Pasukan Khusus AS Latih Militer Taiwan, Pentagon Bungkam
Jum'at, 08 Oktober 2021 - 17:14 WIB
WASHINGTON - Pejabat Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) menolak untuk mengkonfirmasi laporan bahwa pasukan khusus Amerika berada di Taiwan . Mereka secara diam-diam melatih pasukan Taiwan untuk mempersiapkan diri jika terjadi serangan dari China .
The Wall Street Journal (WSJ) pada hari Kamis melaporkan Pentagon memiliki sekitar dua lusin pasukan operasi khusus yang bekerja dengan unit angkatan bersenjata Taiwan, sementara kontingen Marinir AS telah melatih pasukan lain tentang taktik maritim.
Pejabat AS, yang berbicara kepada WSJ dengan syarat anonim, mengatakan pasukan Amerika telah terlibat dalam operasi pelatihan setidaknya selama setahun terakhir.
Pejabat Pentagon menolak untuk mengkonfirmasi laporan tersebut, meskipun seorang juru bicara mengatakan hubungan AS-Taiwan tetap selaras dengan ancaman saat ini yang ditimbulkan oleh Republik Rakyat China.
“RRC (Republik Rakyat China) telah meningkatkan upaya untuk mengintimidasi dan menekan Taiwan serta mitra sekutu lainnya, termasuk meningkatkan aktivitas militer yang dilakukan di sekitar Taiwan, Laut China Timur, dan Laut China Selatan yang kami yakini akan mengganggu stabilitas dan meningkatkan risiko salah perhitungan,” kata juru bicara Departemen Pertahanan AS John Supple dalam sebuah pernyataan seperti dikutip VOA, Jumat (8/10/2021).
“Amerika Serikat memiliki kepentingan tetap dalam perdamaian, keamanan, dan stabilitas Indo-Pasifik – termasuk di Selat Taiwan,” tambahnya.
"Kami mendesak Beijing untuk menghormati komitmennya terhadap resolusi damai perbedaan lintas-Selat, sebagaimana digambarkan dalam tiga komunike," tukasnya.
Ditanya tentang laporan WSJ, kantor perwakilan utama Taiwan di AS mengatakan kepada VOA bahwa tidak ada komentar.
Beberapa anggota parlemen AS Kamis mengatakan mereka juga tidak dapat mengkonfirmasi apakah pasukan khusus AS sedang melakukan pelatihan di Taiwan, meskipun mereka menyatakan dukungan untuk misi tersebut.
Sedangkan juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price menyerukan dialog dengan Beijing, dengan mengatakan tujuannya adalah untuk meminimalkan titik-titik gesekan.
Namun, pada saat yang sama, Price mengatakan Taiwan memegang peran penting di kawasan Indo-Pasifik, dan dia mengundang sekutu AS lainnya untuk bergabung dalam memperluas hubungan kuat dengan Taiwan.
Pejabat tinggi AS lainnya, penasihat keamanan nasional Jake Sullivan, menyuarakan kehati-hatian setelah pertemuan tertutup dengan seorang diplomat China pada Rabu lalu di Zurich, Swiss.
Berbicara dengan wartawan di Brussels, di mana dia bertemu dengan sekutunya dari NATO, Sullivan menggambarkan pembicaraan dengan Yang Jiechi sebagai hal yang produktif.
“Itu adalah kesempatan nyata, di balik pintu tertutup, untuk benar-benar saling mengungkapkan perspektif dan niat kami yang berbeda,” kata Sullivan.
Pertemuan itu, tambahnya, adalah cara untuk melakukan yang terbaik untuk menciptakan keadaan di mana persaingan antara AS dan China, yang merupakan persaingan yang ketat, dapat dikelola secara bertanggung jawab dan tidak mengarah ke konflik atau konfrontasi.
Para pejabat AS telah menyatakan kekhawatiran yang meningkat dalam beberapa hari terakhir, menggambarkan perilaku China terhadap Taiwan sebagai semakin agresif.
Kekhawatiran telah meningkat dengan serangan udara berulang, dengan Beijing mengirim lebih dari 150 jet militer ke wilayah udara Taiwan selama beberapa hari.
The Wall Street Journal (WSJ) pada hari Kamis melaporkan Pentagon memiliki sekitar dua lusin pasukan operasi khusus yang bekerja dengan unit angkatan bersenjata Taiwan, sementara kontingen Marinir AS telah melatih pasukan lain tentang taktik maritim.
Pejabat AS, yang berbicara kepada WSJ dengan syarat anonim, mengatakan pasukan Amerika telah terlibat dalam operasi pelatihan setidaknya selama setahun terakhir.
Pejabat Pentagon menolak untuk mengkonfirmasi laporan tersebut, meskipun seorang juru bicara mengatakan hubungan AS-Taiwan tetap selaras dengan ancaman saat ini yang ditimbulkan oleh Republik Rakyat China.
“RRC (Republik Rakyat China) telah meningkatkan upaya untuk mengintimidasi dan menekan Taiwan serta mitra sekutu lainnya, termasuk meningkatkan aktivitas militer yang dilakukan di sekitar Taiwan, Laut China Timur, dan Laut China Selatan yang kami yakini akan mengganggu stabilitas dan meningkatkan risiko salah perhitungan,” kata juru bicara Departemen Pertahanan AS John Supple dalam sebuah pernyataan seperti dikutip VOA, Jumat (8/10/2021).
“Amerika Serikat memiliki kepentingan tetap dalam perdamaian, keamanan, dan stabilitas Indo-Pasifik – termasuk di Selat Taiwan,” tambahnya.
"Kami mendesak Beijing untuk menghormati komitmennya terhadap resolusi damai perbedaan lintas-Selat, sebagaimana digambarkan dalam tiga komunike," tukasnya.
Ditanya tentang laporan WSJ, kantor perwakilan utama Taiwan di AS mengatakan kepada VOA bahwa tidak ada komentar.
Beberapa anggota parlemen AS Kamis mengatakan mereka juga tidak dapat mengkonfirmasi apakah pasukan khusus AS sedang melakukan pelatihan di Taiwan, meskipun mereka menyatakan dukungan untuk misi tersebut.
Sedangkan juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price menyerukan dialog dengan Beijing, dengan mengatakan tujuannya adalah untuk meminimalkan titik-titik gesekan.
Namun, pada saat yang sama, Price mengatakan Taiwan memegang peran penting di kawasan Indo-Pasifik, dan dia mengundang sekutu AS lainnya untuk bergabung dalam memperluas hubungan kuat dengan Taiwan.
Pejabat tinggi AS lainnya, penasihat keamanan nasional Jake Sullivan, menyuarakan kehati-hatian setelah pertemuan tertutup dengan seorang diplomat China pada Rabu lalu di Zurich, Swiss.
Berbicara dengan wartawan di Brussels, di mana dia bertemu dengan sekutunya dari NATO, Sullivan menggambarkan pembicaraan dengan Yang Jiechi sebagai hal yang produktif.
“Itu adalah kesempatan nyata, di balik pintu tertutup, untuk benar-benar saling mengungkapkan perspektif dan niat kami yang berbeda,” kata Sullivan.
Pertemuan itu, tambahnya, adalah cara untuk melakukan yang terbaik untuk menciptakan keadaan di mana persaingan antara AS dan China, yang merupakan persaingan yang ketat, dapat dikelola secara bertanggung jawab dan tidak mengarah ke konflik atau konfrontasi.
Para pejabat AS telah menyatakan kekhawatiran yang meningkat dalam beberapa hari terakhir, menggambarkan perilaku China terhadap Taiwan sebagai semakin agresif.
Kekhawatiran telah meningkat dengan serangan udara berulang, dengan Beijing mengirim lebih dari 150 jet militer ke wilayah udara Taiwan selama beberapa hari.
(ian)
tulis komentar anda