Protes Pemerintahan Hanya Diisi Pria, Taliban Pukuli Wanita dengan Cambuk
Jum'at, 10 September 2021 - 00:01 WIB
KABUL - Milisi Taliban memukuli wanita dengan cambuk dan tongkat pada Rabu (8/9) karena berunjuk rasa di ibu kota Afghanistan setelah pengumuman pemerintahan sementara yang semuanya laki-laki.
Saksi mata mengatakan kepada sumber media lokal bahwa Taliban memukuli beberapa wanita saat unjuk rasa dan menangkap wartawan yang meliput acara tersebut.
Dalam video yang dibagikan Duta Besar Afghanistan untuk Polandia Tahir Qadiry di Twitter, seorang milisi Taliban mencambuk seorang demonstran ketika beberapa wanita berteriak dan menyelamatkan diri.
Sekelompok wanita berbaris melalui jalan-jalan Kabul pada Rabu, menuntut agar Taliban menegakkan hak-hak wanita dan mengangkat wanita di kabinet.
“Kami menginginkan persamaan hak, kami menginginkan perempuan di pemerintahan,” teriak para perempuan itu.
Satu video yang difilmkan di Dasht-e-Barchi Kabul menunjukkan para milisi Taliban berusaha menghentikan sekelompok wanita yang protes ketika para wanita itu terus meneriakkan, "Kabinet tanpa wanita tidak berhasil."
Taliban pada Selasa mengumumkan pemerintah sementara yang terdiri dari para tokoh garis keras, salah satunya ada dalam daftar paling diburu FBI.
Meskipun menjanjikan pemerintahan yang inklusif, penunjukan mereka mungkin akan menghambat kemajuan yang dicapai di Afghanistan dalam hak-hak perempuan.
Ketika Taliban memerintah negara itu dari 1996 hingga 2001, wanita sepenuhnya dilarang dari tempat-tempat umum tanpa kehadiran wali laki-laki dan dikurung di rumah mereka.
Anak perempuan tidak diperbolehkan bersekolah, perempuan dilarang belajar dan bekerja, dan wanita wajib mengenakan burqa yang menutupi seluruh wajah dan tubuh mereka.
Siapa pun yang menentang kebijakan itu akan dipukuli dan kadang-kadang bahkan dibunuh.
“Situasi ini diperkirakan menjadi lebih suram karena Taliban terus memaksakan kendali mereka pada warga Afghanistan,” papar Rabia Latif Khan, aktivis dengan gelar PhD tentang kesadaran etnis Hazara dari School of Oriental and African Studies (SOAS) di London mengatakan kepada Al Arabiya Inggris.
“Mereka yang tidak membenarkan interpretasi sesat dari Taliban tentang Syariah menghadapi ancaman kekerasan yang nyata,” ujar dia.
“Membungkam perbedaan pendapat adalah kemungkinan nyata serta membatasi hak-hak dasar dan kebebasan,” papar Khan.
“Pembalasan dengan kekerasan terhadap mereka yang telah vokal mengkritik gerakan (akan) pasti terjadi. Penting untuk diingat bahwa Taliban tidak mengesampingkan rajam dan eksekusi para penjahat,” ungkap dia kepada Al Arabiya English.
“Siapa yang dianggap sebagai penjahat adalah kebijaksanaan Taliban, yang berarti siapa pun yang telah kritis terhadap gerakan tersebut, atau ideologi mereka menghadapi ancaman penganiayaan yang sangat nyata,” tutur dia.
Setidaknya lima wartawan yang meliput protes Kabul ditahan Taliban dan dipukuli secara brutal, menurut laporan media setempat.
Wartawan dari Etilaatroz, surat kabar harian di Kabul, ditangkap dan disiksa anggota Taliban, seperti terungkap dalam video dan gambar yang beredar di Twitter.
Duta Besar Qadiry membagikan video pada Rabu tentang dua pria yang membantu rekan kerja mereka yang terluka parah berjalan setelah Taliban menahannya karena meliput berita demonstrasi tersebut.
Saksi mata mengatakan kepada sumber media lokal bahwa Taliban memukuli beberapa wanita saat unjuk rasa dan menangkap wartawan yang meliput acara tersebut.
Dalam video yang dibagikan Duta Besar Afghanistan untuk Polandia Tahir Qadiry di Twitter, seorang milisi Taliban mencambuk seorang demonstran ketika beberapa wanita berteriak dan menyelamatkan diri.
Sekelompok wanita berbaris melalui jalan-jalan Kabul pada Rabu, menuntut agar Taliban menegakkan hak-hak wanita dan mengangkat wanita di kabinet.
“Kami menginginkan persamaan hak, kami menginginkan perempuan di pemerintahan,” teriak para perempuan itu.
Baca Juga
Satu video yang difilmkan di Dasht-e-Barchi Kabul menunjukkan para milisi Taliban berusaha menghentikan sekelompok wanita yang protes ketika para wanita itu terus meneriakkan, "Kabinet tanpa wanita tidak berhasil."
Taliban pada Selasa mengumumkan pemerintah sementara yang terdiri dari para tokoh garis keras, salah satunya ada dalam daftar paling diburu FBI.
Meskipun menjanjikan pemerintahan yang inklusif, penunjukan mereka mungkin akan menghambat kemajuan yang dicapai di Afghanistan dalam hak-hak perempuan.
Ketika Taliban memerintah negara itu dari 1996 hingga 2001, wanita sepenuhnya dilarang dari tempat-tempat umum tanpa kehadiran wali laki-laki dan dikurung di rumah mereka.
Anak perempuan tidak diperbolehkan bersekolah, perempuan dilarang belajar dan bekerja, dan wanita wajib mengenakan burqa yang menutupi seluruh wajah dan tubuh mereka.
Siapa pun yang menentang kebijakan itu akan dipukuli dan kadang-kadang bahkan dibunuh.
“Situasi ini diperkirakan menjadi lebih suram karena Taliban terus memaksakan kendali mereka pada warga Afghanistan,” papar Rabia Latif Khan, aktivis dengan gelar PhD tentang kesadaran etnis Hazara dari School of Oriental and African Studies (SOAS) di London mengatakan kepada Al Arabiya Inggris.
“Mereka yang tidak membenarkan interpretasi sesat dari Taliban tentang Syariah menghadapi ancaman kekerasan yang nyata,” ujar dia.
“Membungkam perbedaan pendapat adalah kemungkinan nyata serta membatasi hak-hak dasar dan kebebasan,” papar Khan.
“Pembalasan dengan kekerasan terhadap mereka yang telah vokal mengkritik gerakan (akan) pasti terjadi. Penting untuk diingat bahwa Taliban tidak mengesampingkan rajam dan eksekusi para penjahat,” ungkap dia kepada Al Arabiya English.
“Siapa yang dianggap sebagai penjahat adalah kebijaksanaan Taliban, yang berarti siapa pun yang telah kritis terhadap gerakan tersebut, atau ideologi mereka menghadapi ancaman penganiayaan yang sangat nyata,” tutur dia.
Setidaknya lima wartawan yang meliput protes Kabul ditahan Taliban dan dipukuli secara brutal, menurut laporan media setempat.
Wartawan dari Etilaatroz, surat kabar harian di Kabul, ditangkap dan disiksa anggota Taliban, seperti terungkap dalam video dan gambar yang beredar di Twitter.
Duta Besar Qadiry membagikan video pada Rabu tentang dua pria yang membantu rekan kerja mereka yang terluka parah berjalan setelah Taliban menahannya karena meliput berita demonstrasi tersebut.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda