Sanksi AS Tak Mempan, Iran Leluasa Jual Minyak ke China Secara Fantastis
Selasa, 09 Maret 2021 - 10:59 WIB
BEIJING - Iran dilaporkan telah berhasil menjual minyak ke China dalam jumlah volume yang fantastis. Ini mengejutkan karena Amerika Serikat (AS) telah menjatuhkan sanksi yang melarang negara para Ayatollah itu mengekspor minyak ke luar negeri.
Sanksi Washington sejatinya melarang Teheran menjual minyak mentahnya ke China, India, Jepang, dan Korea Selatan sejak 2018.
Namun, China tidak pernah menghentikan impor minyak mentah Iran sepenuhnya. Sebagian besar pengiriman minyak dilaporkan tidak langsung, yang secara resmi diidentifikasi sebagai minyak dari negara-negara Teluk lainnya.
Republik Islam Iran telah mengirimkan sekitar 17,8 juta ton minyak mentah ke pelabuhan China selama 14 bulan terakhir, dengan volume mencapai tertinggi dalam sejarah pada Januari dan Februari. Data itu berasal dari Refinitiv Oil Research—unit yang fokus pada energi dari penyedia global data pasar keuangan dan infrastruktur Refinitiv—yang dikutip Reuters, Selasa (9/3/2021).
Hampir 75 persen dari volume tersebut dipindahkan melalui Oman, Uni Emirat Arab dan Malaysia, sementara 25 persen sisanya memasuki pelabuhan China yang secara resmi ditandai sebagai kargo Iran.
"Volume mulai melonjak dari kuartal terakhir tahun 2020, dengan provinsi Shandong sebagai wilayah penerima teratas, yang mengindikasikan pabrik independen adalah konsumen utama," kata Emma Li, analis aliran minyak mentah Refinitiv.
Pakar tersebut menambahkan bahwa kapal tanker yang penuh dengan minyak Iran mematikan transponder saat memuat untuk menghindari deteksi, dan hanya dapat dilacak di dekat pelabuhan di Oman, Uni Emirat Arab dan Irak. Sebagian besar transaksi keuangan dilaporkan dilakukan dalam Yuan China atau dalam Euro, untuk menghindari pengawasan AS.
“Iran adalah negara yang bersahabat dengan China dan kedua negara telah mempertahankan pertukaran dan kerjasama normal. Kerjasama antara China dan Iran di bawah kerangka hukum internasional adalah wajar dan sah, serta patut dihormati dan dilindungi,” kata kantor juru bicara Kementerian Luar Negeri China.
Sementara itu, penyuling India dilaporkan telah menambahkan minyak mentah Iran ke dalam rencana impor tahunan mereka, dengan keyakinan bahwa pemerintahan AS yang dipimpin oleh Joe Biden akan meringankan sanksi anti-Iran dalam waktu dekat.
"Ketika sanksi AS yang tidak adil dicabut, Iran akan dapat menjual minyaknya ke negara mana pun, dan saya dapat meyakinkan Anda bahwa banyak kontrak akan ditandatangani," kata seorang pejabat di Kementerian Perminyakan Iran.
Selain itu, menurut sumber yang tak disebutkan namanya kepada Reuters, National Iranian Oil Company (NIOC) atau Perusahaan Minyak Iran Nasional telah meluncurkan pembicaraan dengan pelanggan Asia sejak presiden AS yang baru menjabat, untuk mengevaluasi permintaan potensial.
“Mereka berbicara dengan kami. Mereka berkata: 'Segera mereka berharap untuk melanjutkan pasokan minyak.' Kami berkata: 'Insya Allah',” kata salah satu sumber di penyulingan India.
China dan India menduduki peringkat kedua dan ketiga konsumen minyak terbesar dunia, setelah AS.
Sanksi Washington sejatinya melarang Teheran menjual minyak mentahnya ke China, India, Jepang, dan Korea Selatan sejak 2018.
Namun, China tidak pernah menghentikan impor minyak mentah Iran sepenuhnya. Sebagian besar pengiriman minyak dilaporkan tidak langsung, yang secara resmi diidentifikasi sebagai minyak dari negara-negara Teluk lainnya.
Republik Islam Iran telah mengirimkan sekitar 17,8 juta ton minyak mentah ke pelabuhan China selama 14 bulan terakhir, dengan volume mencapai tertinggi dalam sejarah pada Januari dan Februari. Data itu berasal dari Refinitiv Oil Research—unit yang fokus pada energi dari penyedia global data pasar keuangan dan infrastruktur Refinitiv—yang dikutip Reuters, Selasa (9/3/2021).
Hampir 75 persen dari volume tersebut dipindahkan melalui Oman, Uni Emirat Arab dan Malaysia, sementara 25 persen sisanya memasuki pelabuhan China yang secara resmi ditandai sebagai kargo Iran.
"Volume mulai melonjak dari kuartal terakhir tahun 2020, dengan provinsi Shandong sebagai wilayah penerima teratas, yang mengindikasikan pabrik independen adalah konsumen utama," kata Emma Li, analis aliran minyak mentah Refinitiv.
Pakar tersebut menambahkan bahwa kapal tanker yang penuh dengan minyak Iran mematikan transponder saat memuat untuk menghindari deteksi, dan hanya dapat dilacak di dekat pelabuhan di Oman, Uni Emirat Arab dan Irak. Sebagian besar transaksi keuangan dilaporkan dilakukan dalam Yuan China atau dalam Euro, untuk menghindari pengawasan AS.
“Iran adalah negara yang bersahabat dengan China dan kedua negara telah mempertahankan pertukaran dan kerjasama normal. Kerjasama antara China dan Iran di bawah kerangka hukum internasional adalah wajar dan sah, serta patut dihormati dan dilindungi,” kata kantor juru bicara Kementerian Luar Negeri China.
Sementara itu, penyuling India dilaporkan telah menambahkan minyak mentah Iran ke dalam rencana impor tahunan mereka, dengan keyakinan bahwa pemerintahan AS yang dipimpin oleh Joe Biden akan meringankan sanksi anti-Iran dalam waktu dekat.
"Ketika sanksi AS yang tidak adil dicabut, Iran akan dapat menjual minyaknya ke negara mana pun, dan saya dapat meyakinkan Anda bahwa banyak kontrak akan ditandatangani," kata seorang pejabat di Kementerian Perminyakan Iran.
Selain itu, menurut sumber yang tak disebutkan namanya kepada Reuters, National Iranian Oil Company (NIOC) atau Perusahaan Minyak Iran Nasional telah meluncurkan pembicaraan dengan pelanggan Asia sejak presiden AS yang baru menjabat, untuk mengevaluasi permintaan potensial.
“Mereka berbicara dengan kami. Mereka berkata: 'Segera mereka berharap untuk melanjutkan pasokan minyak.' Kami berkata: 'Insya Allah',” kata salah satu sumber di penyulingan India.
China dan India menduduki peringkat kedua dan ketiga konsumen minyak terbesar dunia, setelah AS.
(min)
tulis komentar anda