Menlu Retno Tegaskan Kesenjangan Suplai Vaksin Global Beresiko Perlama Pandemi
Senin, 07 Juni 2021 - 22:59 WIB
BEIJING - Masalah pengadaan vaksin Covid-19 menjadi salah satu isu utama yang dibahas dalam pertemuan tingkat Menteri Luar Negeri ASEAN dan China. Indonesia, dalam pertemuan tersebut menegaskan kesenjangan vaksin global berisiko memperlama pandemi , termasuk di kawasan Asia Tenggara.
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi mengatakan bahwa saat ini 75 persen vaksin dinikmati oleh 10 negara dan hanya 0.4 persen yang dinikmati oleh negara berpendapatan rendah.
"Sementara ASEAN sejauh ini baru memvaksinasi 7,8 persen populasinya. China dalam hal ini memainkan peran yang sangat penting dalam meningkatkan kerjasama vaksin," ucap Retno pada Senin (7/6/2021).
Retno mengatakan, dengan telah diterimanya persetujuan EUL Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bagi Sinopharm dan Sinovac, maka diharapkan China dapat melakukan kerjasama pembagian vaksin, termasuk melalui Covax Facility.
Ke depannya, kita berharap peningkatan kerja sama dengan Chinadalam hal ini pada dukungan terhadap ASEAN COVID-19 Response Fund. Kemudian berbagi lebih banyak dosis melalui COVAX Facility kenapa ini penting sekali adalah dalam rangka memenuhi akses yang sama untuk vaksin ke semua negara," ungkapnya.
"Ke depan, peningkatan kerja sama juga diperlukan untuk meningkatkan kapasitas produksi dengan cara memproduksi di negara-negara lain," sambungnya.
Di luar isu vaksin, ujarnya, kemitraan ASEAN-China dalam membangun ketahanan kesehatan kawasan juga sangat penting guna mengantisipasi pandemi di masa mendatang.
"Hal ini dapat dicapai melalui penguatan sistem deteksi dini, investasi dalam industri kesehatan, termasuk sektor farmasi, penelitian dan pengembangan, serta pembentukan pusat produksi vaksin regional," ucap Retno.
"Di tingkat global, kita harus bekerja sama untuk memajukan kepentingan negara-negara berkembang pada perjanjian internasional tentang kesiapsiagaan pandemi," tukasnya.
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi mengatakan bahwa saat ini 75 persen vaksin dinikmati oleh 10 negara dan hanya 0.4 persen yang dinikmati oleh negara berpendapatan rendah.
"Sementara ASEAN sejauh ini baru memvaksinasi 7,8 persen populasinya. China dalam hal ini memainkan peran yang sangat penting dalam meningkatkan kerjasama vaksin," ucap Retno pada Senin (7/6/2021).
Retno mengatakan, dengan telah diterimanya persetujuan EUL Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bagi Sinopharm dan Sinovac, maka diharapkan China dapat melakukan kerjasama pembagian vaksin, termasuk melalui Covax Facility.
Ke depannya, kita berharap peningkatan kerja sama dengan Chinadalam hal ini pada dukungan terhadap ASEAN COVID-19 Response Fund. Kemudian berbagi lebih banyak dosis melalui COVAX Facility kenapa ini penting sekali adalah dalam rangka memenuhi akses yang sama untuk vaksin ke semua negara," ungkapnya.
"Ke depan, peningkatan kerja sama juga diperlukan untuk meningkatkan kapasitas produksi dengan cara memproduksi di negara-negara lain," sambungnya.
Di luar isu vaksin, ujarnya, kemitraan ASEAN-China dalam membangun ketahanan kesehatan kawasan juga sangat penting guna mengantisipasi pandemi di masa mendatang.
"Hal ini dapat dicapai melalui penguatan sistem deteksi dini, investasi dalam industri kesehatan, termasuk sektor farmasi, penelitian dan pengembangan, serta pembentukan pusat produksi vaksin regional," ucap Retno.
"Di tingkat global, kita harus bekerja sama untuk memajukan kepentingan negara-negara berkembang pada perjanjian internasional tentang kesiapsiagaan pandemi," tukasnya.
(ian)
tulis komentar anda