Kerusuhan Belum Terkendali, Amerika Serikat Kerahkan Garda Nasional

Selasa, 02 Juni 2020 - 07:21 WIB
Polisi berusaha mengahalau demonstran dalam aksi yang dipicu kematian George Floyd saat ditangkap polisi. Foto/Reuters
JAKARTA - Aksi demonstrasi yang diwarnai dengan penjarahan di Amerika Serikat (AS) menyusul meninggalnya pria kulit hitam, George Flyd , terus menggelinding dan membesar. Untuk meredamnya, negeri adidaya tersebut mengerahkan Pasukan Garda Nasional ke 15 negara bagian dan Washington DC.

Hingga kemarin demonstrasi yang diwarnai bentrok dengan aparat masih terjadi di Minneapolis, Boston, dan Washington. Di Minneapolis ribuan demonstran menggelar aksi pada Minggu malam di St Paul. Selama beberapa hari terakhir lebih dari 170 toko dijarah para warga yang tidak bertanggung jawab.

Selain mengerahkan Pasukan Garda Nasional, sedikitnya 40 kota di AS memberlakukan jam malam sebagai bentuk pencegahan. “Saya benci melihat kota ini (saat ini), tapi pada akhirnya kita membutuhkan keadilan,” kata Jahvon Craven, 18, remaja Minneapolis yang mengamati para demonstran, dilansir Reuters.

Meluasnya kerusuhan tersebut membuat Presiden AS Donald Trump marah besar. Dia menyebut para demonstran sebagai “penjahat” dan kelompok anarkis. “Bersikap tegaslah para wali kota dan gubernur dari Demokrat. Panggil pasukan Garda Nasional sekarang,” pinta Trump.



Namun, Trump tidak bisa mengambil kontrol pasukan Garda Nasional. Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Robert O'Brien, mengakui Gedung Putih tidak bisa memerintah pasukan Garda Nasional saat ini. "Tapi, jika memang diperlukan, kami memiliki aset militer yang bisa diterjunkan. Untuk saat ini, gubernur dan wali kota bisa mengendalikan kota mereka,” ucap O'Brien. (Baca: Kerusuhan Terus Meluas, Pentagon Siagakan Sejumlah Unit Militer)

Sejauh ini Garda Nasional telah mengerahkan 5.000 tentara di 15 negara bagian dan Washington. Kendati demikian, tanggung jawab penegakan hukum masih berada di tangan negara bagian dan lokal. Selain Minnesota, pasukan Garda Nasional juga diterjunkan ke Colorado, Georgia, Kentucky, Ohio, Pennsylvania, North Carolina, South Carolina, Texas, dan Washington. Ada 2.000 pasukan tambahan sedang disiapkan jika memang diperlukan.

Mayor Jenderal Jon Jensen, kepala Pasukan Garda Nasional Minnesota, mengungkapkan, mereka telah mempersiapkan diri setelah FBI melaporkan adanya ancaman kekerasan. "Kami memberi tahu Gubernur Minnesota Tim Walz tentang ancaman dan FBI telah memberi tahu Garda Nasional. Walz sepakat mempersenjatai pasukan Garda Nasional," kata Jensen.

Seperti diketahui, kematian Floyd setelah diinjak dengan lutut oleh perwira polisi yang menangkapnya pada 25 Mei lalu memicu kembali kemarahan pada perlakuan polisi terhadap orang keturunan Afrika-Amerika. Sebelumnya, sebuah kantor polisi di Minneapolis dibakar pada malam ketiga aksi protes atas tewasnya seorang pria kulit hitam tidak bersenjata saat ditahan. Para pejabat AS telah memberikan penjelasan yang berlainan terkait siapa yang bertanggung jawab atas kerusuhan tersebut, dengan beberapa di antaranya menuding kelompok luar dan individu terlibat.

Aksi demonstrasi damai yang kerap berujung pada aksi kerusuhan pun meluas ke berbagai penjuru AS. Di luar Gedung Putih, polisi menembakkan gas air mata ke arah para pengunjuk rasa yang melanggar jam malam. Kerusuhan terjadi di parkiran dekat Gedung Putih ketika para petugas menyemprotkan merica dan gas air mata yang membakar mobil dan gedung. (Baca juga: Jadi Sasaran Penjarahan Apple Kembali Store Ditutup)

Gubernur Washington Jay Inslee mengaktifkan Garda Nasional untuk menstabilkan keamanan. “Kami tidak mengizinkan tindakan berbahaya dan ilegal (kerusuhan) yang muncul dari ketidakadilan atas kematian George Floyd,” kata Inslee. Dia memerintahkan semua anggota Garda Nasional tidak membawa senjata.

Di Santa Monica, California, banyak orang menjarah toko di sekitar Third Street Promenade dan polisi bergerak cepat melakukan penangkapan. Vandalisme juga terjadi masif di kota tersebut. Di kawasan Long Beach, sekelompok pria dan wanita menghancurkan jendela toko dan menjarah.

Reuters melaporkan, kerusuhan sporadis juga terjadi di Boston setelah para demonstran melemparkan botol ke arah petugas keamanan. Aksi serupa terjadi di Philadelphia yang memberlakukan jam malam sejak pukul 18.00 hingga pukul 06.00.

Di New York polisi menangkap 350 demonstran dan 30 petugas mengalami luka ringan dalam bentrokan. Uniknya, salah satu demonstran yang ditangkap polisi New York adalah putri Wali Kota New York , Bill de Blasio, yang berusia 25 tahun, Chiara. Namun, Chiara sudah dibebaskan dengan jaminan.

Wali Kota New York De Blasio sedang menginvestigasi video yang menunjukkan kendaraan polisi menerobos ke arah demonstran di Brooklyn. De Blasio juga mengaku tidak melihat video yang menunjukkan seorang polisi membuka masker demonstran dan menyemprotkan bubuk merica ke wajahnya.

Demonstrasi lain terjadi di Chicago, Seattle, Salt Lake City, Cleveland, dan Dallas. CNN melaporkan, 4.000 demonstran dan perusuh telah ditangkap di seluruh AS sejak kematian Floyd. Penangkapan para pengunjuk rasa dimulai sejak Selasa (26/5) lalu.

Demonstrasi di seluruh AS menunjukkan keragaman penduduk AS. Banyak warga kulit putih dan Hispanik ikut berdemonstrasi bersama warga kulit hitam. “Itu berarti banyak warga kulit putih dibandingkan orang kulit hitam yang ikut berdemonstrasi,” kata Candace Collins, remaja kulit hitam yang ikut berdemonstrasi di Culver City, California. (Baca juga: DPR Minta Daerah Fokus Tangani Covid-19)

Erupsi kekerasan tetap terjadi, meskipun mantan petugas polisi Derek Chauvin, 44, yang menyebabkan kematian Floyd, telah ditangkap dan didakwa pembunuhan tingkat tiga. Dia tampil di pengadilan kemarin. Pembunuhan tingkat tiga merupakan tindakan yang menyebabkan kematian seseorang, tetapi orang yang membunuh tidak bermaksud melakukan pembunuhan.

Antifa Dituding sebagai Provokator

Presiden AS Trump akan memasukkan kelompok antifasis, Antifa, ke dalam daftar organisasi teroris. Presiden menuduh Antifa memulai kerusuhan di tengah protes atas kematian George Floyd. Trump menyalahkan "kelompok anarkis yang dipimpin Antifa" dan "anarkis kiri radikal" atas kerusuhan itu, namun tanpa memberikan penjelasan lebih spesifik.

Trump tidak merinci bagaimana atau kapan ia akan memasukkan Antifa sebagai organisasi teroris. "Ini [disebabkan] Antifa dan Radikal Kiri. Jangan menyalahkan orang lain!" kata Trump.

Ada beberapa cara bagaimana pemerintahan Trump dapat menunjuk individu atau kelompok sebagai teroris asing, termasuk melalui undang-undang dan perintah eksekutif. Sebelumnya, Gubernur Minnesota Tim Walz mengatakan bahwa pengaruh asing, supremasi kulit putih, dan kartel narkoba berada di belakang kerusuhan, memberikan sedikit rincian lainnya.

Tetapi, para ahli hukum mempertanyakan wewenang Trump untuk menyebut Antifa sebagai "organisasi teroris domestik". Mary McCord, mantan pejabat senior Departemen Kehakiman, mengatakan, "Tidak ada otoritas hukum saat ini untuk menunjuk organisasi domestik sebagai organisasi teroris." "Setiap upaya penunjukan seperti itu akan menimbulkan keprihatinan Amandemen Pertama yang signifikan," tambah McCord, merujuk pada hak konstitusional atas kebebasan berbicara, beragama, dan berkumpul.

Senada dengan Trump, Jaksa Agung AS William Barr menuduh Antifa dan "agitator" lain membajak protes yang melanda seluruh AS. "Kekerasan yang dipicu dan dilakukan oleh Antifa dan kelompok serupa lainnya sehubungan dengan kerusuhan itu adalah terorisme domestik dan akan diperlakukan sebagaimana mestinya," kata Barr pada Minggu. (Lihat Videonya: Curi Mobil, Oknum Polisi Ditangkap di Solok)

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo memberikan nada yang lebih hati-hati. Dia menggambarkan para perusuh sebagai "seperti Antifa", tetapi menekankan itu "masih harus dilihat persis bagaimana" aksi damai berubah menjadi rusuh.

Antifa merupakan gerakan protes yang sangat menentang neo-Nazi, fasisme, supremasi kulit putih, dan rasisme. Ini dianggap sebagai kelompok aktivis yang terorganisir secara longgar tanpa pemimpin. Sebagian besar anggota menentang semua bentuk rasisme dan seksisme, dan sangat menentang apa yang mereka lihat sebagai kebijakan nasionalis, anti-imigrasi, dan anti-Muslim yang telah diberlakukan oleh Trump. (Andika H Mustaqim)
(ysw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More