Eks Wakil Bos Mossad Kecam Netanyahu karena Gagal Atasi Ancaman Nuklir Iran
Jum'at, 05 Maret 2021 - 08:41 WIB
TEL AVIV - Mantan wakil kepala Mossad mengecam Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu karena gagal mengatasi ancaman nuklir Iran dan pandemi virus corona baru (COVID-19).
Dalam kutipan wawancara dengan surat kabar Yedioth Ahronoth, yang diterbitkan pada hari Kamis, orang nomor dua Mossad yang baru saja pensiun—yang hanya disebut sebagai "Alef"—menegaskan: "Intinya adalah manajemen yang buruk. Saya melihat manajemen yang buruk.”
”Bandingkan virus corona dengan penanganan program nuklir Iran: Jumlah uranium yang telah dikumpulkan Iran, penyebaran regionalnya—buruk. Tetapi operasi yang kami lakukan selama ini? Luar biasa," katanya, merujuk pada pencurian arsip nuklir Iran tahun 2018.
"Sama dengan virus corona. Sebentar lagi [jumlah korban tewas mencapai] 6.000 jiwa, tapi coba lihat kampanye vaksinasi itu. Hebat, bukan?," ujarnya.
Alef menegaskan bahwa Israel memiliki program terbuka dan terselubung untuk menekan mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump agar menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015. Dia menambahkan bahwa Mossad melakukan serangkaian tindakan untuk mewujudkannya, sementara itu juga menerapkan arahan dari eselon politik.
"Bagaimana Anda membongkar [kesepakatan nuklir]?. Jelas, jika Anda berhasil membuat Amerika keluar dari perjanjian, itu akan runtuh sampai akhirnya selesai. Kami mempersiapkannya, kami mulai bergerak dan arsip adalah salah satunya,” papar Alef.
Namun, Alef mengkritik hasil tersebut, dengan menyatakan bahwa situasi saat ini tidak membaik.
"Kami memiliki situasi di mana ada pengayaan uranium di Fordo, ada pekerjaan di Kashan, ada pekerjaan di Natanz, mereka telah mengumpulkan 2,5 ton uranium yang diperkaya, dan sekarang juga sentrifugal canggih. Kami memiliki pemerintahan Demokrat [di Amerika Serikat] dan situasi kami hari ini lebih buruk daripada saat kesepakatan nuklir. Mereka tidak menghentikan ekspansi regional mereka [Iran] sedetik pun—mereka memproduksi rudal,” imbuh dia.
Wawancara lengkap media Israel dengan mantan bos Mossad ini dijadwalkan dipublikasikan pada hari Jumat (5/3/2021).
Dalam kutipan wawancara dengan surat kabar Yedioth Ahronoth, yang diterbitkan pada hari Kamis, orang nomor dua Mossad yang baru saja pensiun—yang hanya disebut sebagai "Alef"—menegaskan: "Intinya adalah manajemen yang buruk. Saya melihat manajemen yang buruk.”
”Bandingkan virus corona dengan penanganan program nuklir Iran: Jumlah uranium yang telah dikumpulkan Iran, penyebaran regionalnya—buruk. Tetapi operasi yang kami lakukan selama ini? Luar biasa," katanya, merujuk pada pencurian arsip nuklir Iran tahun 2018.
"Sama dengan virus corona. Sebentar lagi [jumlah korban tewas mencapai] 6.000 jiwa, tapi coba lihat kampanye vaksinasi itu. Hebat, bukan?," ujarnya.
Alef menegaskan bahwa Israel memiliki program terbuka dan terselubung untuk menekan mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump agar menarik diri dari kesepakatan nuklir 2015. Dia menambahkan bahwa Mossad melakukan serangkaian tindakan untuk mewujudkannya, sementara itu juga menerapkan arahan dari eselon politik.
"Bagaimana Anda membongkar [kesepakatan nuklir]?. Jelas, jika Anda berhasil membuat Amerika keluar dari perjanjian, itu akan runtuh sampai akhirnya selesai. Kami mempersiapkannya, kami mulai bergerak dan arsip adalah salah satunya,” papar Alef.
Namun, Alef mengkritik hasil tersebut, dengan menyatakan bahwa situasi saat ini tidak membaik.
"Kami memiliki situasi di mana ada pengayaan uranium di Fordo, ada pekerjaan di Kashan, ada pekerjaan di Natanz, mereka telah mengumpulkan 2,5 ton uranium yang diperkaya, dan sekarang juga sentrifugal canggih. Kami memiliki pemerintahan Demokrat [di Amerika Serikat] dan situasi kami hari ini lebih buruk daripada saat kesepakatan nuklir. Mereka tidak menghentikan ekspansi regional mereka [Iran] sedetik pun—mereka memproduksi rudal,” imbuh dia.
Wawancara lengkap media Israel dengan mantan bos Mossad ini dijadwalkan dipublikasikan pada hari Jumat (5/3/2021).
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda