AS Tak Terima Ratusan Roket Gaza Menyerang Israel
Selasa, 11 Mei 2021 - 10:26 WIB
WASHINGTON - Pemerintah Amerika Serikat (AS) tak terima Israel diserang ratusan roket oleh kelompok militan di Jalur Gaza, Palestina pada Senin semalam.
Serangan roket besar-besaran, yang tujuh di antaranya menghantam Yerusalem untuk pertama kalinya sejak 2014, terjadi setelah konfrontasi dengan kekerasan antara warga Palestina dan pasukan Israel di Yerusalem.
"Serangan roket oleh militan Palestina di Jalur Gaza ke Israel adalah eskalasi yang tidak dapat diterima," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price seperti dikutip Reuters, Selasa (11/5/2021).
Price membuat komentar itu pada jumpa pers reguler, di mana dia menambahkan bahwa Amerika Serikat sepenuhnya terlibat untuk mempromosikan ketenangan di Yerusalem.
Militer Zionis Israel telah memberi isyarat bahwa serangan ratusan roket tersebut akan menjadi awal konflik besar-besaran.
Militer Israel telah membalas dengan membombardir Gaza dari udara. Sebanyak 20 warga Palestina di Gaza tewas, termasuk sembilan anak.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan setidaknya 11 dari mereka yang tewas adalah anggota kelompok Hamas yang telah meluncurkan ratusan roket ke Israel.
"Dalam beberapa hari ke depan, Hamas akan merasakan lengan panjang tentara [Israel]. Ini tidak akan memakan waktu beberapa menit, itu akan memakan waktu beberapa hari," kata juru bicara IDF Hidai Zilberman.
Isyarat perang besar-besaran juga dilontarkan Menteri Pertahanan Benny Gantz. Dia mengatakan IDF akan terus menyerang Hamas dan kelompok teroris lainnya di Jalur Gaza dalam apa yang dijuluki sebagai "Operation Guardian of the Walls" sampai ketenangan jangka panjang dan total dipulihkan.
Zilberman mengatakan militer dipersiapkan untuk berbagai kemungkinan, termasuk konflik yang lebih luas dengan operasi darat, serta kembali ke pembunuhan yang ditargetkan terhadap para pemimpin teroris top.
"Semuanya ada di atas meja," kata juru bicara IDF tersebut. Militer menggemakan pernyataan Menhan Gantz bahwa operasi militer yang disiapkan diberi nama "Operation Guardian of the Walls".
Gantz mengancam kepemimpinan Hamas, dengan mengatakan para komandannya akan bertanggung jawab dan membayar harga mahal untuk agresinya.
Serangan roket ke Yerusalem—yang saat ini dijadikan Ibu Kota Israel—adalah yang pertama sejak perang Gaza 2014.
Menurut militer Zionis ada lebih dari 150 roket dan mortir yang ditembakkan dari Gaza ke kota-kota Israel di dekat perbatasan Gaza. Sebagian besar serangan menargetkan Ashkelon dan Sderot. Sistem pertahanan rudal Iron Dome tepantau sibuk melesatkan misil-misil pencegat untuk menembak jatuh roket-roket asal Gaza.
Komunitas yang lebih kecil di wilayah Sha'ar Hanegev di Israel selatan juga diserang.
Sebuah peluru kendali anti-tank juga ditembakkan ke mobil sipil Israel yang sedang berjalan di sebuah bukit di selatan Sderot. Serangan itu menyebabkan satu warga terluka.
Lihat Juga: 3 Alasan Hamas Ingin Menghentikan Perang di Gaza, Nomor 2 Sikap Negara Islam Mengecewakan
Serangan roket besar-besaran, yang tujuh di antaranya menghantam Yerusalem untuk pertama kalinya sejak 2014, terjadi setelah konfrontasi dengan kekerasan antara warga Palestina dan pasukan Israel di Yerusalem.
"Serangan roket oleh militan Palestina di Jalur Gaza ke Israel adalah eskalasi yang tidak dapat diterima," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price seperti dikutip Reuters, Selasa (11/5/2021).
Price membuat komentar itu pada jumpa pers reguler, di mana dia menambahkan bahwa Amerika Serikat sepenuhnya terlibat untuk mempromosikan ketenangan di Yerusalem.
Militer Zionis Israel telah memberi isyarat bahwa serangan ratusan roket tersebut akan menjadi awal konflik besar-besaran.
Militer Israel telah membalas dengan membombardir Gaza dari udara. Sebanyak 20 warga Palestina di Gaza tewas, termasuk sembilan anak.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan setidaknya 11 dari mereka yang tewas adalah anggota kelompok Hamas yang telah meluncurkan ratusan roket ke Israel.
"Dalam beberapa hari ke depan, Hamas akan merasakan lengan panjang tentara [Israel]. Ini tidak akan memakan waktu beberapa menit, itu akan memakan waktu beberapa hari," kata juru bicara IDF Hidai Zilberman.
Isyarat perang besar-besaran juga dilontarkan Menteri Pertahanan Benny Gantz. Dia mengatakan IDF akan terus menyerang Hamas dan kelompok teroris lainnya di Jalur Gaza dalam apa yang dijuluki sebagai "Operation Guardian of the Walls" sampai ketenangan jangka panjang dan total dipulihkan.
Zilberman mengatakan militer dipersiapkan untuk berbagai kemungkinan, termasuk konflik yang lebih luas dengan operasi darat, serta kembali ke pembunuhan yang ditargetkan terhadap para pemimpin teroris top.
"Semuanya ada di atas meja," kata juru bicara IDF tersebut. Militer menggemakan pernyataan Menhan Gantz bahwa operasi militer yang disiapkan diberi nama "Operation Guardian of the Walls".
Gantz mengancam kepemimpinan Hamas, dengan mengatakan para komandannya akan bertanggung jawab dan membayar harga mahal untuk agresinya.
Serangan roket ke Yerusalem—yang saat ini dijadikan Ibu Kota Israel—adalah yang pertama sejak perang Gaza 2014.
Menurut militer Zionis ada lebih dari 150 roket dan mortir yang ditembakkan dari Gaza ke kota-kota Israel di dekat perbatasan Gaza. Sebagian besar serangan menargetkan Ashkelon dan Sderot. Sistem pertahanan rudal Iron Dome tepantau sibuk melesatkan misil-misil pencegat untuk menembak jatuh roket-roket asal Gaza.
Komunitas yang lebih kecil di wilayah Sha'ar Hanegev di Israel selatan juga diserang.
Sebuah peluru kendali anti-tank juga ditembakkan ke mobil sipil Israel yang sedang berjalan di sebuah bukit di selatan Sderot. Serangan itu menyebabkan satu warga terluka.
Lihat Juga: 3 Alasan Hamas Ingin Menghentikan Perang di Gaza, Nomor 2 Sikap Negara Islam Mengecewakan
(min)
tulis komentar anda