Junta Myanmar Bebaskan Ratusan Demonstran, Pemogokan Lumpuhkan Yangon
Rabu, 24 Maret 2021 - 15:58 WIB
YANGON - Junta Myanmar membebaskan ratusan demonstran yang ditangkap selama penumpasan brutal terhadap aksi protes pada Rabu (24/3).
Banyak bisnis di Yangon tetap tutup dan jalan-jalan sepi setelah aktivis anti-kudeta menyerukan pemogokan diam-diam.
“Beberapa bus yang penuh dengan narapidana keluar dari penjara Insein Yangon pada pagi hari,” papar saksi mata.
Mereka yang keluar dari bus itu termasuk para pengacara untuk beberapa narapidana.
Tidak ada kabar langsung dari pihak berwenang tentang berapa banyak tahanan yang dibebaskan. Seorang juru bicara militer tidak menjawab panggilan.
Lihat infografis: Rudal Baru Israel, Bisa Lumpuhkan Ancaman Berjarak 150 Km
“Semua yang dibebaskan adalah mereka yang ditangkap karena protes, serta penangkapan malam atau mereka yang keluar untuk membeli sesuatu,” papar seorang anggota kelompok penasihat hukum yang mengatakan dia melihat sekitar 15 bus membawa para tahanan.
Kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) mengatakan setidaknya 2.000 orang telah ditangkap dalam tindakan keras militer terhadap protes terhadap kudeta 1 Februari.
“Banyak bisnis ditutup di Yangon, dan beberapa kendaraan terlihat di jalanan di kota terbesar negara itu,” ujar saksi mata.
Para aktivis pro-demokrasi menyerukan pemogokan secara diam-diam.
“Tidak ada yang keluar, tidak ada toko, tidak ada aktivitas pekerjaan. Semua ditutup. Hanya untuk satu hari,” papar Nobel Aung, seorang ilustrator dan aktivis, pada Reuters.
“Penjual daging dan sayuran yang biasa ada di jalanan tidak muncul,” ungkap seorang penduduk distrik Mayangone di kota itu.
Tidak ada suara mobil-mobil melintasi jalan, hanya suara burung.
Seorang guru di distrik Kyauktada mengatakan jalanan sepi. “Tidak banyak orang di jalanan, hanya petugas pengantar air,” papar penduduk.
Pemogokan itu terjadi sehari setelah staf di layanan pemakaman di Mandalay mengatakan kepada Reuters bahwa seorang gadis berusia tujuh tahun tewas karena luka tembak di kota itu.
“Gadis itu adalah korban termuda dari sekitar 275 orang yang tewas dalam penumpasan berdarah oleh militer,” ungkap pernyataan AAPP.
“Para tentara menembak ayahnya tetapi mengenai gadis yang duduk di pangkuannya di dalam rumah mereka,” ujar saudara perempuannya kepada outlet media Myanmar Now.
“Dua pria juga tewas di distrik itu,” ungkap dia.
Pihak militer tidak segera mengomentari insiden tersebut.
Junta menghadapi kecaman internasional karena melakukan kudeta yang menghentikan transisi Myanmar menuju demokrasi.
Junta dikecam karena penindasan mematikan atas protes yang terjadi setelah kudeta.
Militer mencoba membenarkan pengambilalihan tersebut dengan mengatakan pemilu 8 November yang dimenangkan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi adalah hasil kecurangan.
Para pemimpin militer telah menjanjikan pemilu baru tetapi belum menetapkan tanggal dan telah menyatakan keadaan darurat.
Juru bicara Junta Zaw Min Tun mengatakan pada Selasa 164 pengunjuk rasa telah tewas dan menyatakan kesedihan atas kematian itu.
Pernyataan itu sehari setelah Uni Eropa dan Amerika Serikat memberlakukan lebih banyak sanksi terhadap kelompok atau individu yang terkait dengan kudeta.
Dia menyalahkan pertumpahan darah pada para pengunjuk rasa dan mengatakan sembilan anggota pasukan keamanan juga tewas.
Dia mengatakan pemogokan dan rumah sakit yang tidak beroperasi sepenuhnya telah menyebabkan kematian, termasuk dari COVID-19.
Para penentang junta militer secara teratur menyerukan pemogokan dan kampanye pembangkangan sipil yang diikuti para pegawai negeri telah melumpuhkan ekonomi.
Lihat Juga: Jasmerah! Ini Sejarah, Latar Belakang, dan Kronologi Meletusnya G30S PKI yang Jangan Dilupakan
Banyak bisnis di Yangon tetap tutup dan jalan-jalan sepi setelah aktivis anti-kudeta menyerukan pemogokan diam-diam.
“Beberapa bus yang penuh dengan narapidana keluar dari penjara Insein Yangon pada pagi hari,” papar saksi mata.
Mereka yang keluar dari bus itu termasuk para pengacara untuk beberapa narapidana.
Tidak ada kabar langsung dari pihak berwenang tentang berapa banyak tahanan yang dibebaskan. Seorang juru bicara militer tidak menjawab panggilan.
Lihat infografis: Rudal Baru Israel, Bisa Lumpuhkan Ancaman Berjarak 150 Km
“Semua yang dibebaskan adalah mereka yang ditangkap karena protes, serta penangkapan malam atau mereka yang keluar untuk membeli sesuatu,” papar seorang anggota kelompok penasihat hukum yang mengatakan dia melihat sekitar 15 bus membawa para tahanan.
Kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) mengatakan setidaknya 2.000 orang telah ditangkap dalam tindakan keras militer terhadap protes terhadap kudeta 1 Februari.
“Banyak bisnis ditutup di Yangon, dan beberapa kendaraan terlihat di jalanan di kota terbesar negara itu,” ujar saksi mata.
Para aktivis pro-demokrasi menyerukan pemogokan secara diam-diam.
“Tidak ada yang keluar, tidak ada toko, tidak ada aktivitas pekerjaan. Semua ditutup. Hanya untuk satu hari,” papar Nobel Aung, seorang ilustrator dan aktivis, pada Reuters.
“Penjual daging dan sayuran yang biasa ada di jalanan tidak muncul,” ungkap seorang penduduk distrik Mayangone di kota itu.
Tidak ada suara mobil-mobil melintasi jalan, hanya suara burung.
Seorang guru di distrik Kyauktada mengatakan jalanan sepi. “Tidak banyak orang di jalanan, hanya petugas pengantar air,” papar penduduk.
Pemogokan itu terjadi sehari setelah staf di layanan pemakaman di Mandalay mengatakan kepada Reuters bahwa seorang gadis berusia tujuh tahun tewas karena luka tembak di kota itu.
“Gadis itu adalah korban termuda dari sekitar 275 orang yang tewas dalam penumpasan berdarah oleh militer,” ungkap pernyataan AAPP.
“Para tentara menembak ayahnya tetapi mengenai gadis yang duduk di pangkuannya di dalam rumah mereka,” ujar saudara perempuannya kepada outlet media Myanmar Now.
“Dua pria juga tewas di distrik itu,” ungkap dia.
Pihak militer tidak segera mengomentari insiden tersebut.
Junta menghadapi kecaman internasional karena melakukan kudeta yang menghentikan transisi Myanmar menuju demokrasi.
Junta dikecam karena penindasan mematikan atas protes yang terjadi setelah kudeta.
Militer mencoba membenarkan pengambilalihan tersebut dengan mengatakan pemilu 8 November yang dimenangkan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi adalah hasil kecurangan.
Para pemimpin militer telah menjanjikan pemilu baru tetapi belum menetapkan tanggal dan telah menyatakan keadaan darurat.
Juru bicara Junta Zaw Min Tun mengatakan pada Selasa 164 pengunjuk rasa telah tewas dan menyatakan kesedihan atas kematian itu.
Pernyataan itu sehari setelah Uni Eropa dan Amerika Serikat memberlakukan lebih banyak sanksi terhadap kelompok atau individu yang terkait dengan kudeta.
Dia menyalahkan pertumpahan darah pada para pengunjuk rasa dan mengatakan sembilan anggota pasukan keamanan juga tewas.
Dia mengatakan pemogokan dan rumah sakit yang tidak beroperasi sepenuhnya telah menyebabkan kematian, termasuk dari COVID-19.
Para penentang junta militer secara teratur menyerukan pemogokan dan kampanye pembangkangan sipil yang diikuti para pegawai negeri telah melumpuhkan ekonomi.
Lihat Juga: Jasmerah! Ini Sejarah, Latar Belakang, dan Kronologi Meletusnya G30S PKI yang Jangan Dilupakan
(sya)
tulis komentar anda