Bukan di China, COVID-19 Kemungkinan Lebih Dulu Muncul di Eropa
Jum'at, 23 Juli 2021 - 05:13 WIB
ROMA - Sebuah hasil studi terbaru yang dilakukan oleh para ilmuwan Italia menunjukkan bahwa COVID-19 mungkin lebih dulu muncul di Eropa dari pada di China . Menurut hasil studi tersebut, virus Corona baru telah muncul di Italia pada awal Oktober 2019, dua bulan sebelum Beijing memberi tahu dunia tentang kasus pneumonia yang disebabkan oleh virus yang tidak diketahui.
Para peneliti menguji ulang sampel darah individu untuk kanker paru-paru sebelum pandemi. Tiga sampel ditemukan mengandung antibodi terkait virus Corona, IgM, yang menunjukkan bahwa seseorang baru saja terinfeksi.
"Hasil pengujian ulang ini menunjukkan bahwa apa yang kami laporkan sebelumnya pada pasien tanpa gejala adalah sinyal yang masuk akal dari sirkulasi awal virus di Italia," terang Giovanni Apolone, salah satu peneliti, kepada Financial Times yang dinukil Sputnik, Jumat (23/7/2021).
Namun, hasilnya tidak memberikan bukti konklusif tentang infeksi SARS-CoV-2. Menurut penelitian, tidak ada sampel yang mengandung kadar yang cukup dari masing-masing dari tiga jenis antibodi yang dianggap sebagai bukti infeksi oleh Universitas Erasmus di Belanda, fasilitas yang berafiliasi dengan WHO.
Salah satu ilmuwan yang terlibat dalam penelitian, Gabriella Sozzi, mengatakan hal ini mungkin terjadi karena pada awal pandemi virus kurang agresif dan menular.
Studi ini tidak menjawab pertanyaan tentang asal usul virus Corona baru, tetapi temuannya kemungkinan akan memulai perdebatan tentang masalah ini. Kasus COVID-19 pertama yang diketahui dilaporkan di kota Wuhan di China pada Desember 2019, dengan Eropa melaporkan kasus pertamanya pada Januari 2020. Namun, penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa penyakit menular itu bisa muncul di benua itu pada awal November 2019.
Perkembangan terbaru ini terjadi ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan pemerintahan Joe Biden secara terpisah melakukan penyelidikan tentang asal-usul penyakit menular, yang menurut Universitas John Hopkins telah menewaskan 4,1 juta orang di seluruh dunia.
Para peneliti menguji ulang sampel darah individu untuk kanker paru-paru sebelum pandemi. Tiga sampel ditemukan mengandung antibodi terkait virus Corona, IgM, yang menunjukkan bahwa seseorang baru saja terinfeksi.
"Hasil pengujian ulang ini menunjukkan bahwa apa yang kami laporkan sebelumnya pada pasien tanpa gejala adalah sinyal yang masuk akal dari sirkulasi awal virus di Italia," terang Giovanni Apolone, salah satu peneliti, kepada Financial Times yang dinukil Sputnik, Jumat (23/7/2021).
Namun, hasilnya tidak memberikan bukti konklusif tentang infeksi SARS-CoV-2. Menurut penelitian, tidak ada sampel yang mengandung kadar yang cukup dari masing-masing dari tiga jenis antibodi yang dianggap sebagai bukti infeksi oleh Universitas Erasmus di Belanda, fasilitas yang berafiliasi dengan WHO.
Salah satu ilmuwan yang terlibat dalam penelitian, Gabriella Sozzi, mengatakan hal ini mungkin terjadi karena pada awal pandemi virus kurang agresif dan menular.
Studi ini tidak menjawab pertanyaan tentang asal usul virus Corona baru, tetapi temuannya kemungkinan akan memulai perdebatan tentang masalah ini. Kasus COVID-19 pertama yang diketahui dilaporkan di kota Wuhan di China pada Desember 2019, dengan Eropa melaporkan kasus pertamanya pada Januari 2020. Namun, penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa penyakit menular itu bisa muncul di benua itu pada awal November 2019.
Perkembangan terbaru ini terjadi ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan pemerintahan Joe Biden secara terpisah melakukan penyelidikan tentang asal-usul penyakit menular, yang menurut Universitas John Hopkins telah menewaskan 4,1 juta orang di seluruh dunia.
(ian)
tulis komentar anda