Hadapi China yang Makin Agresif, Australia Akan Gabung Latihan Perang Prancis
Sabtu, 27 Maret 2021 - 15:26 WIB
CANBERRA - Australia akan bergabung dengan sekutu Quad barunya dalam latihan perang Angkatan Laut Prancis bulan depan saat. Manuver militer itu akan digelar ketika kawasan tersebut meningkatkan kerjasamanya dalam menghadapi China yang semakin agresif.
Latihan perang "La Perouse" yang dipimpin Prancis akan digelar di Teluk Benggala dari 5 hingga 7 April. Fregat perang anti-kapal selam Australia; HMAS Anzac, akan ambil bagian bersama dengan kapal pemasok HMAS Sirius.
Latihan ini dilakukan saat memburuknya hubungan antara Beijing dan Paris semakin mendalam. Duta Besar China untuk Prancis menolak panggilan diplomatik setelah serangan hebat "wolf warrior" terhadap para kritikus kebijakan Partai Komunis China.
Ini adalah pengalaman yang dapat dihubungkan dengan Australia.
“Kerjasama reguler dengan mitra dan tetangga kita sangat penting untuk menjaga kawasan Indo-Pasifik yang damai, inklusif, berdaulat, dan tangguh, di mana hak-hak semua negara dihormati,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Pertahanan Australia Marise Payne tentang latihan perang La Perouse seperti dikutip news.com.au, Sabtu (27/3/2021).
India telah diundang untuk mengirim kapal untuk pertama kalinya, bergabung dengan Jepang dan Amerika Serikat.
Ini merupakan indikasi lain dari kerjasama yang berkembang di wilayah tersebut.
Pada November tahun lalu, Australia mengambil bagian dalam latihan perang besar-besaran "Malabar" di India untuk pertama kalinya.
Militer China, pada saat itu, sudah sibuk di dekatnya.
Kerjasama militer Prancis yang meningkat di Indo-Pasifik terjadi ketika ketegangan berkobar antara Paris dan Beijing karena serentetan penghinaan yang "tidak dapat diterima".
Analis Prancis; Antoine Bondaz, telah dicap sebagai "preman kecil", "troll ideologis", dan "hyena gila" oleh diplomat "wolf warrior" Beijing. Anggota Parlemen Prancis; Raphael Glucksmann, masuk daftar hitam Beijing karena pernah mengunjungi China setelah berusaha mengunjungi Taiwan.
Serangan itu dengan cepat meningkat menjadi insiden diplomatik. Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves le Drian turun tangan.
“Tidak ada tempat dalam hubungan Prancis-China untuk penghinaan dan upaya intimidasi terhadap pejabat dan peneliti terpilih. Kami membela mereka yang mewujudkan kebebasan berbicara dan demokrasi. Selalu dan di mana-mana," tulis Le Drian.
"Pernyataan Kedutaan Besar China di Prancis dan tindakan mereka terhadap pejabat terpilih, peneliti, dan diplomat Uni Eropa tidak dapat diterima," ujarnya.
Media China, Global Times yang dikelola Partai Komunis China, menuduh Bondaz sebagai propagandis radikal anti-China yang bersekutu dengan Amerika Serikat. Bondaz mengatakan serangan itu dapat diprediksi saat dia bekerja pada topik yang sensitif bagi otoritas politik China.
"Serangan-serangan ini pada kenyataannya bertujuan untuk membungkam debat publik di Prancis dalam mengizinkan kedutaan besar China untuk memaksakan subjek yang dapat atau tidak dapat didiskusikan," katanya kepada France24.
Namun, ketika dipanggil untuk menjelaskan posisinya kepada Kementerian Luar Negeri Prancis, Duta Besar China Lu Shaye menolak datang dengan alasan jadwal pemanggilan berbenturan dengan agendanya.
Menteri Eropa Prancis, Clement Beaune, mengatakan penundaan untuk memenuhi panggilan itu merupakan penghinaan. "Ketika Anda dipanggil sebagai duta besar, Anda berkunjung ke kementerian luar negeri," katanya. "Baik Prancis maupun Eropa bukanlah keset."
Latihan perang "La Perouse" yang dipimpin Prancis akan digelar di Teluk Benggala dari 5 hingga 7 April. Fregat perang anti-kapal selam Australia; HMAS Anzac, akan ambil bagian bersama dengan kapal pemasok HMAS Sirius.
Latihan ini dilakukan saat memburuknya hubungan antara Beijing dan Paris semakin mendalam. Duta Besar China untuk Prancis menolak panggilan diplomatik setelah serangan hebat "wolf warrior" terhadap para kritikus kebijakan Partai Komunis China.
Ini adalah pengalaman yang dapat dihubungkan dengan Australia.
“Kerjasama reguler dengan mitra dan tetangga kita sangat penting untuk menjaga kawasan Indo-Pasifik yang damai, inklusif, berdaulat, dan tangguh, di mana hak-hak semua negara dihormati,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Pertahanan Australia Marise Payne tentang latihan perang La Perouse seperti dikutip news.com.au, Sabtu (27/3/2021).
India telah diundang untuk mengirim kapal untuk pertama kalinya, bergabung dengan Jepang dan Amerika Serikat.
Ini merupakan indikasi lain dari kerjasama yang berkembang di wilayah tersebut.
Pada November tahun lalu, Australia mengambil bagian dalam latihan perang besar-besaran "Malabar" di India untuk pertama kalinya.
Militer China, pada saat itu, sudah sibuk di dekatnya.
Kerjasama militer Prancis yang meningkat di Indo-Pasifik terjadi ketika ketegangan berkobar antara Paris dan Beijing karena serentetan penghinaan yang "tidak dapat diterima".
Analis Prancis; Antoine Bondaz, telah dicap sebagai "preman kecil", "troll ideologis", dan "hyena gila" oleh diplomat "wolf warrior" Beijing. Anggota Parlemen Prancis; Raphael Glucksmann, masuk daftar hitam Beijing karena pernah mengunjungi China setelah berusaha mengunjungi Taiwan.
Serangan itu dengan cepat meningkat menjadi insiden diplomatik. Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves le Drian turun tangan.
“Tidak ada tempat dalam hubungan Prancis-China untuk penghinaan dan upaya intimidasi terhadap pejabat dan peneliti terpilih. Kami membela mereka yang mewujudkan kebebasan berbicara dan demokrasi. Selalu dan di mana-mana," tulis Le Drian.
"Pernyataan Kedutaan Besar China di Prancis dan tindakan mereka terhadap pejabat terpilih, peneliti, dan diplomat Uni Eropa tidak dapat diterima," ujarnya.
Media China, Global Times yang dikelola Partai Komunis China, menuduh Bondaz sebagai propagandis radikal anti-China yang bersekutu dengan Amerika Serikat. Bondaz mengatakan serangan itu dapat diprediksi saat dia bekerja pada topik yang sensitif bagi otoritas politik China.
"Serangan-serangan ini pada kenyataannya bertujuan untuk membungkam debat publik di Prancis dalam mengizinkan kedutaan besar China untuk memaksakan subjek yang dapat atau tidak dapat didiskusikan," katanya kepada France24.
Namun, ketika dipanggil untuk menjelaskan posisinya kepada Kementerian Luar Negeri Prancis, Duta Besar China Lu Shaye menolak datang dengan alasan jadwal pemanggilan berbenturan dengan agendanya.
Menteri Eropa Prancis, Clement Beaune, mengatakan penundaan untuk memenuhi panggilan itu merupakan penghinaan. "Ketika Anda dipanggil sebagai duta besar, Anda berkunjung ke kementerian luar negeri," katanya. "Baik Prancis maupun Eropa bukanlah keset."
(min)
tulis komentar anda