Tak Bayar Iuran Kontribusi, Hak Suara Iran di PBB Ditangguhkan
Minggu, 06 Juni 2021 - 04:06 WIB
TEHERAN - Iran menganggap keputusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menangguhkan hak suara (voting) Teheran di Majelis Umum PBB karena tak membayar iuran sebagai "memalukan dan tidak dapat diterima".
Baru-baru ini, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres menyerukan penerapan Pasal 19 Piagam PBB, yang mengatur penangguhan hak suara negara mana pun yang tidak membayar iurannya selama dua tahun terakhir.
Teheran menyalahkan ketidakmampuannya membayar tunggakan iuran kontribusi PBB (diperkirakan USD16,2 juta pada Februari) akibat sanksi keuangan AS, yang diberlakukan kembali oleh mantan Presiden Donald Trump pada 2018.
Sanksi AS itu membuat Iran kehilangan akses ke sistem keuangan global sehingga tak dapat mengirim atau menerima uang dari sistem keuangan itu.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Mohammad Javad Zarif menyatakan dalam pesan kepada Guterres, yang dia posting di Twitter pada Kamis, bahwa negaranya menolak penangguhan hak suaranya.
Zarif menegaskan, "Keputusan ini pada dasarnya cacat, sepenuhnya tidak dapat diterima dan sepenuhnya tidak dapat dibenarkan."
"Ketidakmampuan Iran memenuhi kewajiban keuangannya terhadap PBB secara langsung disebabkan oleh sanksi sepihak yang melanggar hukum yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat," ungkap Zarif.
Zarif menegaskan ketidakmampuan Iran untuk membayar "di luar keinginannya".
Dia mendesak pimpinan PBB untuk "tetap setia pada tujuan dan prinsip" piagam PBB, dan "menahan diri dari keputusan apa pun yang mengkhianati semangat kesetaraan kedaulatan negara anggota dan melemahkan multilateralisme."
Dalam surat yang dikirim pada 28 Mei kepada presiden Majelis Umum PBB, Guterres menyatakan bahwa lima negara anggota saat ini dilarang memberikan suara berdasarkan Pasal 19 piagam PBB.
Guterres menyebut Iran diharuskan membayar sekitar USD16,2 juta untuk mendapatkan kembali hak suaranya.
Di sisi lain, Sekjen PBB menekankan dalam suratnya, bahwa Majelis Umum PBB dapat mengizinkan negara mana pun yang dilarang memberikan suara berdasarkan Pasal 19 untuk mendapatkan kembali hak suaranya, "Jika ditemukan bahwa negara anggota yang bersangkutan tidak mampu membayar hak suaranya akibat kondisi di luar kendalinya."
Menanggapi pertanyaan tentang situasi Iran saat ini, Juru Bicara PBB Stephane Dujarric mengumumkan pada pengarahan hariannya pada Kamis bahwa, "Kami telah melakukan diskusi yang sangat intens dengan Republik Islam Iran untuk menemukan cara bagi mereka membayar iuran mereka."
Dujarric menjelaskan, "Ini bukan karena kurangnya upaya baik dari pihak kami atau dari pihak mereka, tetapi seperti yang Anda tahu, negara ini berada di bawah sejumlah sanksi bilateral, yang membuatnya sedikit menantang."
Dia menambahkan, mengenai negara anggota yang berada di bawah "prosedur otomatis" yang diatur dalam Pasal 19, kemungkinan memperoleh kembali hak suaranya diputuskan oleh negara-negara anggota Majelis Umum.
Baru-baru ini, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres menyerukan penerapan Pasal 19 Piagam PBB, yang mengatur penangguhan hak suara negara mana pun yang tidak membayar iurannya selama dua tahun terakhir.
Teheran menyalahkan ketidakmampuannya membayar tunggakan iuran kontribusi PBB (diperkirakan USD16,2 juta pada Februari) akibat sanksi keuangan AS, yang diberlakukan kembali oleh mantan Presiden Donald Trump pada 2018.
Baca Juga
Sanksi AS itu membuat Iran kehilangan akses ke sistem keuangan global sehingga tak dapat mengirim atau menerima uang dari sistem keuangan itu.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Mohammad Javad Zarif menyatakan dalam pesan kepada Guterres, yang dia posting di Twitter pada Kamis, bahwa negaranya menolak penangguhan hak suaranya.
Zarif menegaskan, "Keputusan ini pada dasarnya cacat, sepenuhnya tidak dapat diterima dan sepenuhnya tidak dapat dibenarkan."
"Ketidakmampuan Iran memenuhi kewajiban keuangannya terhadap PBB secara langsung disebabkan oleh sanksi sepihak yang melanggar hukum yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat," ungkap Zarif.
Zarif menegaskan ketidakmampuan Iran untuk membayar "di luar keinginannya".
Dia mendesak pimpinan PBB untuk "tetap setia pada tujuan dan prinsip" piagam PBB, dan "menahan diri dari keputusan apa pun yang mengkhianati semangat kesetaraan kedaulatan negara anggota dan melemahkan multilateralisme."
Dalam surat yang dikirim pada 28 Mei kepada presiden Majelis Umum PBB, Guterres menyatakan bahwa lima negara anggota saat ini dilarang memberikan suara berdasarkan Pasal 19 piagam PBB.
Guterres menyebut Iran diharuskan membayar sekitar USD16,2 juta untuk mendapatkan kembali hak suaranya.
Di sisi lain, Sekjen PBB menekankan dalam suratnya, bahwa Majelis Umum PBB dapat mengizinkan negara mana pun yang dilarang memberikan suara berdasarkan Pasal 19 untuk mendapatkan kembali hak suaranya, "Jika ditemukan bahwa negara anggota yang bersangkutan tidak mampu membayar hak suaranya akibat kondisi di luar kendalinya."
Menanggapi pertanyaan tentang situasi Iran saat ini, Juru Bicara PBB Stephane Dujarric mengumumkan pada pengarahan hariannya pada Kamis bahwa, "Kami telah melakukan diskusi yang sangat intens dengan Republik Islam Iran untuk menemukan cara bagi mereka membayar iuran mereka."
Dujarric menjelaskan, "Ini bukan karena kurangnya upaya baik dari pihak kami atau dari pihak mereka, tetapi seperti yang Anda tahu, negara ini berada di bawah sejumlah sanksi bilateral, yang membuatnya sedikit menantang."
Dia menambahkan, mengenai negara anggota yang berada di bawah "prosedur otomatis" yang diatur dalam Pasal 19, kemungkinan memperoleh kembali hak suaranya diputuskan oleh negara-negara anggota Majelis Umum.
(sya)
tulis komentar anda