Sebut China Mampu Memulai Perang, Taiwan Tumpuk Militer di Laut China Selatan
Rabu, 17 Maret 2021 - 22:55 WIB
TAIPEI - Taiwan mengakui telah meningkatkan kehadiran militernya di Laut China Selatan yang disengketakan, karena AS menyetujui ekspor teknologi kapal selam untuk armada pulau itu. Taipei juga meyakini China telah mampu untuk memulai perang atau menginvasi Taiwan.
Pengakuan penumpukan militer Taipei itu disamapaikan menteri pertahanan yang baru ditunjuk, Chiu Kuo-cheng, Rabu (17/3/2021).
"Mereka mampu memulai perang," kata Chiu ketika ditanya apakah Beijing dapat menyerang Taiwan, sebagaimana dikutip Russia Today. “Tujuan saya adalah agar kita selalu siap setiap saat.”
Dia berpidato di depan parlemen negara pulau itu, yang dianggap oleh Beijing sebagai bagian integral dari China.
Menteri Chiu mengungkapkan bahwa Taiwan telah meningkatkan kehadiran militernya di Itu Aba, pulau utama kepulauan Paracel yang diduduki oleh Taiwan di Laut China Selatan.
"Kehadiran militer didukung karena ekspansionisme China di wilayah tersebut," katanya. Kendati demikian, Taiwan masih belum mempertimbangkan garnisun permanen di pulau itu.
Dia juga mengungkapkan bahwa AS telah menyetujui ekspor suku cadang dan peralatan kapal selam sensitif yang telah diupayakan oleh negara kepulauan itu. Taiwan, yang sangat bergantung pada ekspor senjata AS, mengumumkan rencana untuk membangun armada kapal selam buatan dalam negeri tahun lalu.
Laut China Selatan telah menjadi sumber ketegangan yang konstan selama bertahun-tahun, karena tetap menjadi subjek klaim teritorial dan maritim yang tumpang tindih dari beberapa negara, termasuk China, Vietnam, Filipina, Taiwan, Malaysia, dan Brunei.
Wilayah kaya sumber daya itu, yang merupakan jalur perairan internasional penting yang menghasilkan triliunan dollar dari lalu lintas kapal yang lewat setiap tahun, juga menjadi target dari apa yang disebut misi "kebebasan navigasi" yang dilakukan oleh Washington.
Kapal Angkatan Laut dan pesawat mata-mata AS telah berulang kali mendengung di pulau alami dan buatan yang diklaim oleh China, dengan alasan bahwa kegiatan semacam itu berkontribusi pada "keamanan" di daerah tersebut. Beijing, di sisi lain, telah berulang kali mengutuk misi semacam itu, dengan alasan bahwa misi seperti itu hanya membawa ketidakstabilan lebih lanjut ke perairan yang bermasalah dan telah menyebabkan banyak insiden antara militer kedua negara.
Pengakuan penumpukan militer Taipei itu disamapaikan menteri pertahanan yang baru ditunjuk, Chiu Kuo-cheng, Rabu (17/3/2021).
"Mereka mampu memulai perang," kata Chiu ketika ditanya apakah Beijing dapat menyerang Taiwan, sebagaimana dikutip Russia Today. “Tujuan saya adalah agar kita selalu siap setiap saat.”
Dia berpidato di depan parlemen negara pulau itu, yang dianggap oleh Beijing sebagai bagian integral dari China.
Menteri Chiu mengungkapkan bahwa Taiwan telah meningkatkan kehadiran militernya di Itu Aba, pulau utama kepulauan Paracel yang diduduki oleh Taiwan di Laut China Selatan.
"Kehadiran militer didukung karena ekspansionisme China di wilayah tersebut," katanya. Kendati demikian, Taiwan masih belum mempertimbangkan garnisun permanen di pulau itu.
Dia juga mengungkapkan bahwa AS telah menyetujui ekspor suku cadang dan peralatan kapal selam sensitif yang telah diupayakan oleh negara kepulauan itu. Taiwan, yang sangat bergantung pada ekspor senjata AS, mengumumkan rencana untuk membangun armada kapal selam buatan dalam negeri tahun lalu.
Laut China Selatan telah menjadi sumber ketegangan yang konstan selama bertahun-tahun, karena tetap menjadi subjek klaim teritorial dan maritim yang tumpang tindih dari beberapa negara, termasuk China, Vietnam, Filipina, Taiwan, Malaysia, dan Brunei.
Wilayah kaya sumber daya itu, yang merupakan jalur perairan internasional penting yang menghasilkan triliunan dollar dari lalu lintas kapal yang lewat setiap tahun, juga menjadi target dari apa yang disebut misi "kebebasan navigasi" yang dilakukan oleh Washington.
Kapal Angkatan Laut dan pesawat mata-mata AS telah berulang kali mendengung di pulau alami dan buatan yang diklaim oleh China, dengan alasan bahwa kegiatan semacam itu berkontribusi pada "keamanan" di daerah tersebut. Beijing, di sisi lain, telah berulang kali mengutuk misi semacam itu, dengan alasan bahwa misi seperti itu hanya membawa ketidakstabilan lebih lanjut ke perairan yang bermasalah dan telah menyebabkan banyak insiden antara militer kedua negara.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda