Beber Operasi Mossad di Iran, Cohen Dinilai Lakukan Dosa Kesombongan
Senin, 14 Juni 2021 - 12:29 WIB
TEL AVIV - Mantan kepala Mossad , Yossi Cohen, telah membeberkan berbagai operasi rahasia badan intelijen Israel tersebut di Iran . Tindakan Cohen itu dikecam oleh mantan petinggi Mossad lainnya, dengan dinilai melakukan dosa kesombongan.
Dalam sebuah wawancara baru-baru ini, yang dianggap "skandal" oleh beberapa media Israel, Cohen mengungkapkan rincian tentang operasi rahasia Mossad yang menargetkan Iran. Secara khusus, dia mengisyaratkan peran badan intelijen itu dalam insiden di reaktor nuklir Natanz Iran dan dugaan keterlibatannya dalam pembunuhan ilmuwan nuklir terkemuka Iran, Mohsen Fakhrizadeh.
Cohen juga bicara detail tentang operasi pencurian arsip nuklir Iran, di mana dia menyebut operasi itu melibatkan 20 agen dengan memecahkan 30 brankas.
Mantan wakil kepala Mossad, Ram Ben-Barak, mengatakan apa yang diumbar Cohen adalah kesombongan.
"Yossi Cohen adalah pemimpin Mossad yang baik, tapi saya mungkin tidak akan melakukan wawancara seperti itu," kata Ben-Barak kepada Army Radio, hari Minggu.
"Kami telah melakukan dosa kesombongan dalam beberapa tahun terakhir dan saya ingin mencatat apa yang terjadi ketika kami sombong setelah [kemenangan] Perang Enam Hari."
Dia membandingkan perasaan sombong itu dengan yang tampaknya dimiliki negara itu setelah perang 1967, di mana Israel berhasil merebut Dataran Tinggi Golan, Jalur Gaza, Tepi Barat (termasuk Yerusalem Timur), dan semenanjung Sinai. Dia menyinggung kemunduran yang dialami oleh Israel selama perang Yom Kippur tahun 1973.
Ben-Barak, yang sendiri telah bekerja untuk intelijen Israel selama 27 tahun dan merupakan wakil direktur Mossad antara 2009 hingga 2011, adalah pejabat intelijen pertama yang mengkritik Cohen atas wawancara yang ditayangkan Kamis pekan lalu.
Meskipun Cohen tidak mengatakan secara langsung bahwa Israel memikul tanggung jawab atas episode sabotase terbaru terhadap Republik Islam Iran, dia memberi petunjuk bahwa negara Yahudi— yang umumnya tidak mengomentari tuduhan mengganggu kegiatan negara lain—kemungkinan telah memainkan peran.
Secara khusus, Cohen mengatakan bahwa dia sangat akrab dengan infrastruktur pabrik Natanz dan bahkan menyatakan bahwa dia bisa menemani pewawancara ke ruang bawah tanah Natanz, di mana "sentrifugal digunakan untuk berputar".
Mengenai fisikawan nuklir Iran Mohsen Fakhrizadeh yang dibunuh pada bulan November, Cohen mengatakan bahwa dia telah menjadi target Israel selama bertahun-tahun. Cohen menambahkan bahwa individu yang dianggap menimbulkan ancaman bagi Israel harus dihilangkan.
"Jika pria itu memiliki kemampuan yang membahayakan warga Israel, dia harus berhenti eksis," kata Cohen.
"Seseorang dapat dikeluarkan dari daftar target jika dia siap untuk berganti profesi dan tidak merugikan kita lagi."
Pihak berwenang Iran menyebut insiden terbaru terhadap situs nuklir Natanz adalah "terorisme nuklir" dan menyalahkan Israel.
Hal yang sama dikatakan tentang Fakhrizadeh, yang sebenarnya telah berada dalam daftar pengawasan Israel selama beberapa tahun.
Kembali pada tahun 2018, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeklaim Fakhrizadeh telah memimpin unit rahasia di dalam militer Iran yang diduga bekerja untuk mengembangkan senjata nuklir.
Menanggapi tuduhan itu, Iran mengatakan bahwa program nuklirnya dirancang untuk tujuan damai dan menunjuk ke berbagai laporan yang menunjukkan bahwa Israel sendiri telah mengembangkan senjata nuklir sejak lama.
Menurut laporan sejumlah media, Israel diyakini memiliki setidaknya 90 hulu ledak nuklir, meskipun negara Yahudi tersebut tidak mengonfirmasi atau menyangkal laporan tersebut.
Dalam sebuah wawancara baru-baru ini, yang dianggap "skandal" oleh beberapa media Israel, Cohen mengungkapkan rincian tentang operasi rahasia Mossad yang menargetkan Iran. Secara khusus, dia mengisyaratkan peran badan intelijen itu dalam insiden di reaktor nuklir Natanz Iran dan dugaan keterlibatannya dalam pembunuhan ilmuwan nuklir terkemuka Iran, Mohsen Fakhrizadeh.
Baca Juga
Cohen juga bicara detail tentang operasi pencurian arsip nuklir Iran, di mana dia menyebut operasi itu melibatkan 20 agen dengan memecahkan 30 brankas.
Mantan wakil kepala Mossad, Ram Ben-Barak, mengatakan apa yang diumbar Cohen adalah kesombongan.
"Yossi Cohen adalah pemimpin Mossad yang baik, tapi saya mungkin tidak akan melakukan wawancara seperti itu," kata Ben-Barak kepada Army Radio, hari Minggu.
"Kami telah melakukan dosa kesombongan dalam beberapa tahun terakhir dan saya ingin mencatat apa yang terjadi ketika kami sombong setelah [kemenangan] Perang Enam Hari."
Dia membandingkan perasaan sombong itu dengan yang tampaknya dimiliki negara itu setelah perang 1967, di mana Israel berhasil merebut Dataran Tinggi Golan, Jalur Gaza, Tepi Barat (termasuk Yerusalem Timur), dan semenanjung Sinai. Dia menyinggung kemunduran yang dialami oleh Israel selama perang Yom Kippur tahun 1973.
Ben-Barak, yang sendiri telah bekerja untuk intelijen Israel selama 27 tahun dan merupakan wakil direktur Mossad antara 2009 hingga 2011, adalah pejabat intelijen pertama yang mengkritik Cohen atas wawancara yang ditayangkan Kamis pekan lalu.
Meskipun Cohen tidak mengatakan secara langsung bahwa Israel memikul tanggung jawab atas episode sabotase terbaru terhadap Republik Islam Iran, dia memberi petunjuk bahwa negara Yahudi— yang umumnya tidak mengomentari tuduhan mengganggu kegiatan negara lain—kemungkinan telah memainkan peran.
Secara khusus, Cohen mengatakan bahwa dia sangat akrab dengan infrastruktur pabrik Natanz dan bahkan menyatakan bahwa dia bisa menemani pewawancara ke ruang bawah tanah Natanz, di mana "sentrifugal digunakan untuk berputar".
Mengenai fisikawan nuklir Iran Mohsen Fakhrizadeh yang dibunuh pada bulan November, Cohen mengatakan bahwa dia telah menjadi target Israel selama bertahun-tahun. Cohen menambahkan bahwa individu yang dianggap menimbulkan ancaman bagi Israel harus dihilangkan.
"Jika pria itu memiliki kemampuan yang membahayakan warga Israel, dia harus berhenti eksis," kata Cohen.
"Seseorang dapat dikeluarkan dari daftar target jika dia siap untuk berganti profesi dan tidak merugikan kita lagi."
Pihak berwenang Iran menyebut insiden terbaru terhadap situs nuklir Natanz adalah "terorisme nuklir" dan menyalahkan Israel.
Hal yang sama dikatakan tentang Fakhrizadeh, yang sebenarnya telah berada dalam daftar pengawasan Israel selama beberapa tahun.
Kembali pada tahun 2018, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeklaim Fakhrizadeh telah memimpin unit rahasia di dalam militer Iran yang diduga bekerja untuk mengembangkan senjata nuklir.
Menanggapi tuduhan itu, Iran mengatakan bahwa program nuklirnya dirancang untuk tujuan damai dan menunjuk ke berbagai laporan yang menunjukkan bahwa Israel sendiri telah mengembangkan senjata nuklir sejak lama.
Menurut laporan sejumlah media, Israel diyakini memiliki setidaknya 90 hulu ledak nuklir, meskipun negara Yahudi tersebut tidak mengonfirmasi atau menyangkal laporan tersebut.
(min)
tulis komentar anda