Separuh Warga Myanmar Diprediksi Jatuh ke Jurang Kemiskinan pada 2022

Senin, 10 Mei 2021 - 01:00 WIB
Ilustrasi
YANGON - Dampak ganda pandemi Covid-19 dan krisis politik pasca kudeta militer di Myanmar berdampak sangat besar pada masyarakat di negara itu. Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) menyebut, hampir setengah populasi, atau sebanyak 25 juta orang warga Myanmar bisa jatuh miskin pada tahun 2022.

UNDP, dalam laporan yang dirilis pada akhir April, mengatakan, bahwa efek dari krisis tersebut dapat mendorong jutaan lebih banyak orang ke dalam kemiskinan.



"COVID-19 dan krisis politik yang sedang berlangsung menambah guncangan yang mendorong mereka yang paling rentan kembali dan semakin dalam ke dalam kemiskinan," jelas Asisten Sekretaris Jenderal PBB dan Direktur Regional UNDP untuk Asia dan Pasifik, Kanni Wignaraja.



"Pencapaian pembangunan yang dicapai selama satu dekade transisi demokrasi, betapapun tidak sempurnanya, akan terhapus dalam hitungan bulan," sambungnya, seperti dilansir Channel News asia.

Dia menuturkan, kemajuan negara itu mungkin akan mundur ke tahun 2005, ketika negara itu juga berada di bawah kekuasaan militer dan separuh penduduknya miskin.



Dalam laporannya, UNDP mengatakan bahwa pada akhir tahun lalu, rata-rata 83 persen rumah tangga melaporkan pendapatan mereka telah dipotong hampir setengahnya karena pandemi. Jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan diperkirakan meningkat 11 persen karena efek sosio-ekonomi pandemi.

Sementara itu, laporan tersebut mengatakan situasi keamanan yang memburuk, serta ancaman terhadap HAM dan pembangunan, di Myanmar sejak kudeta 1 Februari dapat meningkatkan tingkat kemiskinan hingga 12 persen pada awal tahun depan.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi, menahan dia dan politisi sipil lainnya. Militer juga menindak keras para demonstran yang menolak kudeta. Laporan tersebut mengatakan perempuan dan anak-anak akan menanggung beban terberat dari krisis.



"Separuh dari semua anak di Myanmar bisa hidup dalam kemiskinan dalam satu tahun. Pengungsi internal yang sudah rentan juga menghadapi lebih banyak tekanan," ujarnya.

Laporan itu mengatakan, kemiskinan perkotaan diperkirakan meningkat tiga kali lipat, sementara situasi keamanan mematahkan rantai pasokan dan menghambat pergerakan orang, jasa, dan komoditas, termasuk barang-barang pertanian.

Tekanan pada mata uang Myanmar, Kyat, juga telah meningkatkan harga impor dan energi, kata laporan itu. Sementara sistem perbankan di negara tersebut tetap lumpuh.

“Seperti yang dinyatakan oleh Sekjen PBB, skala krisis membutuhkan tanggapan internasional yang mendesak dan terpadu,” tukas Wignaraja.
(esn)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More