Seorang Suami di Arab Saudi Ancam Ceraikan Istri Jika Hamil
Senin, 31 Mei 2021 - 09:07 WIB
RIYADH - Seorang suami di Arab Saudi mengancam akan menceraikan istrinya jika hamil. Tak terima dengan ancaman itu, sang istri justru mengajukan gugatan cerai.
Pasangan itu telah menikah selama tiga tahun. Namun, sang istri mengeluh karena suaminya selalu menolak untuk memiliki anak dan mengancam akan bercerai jika dia hamil dan memiliki anak.
Dalam gugatan cerainya, wanita tersebut juga menuntut kompensasi atas derita yang dia rasakan.
Dia mengatakan bahwa suaminya tidak memiliki masalah atau hambatan hukum yang mencegahnya untuk memiliki anak.
"Sebaliknya, dia menolak itu dengan dalih bahwa dia tidak ingin memikul tanggung jawab anak dan dia tidak mendapatkannya sampai setelah menikah," kata wanita tersebut dalam dokumen gugatannya.
Wanita itu mengatakan setiap kali dia ingin hamil, suaminya menyerangnya dan mengancam akan menceraikannya. "Dan ketika saya menuntut cerai, dia menolak dan mengirim saya ke rumah keluarga saya,” kata wanita tersebut yang dilansir Gulf News, Senin (31/5/2021) tanpa mengungkap identitasnya.
Konsultan hukum Salih Al Huraibi mengatakan melarang perempuan untuk memiliki anak tanpa hambatan hukum atau masalah yang diderita suami tidak diperbolehkan, karena mengandung dan memiliki anak merupakan hak yang sah bagi istri.
Dalam kasus seperti itu, perempuan berhak untuk bercerai karena ada kekurangan pada laki-laki—ketidakmampuan untuk bertanggung jawab seperti yang diklaim oleh istri," ujarnya.
“Syariah datang untuk melestarikan keturunan manusia dan mencegah perempuan memiliki anak adalah bertentangan dengan itu. Soal tuntutan ganti rugi atas kerusakan psikologis yang dialaminya, terserah pengadilan yang memutuskan," kata Al Huraibi.
Abdul Rahman Al Zahrani, seorang konselor keluarga, menjelaskan: “Larangan melahirkan tidak diperbolehkan selama wanita mampu melakukannya, karena hal ini menyebabkan kerenggangan atau kebencian di antara pasangan."
“Jika seorang laki-laki memaksa istrinya untuk tidak mengandung, dia akan melampaui batas legal selama dia mampu melakukannya, dan dia tidak memiliki cacat yang mencegah dia untuk melakukannya. Begitu pula jika wanita tidak memiliki cacat, maka melahirkan anak adalah hak bersama di antara pasangan, dan tidak satu pun dari pasangan tersebut memiliki hak untuk memonopoli hak ini," paparnya.
Pasangan itu telah menikah selama tiga tahun. Namun, sang istri mengeluh karena suaminya selalu menolak untuk memiliki anak dan mengancam akan bercerai jika dia hamil dan memiliki anak.
Dalam gugatan cerainya, wanita tersebut juga menuntut kompensasi atas derita yang dia rasakan.
Dia mengatakan bahwa suaminya tidak memiliki masalah atau hambatan hukum yang mencegahnya untuk memiliki anak.
"Sebaliknya, dia menolak itu dengan dalih bahwa dia tidak ingin memikul tanggung jawab anak dan dia tidak mendapatkannya sampai setelah menikah," kata wanita tersebut dalam dokumen gugatannya.
Wanita itu mengatakan setiap kali dia ingin hamil, suaminya menyerangnya dan mengancam akan menceraikannya. "Dan ketika saya menuntut cerai, dia menolak dan mengirim saya ke rumah keluarga saya,” kata wanita tersebut yang dilansir Gulf News, Senin (31/5/2021) tanpa mengungkap identitasnya.
Konsultan hukum Salih Al Huraibi mengatakan melarang perempuan untuk memiliki anak tanpa hambatan hukum atau masalah yang diderita suami tidak diperbolehkan, karena mengandung dan memiliki anak merupakan hak yang sah bagi istri.
Dalam kasus seperti itu, perempuan berhak untuk bercerai karena ada kekurangan pada laki-laki—ketidakmampuan untuk bertanggung jawab seperti yang diklaim oleh istri," ujarnya.
“Syariah datang untuk melestarikan keturunan manusia dan mencegah perempuan memiliki anak adalah bertentangan dengan itu. Soal tuntutan ganti rugi atas kerusakan psikologis yang dialaminya, terserah pengadilan yang memutuskan," kata Al Huraibi.
Abdul Rahman Al Zahrani, seorang konselor keluarga, menjelaskan: “Larangan melahirkan tidak diperbolehkan selama wanita mampu melakukannya, karena hal ini menyebabkan kerenggangan atau kebencian di antara pasangan."
“Jika seorang laki-laki memaksa istrinya untuk tidak mengandung, dia akan melampaui batas legal selama dia mampu melakukannya, dan dia tidak memiliki cacat yang mencegah dia untuk melakukannya. Begitu pula jika wanita tidak memiliki cacat, maka melahirkan anak adalah hak bersama di antara pasangan, dan tidak satu pun dari pasangan tersebut memiliki hak untuk memonopoli hak ini," paparnya.
(min)
tulis komentar anda