Dokumenter Baru Ungkap Agen Pemerintah China Justru Dukung Terorisme di Xinjiang
Sabtu, 03 April 2021 - 14:03 WIB
"Buku teks tahun 2003 dan 2009 mengandung banyak darah kental, kekerasan, terorisme dan separatisme. Dengan memutarbalikkan fakta sejarah, mereka ingin menanamkan separatisme pada siswa dengan tujuan [tujuan] untuk memecah China," kata Suriya Mirhadam, editor dari Xinjiang Education Publishing House, dalam film dokumenter tersebut yang dikutip Global Times, Jumat (3/4/2021) malam.
"Perspektif anak-anak dan nilai-nilai kehidupan secara bertahap terbentuk selama masa kanak-kanak. Jika mereka dipengaruhi oleh buku-buku beracun seperti itu pada saat itu, akan sulit untuk menghitung konsekuensi yang sangat negatif," ujar Li Wei, seorang peneliti di Institut Hubungan Internasional Kontemporer China dan seorang ahli kontraterorisme, kepada Global Times.
Kadir Memet, mantan Wakil Kepala Biro Keamanan Umum Urumqi, mengatakan dalam film dokumenter itu bahwa bahaya terbesar sering kali datang dari musuh di dalam.
Rilis dokumenter dan topik terkait, termasuk buku teks bermasalah yang digunakan selama 13 tahun di Xinjiang, menjadi penelusuran populer di media sosial China; Sina Weibo, pada hari Jumat, di mana rilis dokumenter itu ditonton lebih dari 100 juta kali.
Pengguna Weibo mengecam separatis yang menodai pendidikan dan menyesatkan anak-anak.
"Mirip dengan perkelahian jalanan di Hong Kong, hal yang paling mengerikan adalah menanamkan kebencian di buku pelajaran sekolah. Ini bertujuan untuk menghapus identitas nasional Anda. Buku teks beracun ini telah meracuni satu generasi," kata seorang pengguna Sina Weibo.
"Kebenaran adalah kebalikan dari persepsi Barat yang salah arah, [masalah] Xinjiang bukanlah tentang etnis atau agama, tetapi tentang memerangi ekstremisme dan terorisme," tulis seorang pengguna Twitter; M. Azeem Khan.
Pengungkapan mendalam dalam film dokumenter tersebut menyoroti legitimasi dan perlunya upaya anti-terorisme dan deradikalisasi, yang juga merupakan serangan balik yang kuat terhadap pasukan anti-China di Barat.
Faktanya, mendidik ulang orang-orang dengan pemikiran radikal adalah praktik umum di banyak negara, seperti di Singapura dan Inggris. Hal itu disampaikan Li Juan, Ketua Komite Urusan Hukum Kongres Rakyat Xinjiang.
"Perspektif anak-anak dan nilai-nilai kehidupan secara bertahap terbentuk selama masa kanak-kanak. Jika mereka dipengaruhi oleh buku-buku beracun seperti itu pada saat itu, akan sulit untuk menghitung konsekuensi yang sangat negatif," ujar Li Wei, seorang peneliti di Institut Hubungan Internasional Kontemporer China dan seorang ahli kontraterorisme, kepada Global Times.
Kadir Memet, mantan Wakil Kepala Biro Keamanan Umum Urumqi, mengatakan dalam film dokumenter itu bahwa bahaya terbesar sering kali datang dari musuh di dalam.
Rilis dokumenter dan topik terkait, termasuk buku teks bermasalah yang digunakan selama 13 tahun di Xinjiang, menjadi penelusuran populer di media sosial China; Sina Weibo, pada hari Jumat, di mana rilis dokumenter itu ditonton lebih dari 100 juta kali.
Pengguna Weibo mengecam separatis yang menodai pendidikan dan menyesatkan anak-anak.
"Mirip dengan perkelahian jalanan di Hong Kong, hal yang paling mengerikan adalah menanamkan kebencian di buku pelajaran sekolah. Ini bertujuan untuk menghapus identitas nasional Anda. Buku teks beracun ini telah meracuni satu generasi," kata seorang pengguna Sina Weibo.
"Kebenaran adalah kebalikan dari persepsi Barat yang salah arah, [masalah] Xinjiang bukanlah tentang etnis atau agama, tetapi tentang memerangi ekstremisme dan terorisme," tulis seorang pengguna Twitter; M. Azeem Khan.
Pengungkapan mendalam dalam film dokumenter tersebut menyoroti legitimasi dan perlunya upaya anti-terorisme dan deradikalisasi, yang juga merupakan serangan balik yang kuat terhadap pasukan anti-China di Barat.
Faktanya, mendidik ulang orang-orang dengan pemikiran radikal adalah praktik umum di banyak negara, seperti di Singapura dan Inggris. Hal itu disampaikan Li Juan, Ketua Komite Urusan Hukum Kongres Rakyat Xinjiang.
tulis komentar anda