Taliban Berjanji Tegakkan Hak-hak Perempuan, Gedung Putih Skeptis

Rabu, 18 Agustus 2021 - 16:25 WIB
Gedung Putih skeptis dengan janji Taliban untuk menegakkan hak-hak perempuan. Foto/Ilustrasi
WASHINGTON - Setelah mengambil alih Afghanistan, Taliban menyatakan "amnesti" untuk pejabat pemerintah dan bersumpah untuk menegakkan hak-hak perempuan di bawah hukum Islam. Namun janji yang diumbar oleh Taliban ini ditanggapi dengan skeptisisme oleh Gedung Putih.

Sebelum invasi pimpinan Amerika Serikat (AS) pada tahun 2001, perempuan hampir tidak memiliki hak di bawah pemerintahan opresif Taliban yang fundamentalis. Sebagian besar terpaksa berhenti dari pekerjaan mereka dan tinggal di rumah, tidak diberi akses ke pendidikan dan perawatan kesehatan, mengalami tingkat buta huruf dan kematian ibu yang tinggi.

Pada Selasa juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid dalam konferensi pers mengatakan bahwa mereka bekerja untuk membentuk pemerintahan dan tidak ada yang akan dirugikan. Mujahid mengatakan tujuan Taliban adalah untuk memastikan Afghanistan tidak lagi menjadi medan konflik.





"Kami telah memaafkan semua orang yang telah berperang melawan kami. Permusuhan telah berakhir," katanya.

"Kami tidak ingin memiliki masalah dengan komunitas internasional," imbuhnya.

Mujahid mengatakan kelompok militan itu berkomitmen pada hak-hak perempuan di bawah sistem hukum syariah (Islam), tetapi dia menekankan bahwa mereka akan bekerja dan belajar dalam kerangka kerja Taliban.

"Mereka akan bekerja bahu-membahu dengan kami. Kami ingin meyakinkan masyarakat internasional bahwa tidak akan ada diskriminasi," katanya.

“Imarah Islam Afghanistan tidak ingin perempuan menjadi korban lagi,” kata Enamullah Samangani, anggota komisi budaya Taliban.



Beberapa jam setelah konferensi pers Taliban, penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan Amerika Serikat tidak akan menuruti kata-kata kelompok itu tetapi akan mengawasi tindakannya dalam hal hak asasi manusia.

“Ini bukan tentang kepercayaan. Ini tentang verifikasi," kata Sullivan di Gedung Putih.

"Dan kita akan melihat apa yang akhirnya dilakukan Taliban dalam beberapa hari dan minggu ke depan," sambungnya seperti dikutip dari USA Today, Rabu (18/8/2021).

Sullivan mengatakan Amerika Serikat memiliki alat – termasuk sanksi, kecaman internasional dan isolasi – yang dapat digunakan jika perempuan di Afghanistan diperlakukan dengan buruk.

Meskipun Sullivan mengatakan bahwa hatinya tertuju pada perempuan dan gadis Afghanistan, dia berpendapat bahwa pilihannya bukanlah antara menyelamatkan atau meninggalkan mereka. Memutuskan untuk mempertahankan kekuatan militer AS di negara itu akan datang dengan biaya manusia untuk tentara Amerika.

"Ini adalah pilihan yang harus dibuat seorang presiden," ujarnya.



Amerika Serikat bekerja sama dengan Taliban, yang mengatakan mereka akan memberikan jalan yang aman ke bandara Kabul bagi warga Amerika dan orang lain yang mencoba pergi.

"Saya datang tanpa harapan," kata Sullivan tentang apakah Taliban berbeda dari tahun 2001.

"Terserah Taliban untuk menunjukkan kepada dunia siapa mereka dan bagaimana mereka berniat untuk melanjutkannya. Rekam jejaknya tidak bagus," imbuhnya.

Frank McKenzie, komandan Komando Pusat AS, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pengendali lalu lintas udara dan ground handler di bandara Kabul dengan cepat meningkatkan operasi untuk memastikan kelancaran aliran bala bantuan militer ke bandara dan evakuasi warga sipil AS dan mitranya.

McKenzie mengatakan dia menjelaskan kepada para pemimpin senior Taliban di Doha, ibu kota Qatar, pada hari Minggu bahwa campur tangan dengan evakuasi atau serangan apa pun akan dihadapi dengan kekuatan luar biasa dalam membela pasukan AS.

"Perlindungan warga sipil AS dan mitra kami adalah prioritas tertinggi saya," tegasnya.

"Dan kami akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk memastikan penarikan yang aman dan efisien," ia menambahkan.



Gedung Putih membekukan cadangan uang Afghanistan hari Minggu dalam upaya untuk memblokir Taliban mengakses uang di bank-bank AS, menurut The Washington Post.
(ian)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More