tidak memiliki otoritas, tidak siap memberikan jaminan. Jika status quo saat ini berlanjut, hasil negosiasi sudah jelas," kata Shamkhani dalam cuitannya, seperti dikutip dari Reuters.
Iran diperkirakan akan memberikan tanggal pasti minggu ini untuk dimulainya kembali pembicaraan dengan negara-negara kuat, yang dijadwalkan pada akhir November, menurut negosiator nuklir utama Iran Ali Bagheri-Kani.
Pada bulan April, Iran dan 6 kekuatan dunia memulai pembicaraan di Wina untuk mengembalikan kesepakatan, yang saat itu telah ditandatangani oleh AS, Presiden Donald Trump. Namun, Trump menarik AS dari kesepakatan itu tiga tahun lalu, sebelum menerapkan kembali sanksi yang telah melumpuhkan ekonomi Iran.
Belakangan, pembicaraan ditunda setelah pemilihan presiden Iran pada Juni yang membawa tokoh garis keras anti-Barat Ebrahim Raisi ke tampuk kekuasaan. Ketidaksepakatan utama di Wina adalah mengenai persyaratan Iran bagi AS untuk memberikan jaminan bahwa mereka tidak akan mengingkari perjanjian nuklir di masa depan.
AS dan kekuatan Eropa telah mendesak Iran untuk kembali ke negosiasi. Mereka memperingatkan bahwa waktu hampir habis, karena program pengayaan uranium Republik Islam telah maju jauh melampaui batas yang ditetapkan oleh pakta nuklir.
Sebagai reaksi terhadap penerapan kembali sanksi Trump, Teheran melanggar kesepakatan dengan membangun kembali persediaan uranium yang diperkaya, menyempurnakannya menjadi kemurnian fisil yang lebih tinggi dan memasang sentrifugal canggih untuk mempercepat produksi.
Iran sendiri tetap teguh menyatakan kalau program nuklir mereka bertujuan damai. “Produksi logam uranium dan uranium yang diperkaya, sebagaimana telah ditegaskan di masa lalu, dilakukan untuk tujuan damai dan untuk keperluan sipil. Termasuk untuk pasokan medis dan untuk digunakan sebagai bahan bakar di reaktor penelitian Teheran,” kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Saeed Khatibzadeh.
(esn)
tulis komentar anda