Terancam Sanksi, Jenderal Myanmar: Kami Sudah Terbiasa
Kamis, 04 Maret 2021 - 23:18 WIB
Schraner Burgener mengatakan dia telah melakukan percakapan dalam beberapa pekan terakhir dengan wakil panglima angkatan bersenjata Myanmar, Wakil Jenderal Senior Soe Win, untuk memperingatkannya bahwa militer kemungkinan akan menghadapi tindakan keras dari beberapa negara serta isolasi sebagai pembalasan atas kudeta.
"Jawabannya adalah: 'Kami terbiasa dengan sanksi, dan kami selamat,'" katanya.
"Ketika saya juga memperingatkan mereka akan di isolasi, jawabannya adalah: 'Kami harus belajar berjalan hanya dengan beberapa teman,'" imbuhnya.
Militer sebelumnya memerintah Myanmar selama hampir 50 tahun sebelum perlahan-lahan beralih ke pemerintahan demokratis satu dekade lalu dan mengadakan pemilihan umum pertamanya dalam beberapa tahun pada tahun 2015, yang merupakan kemenangan telak bagi NLD, partai yang dipimpin Aung San Suu Kyi.
Suu Kyi diketahui telah memiliki perjanjian kekuasaan bersama sementara dengan militer sejak dia diangkat menjadi penasihat negara pada tahun 2016, menawarkan legitimasi demokratis kepada pemerintah saat mereka memulai reformasi selama satu dekade. Peran penasihat negara, seperti perdana menteri atau kepala pemerintahan, diciptakan karena konstitusi Myanmar tahun 2008 melarang Suu Kyi menjadi presiden, karena mendiang suami dan anak-anaknya adalah warga negara asing.
Pemilihan umum 8 November tahun lalu dimaksudkan untuk menjadi referendum pada pemerintahan sipil Suu Kyi yang populer. Namun kemenangan NLD yang mengamankan kursi mayoritas parlemen jelas dan mengancam kekuasaan militer yang ketat. Konstitusi menjamin 25% kursi militer di Parlemen dan kendali beberapa kementerian utama.
Pemerintah baru yang dipimpin sipil seharusnya bersidang untuk pertama kalinya pada 1 Februari, namun seketika berubah setelah kekuasaan malah diserahkan kepada Jenderal Senior Min Aung Hlaing, panglima tertinggi angkatan bersenjata Myanmar. Perintah yang ditandatangani oleh penjabat presiden memberikan kewenangan penuh kepada Hlaing untuk menjalankan negara dan menyatakan keadaan darurat yang akan berlangsung setidaknya selama satu tahun, mengutip kecurangan pemilih yang meluas dalam pemilihan November.
Kantor Hlaing mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa militer akan mengadakan pemilihan umum yang bebas dan adil" setelah keadaan darurat berakhir. Menurut pernyataan itu, daftar pemilih akan diperiksa dan komisi pemilihan negara, yang menolak tuduhan militer atas kecurangan pemilu, akan dibentuk kembali.
"Jawabannya adalah: 'Kami terbiasa dengan sanksi, dan kami selamat,'" katanya.
"Ketika saya juga memperingatkan mereka akan di isolasi, jawabannya adalah: 'Kami harus belajar berjalan hanya dengan beberapa teman,'" imbuhnya.
Militer sebelumnya memerintah Myanmar selama hampir 50 tahun sebelum perlahan-lahan beralih ke pemerintahan demokratis satu dekade lalu dan mengadakan pemilihan umum pertamanya dalam beberapa tahun pada tahun 2015, yang merupakan kemenangan telak bagi NLD, partai yang dipimpin Aung San Suu Kyi.
Suu Kyi diketahui telah memiliki perjanjian kekuasaan bersama sementara dengan militer sejak dia diangkat menjadi penasihat negara pada tahun 2016, menawarkan legitimasi demokratis kepada pemerintah saat mereka memulai reformasi selama satu dekade. Peran penasihat negara, seperti perdana menteri atau kepala pemerintahan, diciptakan karena konstitusi Myanmar tahun 2008 melarang Suu Kyi menjadi presiden, karena mendiang suami dan anak-anaknya adalah warga negara asing.
Pemilihan umum 8 November tahun lalu dimaksudkan untuk menjadi referendum pada pemerintahan sipil Suu Kyi yang populer. Namun kemenangan NLD yang mengamankan kursi mayoritas parlemen jelas dan mengancam kekuasaan militer yang ketat. Konstitusi menjamin 25% kursi militer di Parlemen dan kendali beberapa kementerian utama.
Pemerintah baru yang dipimpin sipil seharusnya bersidang untuk pertama kalinya pada 1 Februari, namun seketika berubah setelah kekuasaan malah diserahkan kepada Jenderal Senior Min Aung Hlaing, panglima tertinggi angkatan bersenjata Myanmar. Perintah yang ditandatangani oleh penjabat presiden memberikan kewenangan penuh kepada Hlaing untuk menjalankan negara dan menyatakan keadaan darurat yang akan berlangsung setidaknya selama satu tahun, mengutip kecurangan pemilih yang meluas dalam pemilihan November.
Kantor Hlaing mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa militer akan mengadakan pemilihan umum yang bebas dan adil" setelah keadaan darurat berakhir. Menurut pernyataan itu, daftar pemilih akan diperiksa dan komisi pemilihan negara, yang menolak tuduhan militer atas kecurangan pemilu, akan dibentuk kembali.
tulis komentar anda