Meski Jenderalnya Dikucilkan, Junta Myanmar Tetap Dukung Rencana Perdamaian ASEAN
Minggu, 24 Oktober 2021 - 17:34 WIB
YANGON - Penguasa militer Myanmar berjanji untuk bekerja sama "sebanyak mungkin" dengan rencana perdamaian yang disepakati dengan ASEAN, meskipun ada teguran keras dari blok regional itu. ASEAN bersikap keras terhadap junta militer Myanmar dengan tidak mengundang pemimpin tertinggi Jenderal Min Aung Hlaing hadir di KTT ASEAN pada 26-28 Oktober.
Dalam sebuah pengumuman di media pemerintah pada Minggu (24/10/2021), junta menyatakan pihaknya menjunjung tinggi prinsip hidup berdampingan secara damai dengan negara-negara lain. Junta Myanmar juga mengaku akan bekerja sama dengan ASEAN dalam mengikuti "konsensus" lima poin yang disepakati pada bulan April, sebuah rencana yang didukung oleh Barat dan China.
Para menteri luar negeri ASEAN memutuskan pada 15 Oktober untuk mengesampingkan Jenderal Min Aung Hlaing, pemimpin kudeta Myanmar 1 Februari. Ia dikucilkan karena kegagalannya untuk mengimplementasikan rencana itu, termasuk mengakhiri permusuhan, memulai dialog, mengizinkan dukungan kemanusiaan, dan memberikan utusan khusus akses penuh di negara itu.
Junta membalas pada Jumat malam, menuduh ASEAN menyimpang dari prinsip-prinsipnya pada konsensus dan non-intervensi. Junta juga tidak setuju untuk mengirim perwakilan Myanmar yang netral secara politik, selain Jenderal Min Aung Hlaing.
Hingga kini, Ketua ASEAN, Brunei Darussalam belum menanggapi penolakan Myanmar. Seorang juru bicara kementerian luar negeri Thailand menolak berkomentar karena sensitivitas masalah tersebut.
“Konsensus ASEAN tentang siapa yang akan mewakili Myanmar di KTT adalah panduan umum untuk semua anggota ASEAN,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah.
Lebih dari 1.000 warga sipil tewas dalam tindakan keras pasca-kudeta di Myanmar, dengan ribuan lainnya ditahan, banyak yang disiksa atau dipukuli, menurut PBB, mengutip para aktivis. Junta dituduh menggunakan kekuatan militer yang berlebihan terhadap penduduk sipil.
Junta bersikeras bahwa banyak dari mereka yang terbunuh atau ditahan adalah "teroris" yang bertekad untuk mengacaukan negara. Pemimpin junta pekan lalu mengatakan pasukan oposisi memperpanjang kerusuhan.
Utusan khusus ASEAN, Mr Erywan Yusof dari Brunei, telah meminta pertemuan dengan pemimpin terguling Aung San Suu Kyi. Tetapi, pemerintah militer mengatakan itu tidak mungkin karena dia ditahan dan didakwa dengan kejahatan.
Dalam sebuah pengumuman di media pemerintah pada Minggu (24/10/2021), junta menyatakan pihaknya menjunjung tinggi prinsip hidup berdampingan secara damai dengan negara-negara lain. Junta Myanmar juga mengaku akan bekerja sama dengan ASEAN dalam mengikuti "konsensus" lima poin yang disepakati pada bulan April, sebuah rencana yang didukung oleh Barat dan China.
Para menteri luar negeri ASEAN memutuskan pada 15 Oktober untuk mengesampingkan Jenderal Min Aung Hlaing, pemimpin kudeta Myanmar 1 Februari. Ia dikucilkan karena kegagalannya untuk mengimplementasikan rencana itu, termasuk mengakhiri permusuhan, memulai dialog, mengizinkan dukungan kemanusiaan, dan memberikan utusan khusus akses penuh di negara itu.
Junta membalas pada Jumat malam, menuduh ASEAN menyimpang dari prinsip-prinsipnya pada konsensus dan non-intervensi. Junta juga tidak setuju untuk mengirim perwakilan Myanmar yang netral secara politik, selain Jenderal Min Aung Hlaing.
Hingga kini, Ketua ASEAN, Brunei Darussalam belum menanggapi penolakan Myanmar. Seorang juru bicara kementerian luar negeri Thailand menolak berkomentar karena sensitivitas masalah tersebut.
“Konsensus ASEAN tentang siapa yang akan mewakili Myanmar di KTT adalah panduan umum untuk semua anggota ASEAN,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah.
Lebih dari 1.000 warga sipil tewas dalam tindakan keras pasca-kudeta di Myanmar, dengan ribuan lainnya ditahan, banyak yang disiksa atau dipukuli, menurut PBB, mengutip para aktivis. Junta dituduh menggunakan kekuatan militer yang berlebihan terhadap penduduk sipil.
Junta bersikeras bahwa banyak dari mereka yang terbunuh atau ditahan adalah "teroris" yang bertekad untuk mengacaukan negara. Pemimpin junta pekan lalu mengatakan pasukan oposisi memperpanjang kerusuhan.
Utusan khusus ASEAN, Mr Erywan Yusof dari Brunei, telah meminta pertemuan dengan pemimpin terguling Aung San Suu Kyi. Tetapi, pemerintah militer mengatakan itu tidak mungkin karena dia ditahan dan didakwa dengan kejahatan.
(esn)
Lihat Juga :
tulis komentar anda