Taiwan Batalkan Proyek 60 Kapal Serbu karena Tak Mampu Melawan China

Selasa, 10 Agustus 2021 - 13:46 WIB
Korvet rudal kelas Tuo Jiang yang diproduksi massal untuk meningkatkan kekuatan perang asimetris Taiwan. Foto/REUTERS
TAIPEI - Angkatan Laut Taiwan membatalkan proyek senilai NTD31,6 miliar (USD1,1 miliar) untuk membangun 60 kapal serbu rudal mini. Awalnya, puluhan kapal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan perang asimetris terhadap China .

Dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, Angkatan Laut mengatakan proyek tersebut, yang diusulkan oleh mantan kepala staf umum Laksamana Lee Hsi-ming, dibatalkan karena desain kapal tidak dapat memenuhi kebutuhannya untuk melawan musuhnya.



“Kapal menyelesaikan tes tiruan platform [rudal] pada tahun 2020 dan hasilnya menunjukkan bahwa karena ukurannya yang lebih kecil, [stabilitas] kapal akan terpengaruh oleh cuaca dan laut yang ganas, sehingga memengaruhi akurasi penembakan rudal, dan itulah mengapa itu tidak memenuhi kebutuhan tempur kami," bunyi pernyataan Angkatan Laut Taiwan.



“Untuk menghindari pemborosan dana investasi pertahanan, Angkatan Laut telah melaporkan kasus tersebut ke legislatif [yang meninjau anggaran] dan mengakhiri proyek dengan persetujuan dari Kementerian Pertahanan.”

Badan legislatif pulau itu memberikan dukungan awalnya untuk proyek kapal serbu rudal kelas mikro pada tahun 2018, tetapi meminta untuk melihat prototipe sebelum berkomitmen pada paket pendanaan penuh untuk 60 kapal yang direncanakan.

Kapal-kapal tersebut, masing-masing berbobot 40-50 ton, akan memiliki jejak radar yang serupa dengan kapal penangkap ikan biasa, dengan ruang di atas kapal untuk dua atau tiga perwira. Kapal akan mencapai kecepatan maksimum 35 knot per jam dan dapat bersembunyi dengan mudah di pelabuhan perikanan.

Menurut rencana awal, ukuran kecil dan keserbagunaan kapal—masing-masing dilengkapi dengan dua rudal Hsiung Feng-2 (Brave Wind-2)—memungkinkan penyembunyian yang mudah di sepanjang pantai Taiwan, menyediakan baterai rudal mobile untuk pertahanan pulau itu. Mereka dapat ditempatkan di pelabuhan perikanan, teluk dan muara sungai.

Setelah Lee pensiun pada tahun 2019, proyek tersebut ditunda, kabarnya karena ketidaksepakatan oleh beberapa pejabat senior militer serta rencana kementerian untuk membeli sebanyak 100 Sistem Pertahanan Pesisir Harpoon dari Amerika Serikat (AS).

Kesepakatan itu, senilai USD2,4 miliar, telah disetujui oleh mantan presiden AS Donald Trump pada Oktober dan akan mencakup 400 rudal Harpoon berbasis darat, yang dapat diluncurkan dari peluncur seluler darat.

Media berita lokal mengatakan pada hari Senin pembatalan proyek menelan biaya setidaknya NTD200 juta dana yang dihabiskan untuk desain dan pengembangan prototipe kapal.



Namun Angkatan Laut mengatakan penelitian dan pengembangan tersebut dapat digunakan sebagai referensi untuk proyek kapal di masa depan dan tidak membuang-buang dana pemerintah.

Kementerian Pertahanan dilaporkan telah mulai memproduksi massal korvet rudal kelas Tuo Jiang untuk meningkatkan kekuatan perang asimetris militer pulau itu.

Dijuluki "pembunuh kapal induk", korvet kecil tapi kuat adalah kapal perang siluman canggih yang akan membuat kapal hampir tidak terlihat di laut dan bahkan lebih sulit untuk dideteksi ketika beroperasi di dekat pantai.

Su Tzu-yun, seorang analis senior di Institute for National Defense and Security Research, mengatakan baik kapal serbu rudal dan korvet kelas Tuo Jiang memiliki kemampuan perang asimetris yang efektif.

"Pembatalan ini terutama karena kebutuhan prioritas angkatan laut daripada masalah stabilitas kapal serbu rudal,” katanya, seperti dikutip South China Morning Post, Selasa (10/8/2021), seraya menambahkan bahwa peluncuran rudal bergantung pada sistem radar daripada stabilitas kapal di laut.

Menurutnya, sistem Harpoon berbasis darat jauh lebih murah daripada kapal serbu rudal dan sama efektifnya dalam menghalau serangan amfibi jika terjadi konflik dengan China.

Beijing, yang mengklaim kedaulatan Taiwan, tidak meninggalkan penggunaan kekuatan terhadap pulau yang memiliki pemerintahan sendiri itu dan telah meningkatkan intimidasi militer terhadap Taiwan sejak Tsai Ing-wen, dari Partai Progresif Demokratik yang condong pada kemerdekaan, terpilih sebagai presiden pada 2016 dan menolak untuk menerima prinsip satu-China.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More