Protes Pemerintahan Hanya Diisi Pria, Taliban Pukuli Wanita dengan Cambuk
Jum'at, 10 September 2021 - 00:01 WIB
Satu video yang difilmkan di Dasht-e-Barchi Kabul menunjukkan para milisi Taliban berusaha menghentikan sekelompok wanita yang protes ketika para wanita itu terus meneriakkan, "Kabinet tanpa wanita tidak berhasil."
Taliban pada Selasa mengumumkan pemerintah sementara yang terdiri dari para tokoh garis keras, salah satunya ada dalam daftar paling diburu FBI.
Meskipun menjanjikan pemerintahan yang inklusif, penunjukan mereka mungkin akan menghambat kemajuan yang dicapai di Afghanistan dalam hak-hak perempuan.
Ketika Taliban memerintah negara itu dari 1996 hingga 2001, wanita sepenuhnya dilarang dari tempat-tempat umum tanpa kehadiran wali laki-laki dan dikurung di rumah mereka.
Anak perempuan tidak diperbolehkan bersekolah, perempuan dilarang belajar dan bekerja, dan wanita wajib mengenakan burqa yang menutupi seluruh wajah dan tubuh mereka.
Siapa pun yang menentang kebijakan itu akan dipukuli dan kadang-kadang bahkan dibunuh.
“Situasi ini diperkirakan menjadi lebih suram karena Taliban terus memaksakan kendali mereka pada warga Afghanistan,” papar Rabia Latif Khan, aktivis dengan gelar PhD tentang kesadaran etnis Hazara dari School of Oriental and African Studies (SOAS) di London mengatakan kepada Al Arabiya Inggris.
“Mereka yang tidak membenarkan interpretasi sesat dari Taliban tentang Syariah menghadapi ancaman kekerasan yang nyata,” ujar dia.
“Membungkam perbedaan pendapat adalah kemungkinan nyata serta membatasi hak-hak dasar dan kebebasan,” papar Khan.
“Pembalasan dengan kekerasan terhadap mereka yang telah vokal mengkritik gerakan (akan) pasti terjadi. Penting untuk diingat bahwa Taliban tidak mengesampingkan rajam dan eksekusi para penjahat,” ungkap dia kepada Al Arabiya English.
Taliban pada Selasa mengumumkan pemerintah sementara yang terdiri dari para tokoh garis keras, salah satunya ada dalam daftar paling diburu FBI.
Meskipun menjanjikan pemerintahan yang inklusif, penunjukan mereka mungkin akan menghambat kemajuan yang dicapai di Afghanistan dalam hak-hak perempuan.
Ketika Taliban memerintah negara itu dari 1996 hingga 2001, wanita sepenuhnya dilarang dari tempat-tempat umum tanpa kehadiran wali laki-laki dan dikurung di rumah mereka.
Anak perempuan tidak diperbolehkan bersekolah, perempuan dilarang belajar dan bekerja, dan wanita wajib mengenakan burqa yang menutupi seluruh wajah dan tubuh mereka.
Siapa pun yang menentang kebijakan itu akan dipukuli dan kadang-kadang bahkan dibunuh.
“Situasi ini diperkirakan menjadi lebih suram karena Taliban terus memaksakan kendali mereka pada warga Afghanistan,” papar Rabia Latif Khan, aktivis dengan gelar PhD tentang kesadaran etnis Hazara dari School of Oriental and African Studies (SOAS) di London mengatakan kepada Al Arabiya Inggris.
“Mereka yang tidak membenarkan interpretasi sesat dari Taliban tentang Syariah menghadapi ancaman kekerasan yang nyata,” ujar dia.
“Membungkam perbedaan pendapat adalah kemungkinan nyata serta membatasi hak-hak dasar dan kebebasan,” papar Khan.
“Pembalasan dengan kekerasan terhadap mereka yang telah vokal mengkritik gerakan (akan) pasti terjadi. Penting untuk diingat bahwa Taliban tidak mengesampingkan rajam dan eksekusi para penjahat,” ungkap dia kepada Al Arabiya English.
Lihat Juga :
tulis komentar anda