Azerbaijan Kehilangan 2.882 Tentara dalam Perang Nagorno-Karabakh
Rabu, 03 Maret 2021 - 10:06 WIB
BAKU - Tentara Azerbaijan kehilangan 2.881 tentara selama operasinya untuk membebaskan wilayah yang diduduki Armenia di wilayah Nagorno-Karabakh dan sekitarnya.
Data terbaru itu diungkapkan Kementerian Pertahanan (Kemhan) Azerbaijan.
Kemhan memperbarui jumlah korban tewas dari "Perang Patriotik" 44 hari yang dimulai pada 27 September 2020 dan berakhir pada 10 November.
Jumlah martir, yang sebelumnya diumumkan 2.855 orang, direvisi menjadi 2.881 orang setelah mengetahui pemakaman dan identitas para korban.
Lihat infografis: Bukan F-35, Jet Tempur NGAD Disiapkan untuk Kalahkan China
Saat mengumumkan bahwa 28 prajurit masih hilang, Kemhan mengeluarkan daftar tentara yang tewas sebagai martir dalam perang.
"Perlu dicatat bahwa pekerjaan sedang dilakukan untuk menemukan dan mengidentifikasi prajurit yang dianggap hilang," ungkap Kemhan Azerbaijan.
"Semoga Allah mengistirahatkan jiwa semua syuhada kita! Kita menundukkan kepala di depan syuhada kita!" papar pernyataan itu.
Hubungan antara dua bekas republik Soviet itu telah tegang sejak 1991, ketika militer Armenia menduduki Nagorno-Karabakh, yang juga dikenal sebagai Karabakh Atas. Wilayah itu diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan.
Ketika bentrokan baru meletus pada 27 September tahun lalu, Armenia melancarkan serangan terhadap warga sipil dan pasukan Azerbaijan, serta melanggar beberapa perjanjian gencatan senjata kemanusiaan.
Selama konflik enam pekan, Azerbaijan membebaskan beberapa kota strategis dan hampir 300 pemukiman dan desanya dari pendudukan Armenia.
Kedua negara menandatangani perjanjian yang ditengahi Rusia pada 10 November untuk mengakhiri pertempuran dan bekerja menuju resolusi yang komprehensif.
Pusat gabungan Turki-Rusia didirikan untuk memantau gencatan senjata. Pasukan penjaga perdamaian Rusia juga telah dikerahkan di wilayah tersebut.
Gencatan senjata dipandang sebagai kemenangan Azerbaijan dan kekalahan Armenia, yang angkatan bersenjatanya ditarik sesuai kesepakatan.
Sebelum konflik baru-baru ini, sekitar 20% wilayah Azerbaijan telah diduduki secara ilegal selama hampir tiga dekade.
Data terbaru itu diungkapkan Kementerian Pertahanan (Kemhan) Azerbaijan.
Kemhan memperbarui jumlah korban tewas dari "Perang Patriotik" 44 hari yang dimulai pada 27 September 2020 dan berakhir pada 10 November.
Jumlah martir, yang sebelumnya diumumkan 2.855 orang, direvisi menjadi 2.881 orang setelah mengetahui pemakaman dan identitas para korban.
Lihat infografis: Bukan F-35, Jet Tempur NGAD Disiapkan untuk Kalahkan China
Saat mengumumkan bahwa 28 prajurit masih hilang, Kemhan mengeluarkan daftar tentara yang tewas sebagai martir dalam perang.
"Perlu dicatat bahwa pekerjaan sedang dilakukan untuk menemukan dan mengidentifikasi prajurit yang dianggap hilang," ungkap Kemhan Azerbaijan.
"Semoga Allah mengistirahatkan jiwa semua syuhada kita! Kita menundukkan kepala di depan syuhada kita!" papar pernyataan itu.
Hubungan antara dua bekas republik Soviet itu telah tegang sejak 1991, ketika militer Armenia menduduki Nagorno-Karabakh, yang juga dikenal sebagai Karabakh Atas. Wilayah itu diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan.
Ketika bentrokan baru meletus pada 27 September tahun lalu, Armenia melancarkan serangan terhadap warga sipil dan pasukan Azerbaijan, serta melanggar beberapa perjanjian gencatan senjata kemanusiaan.
Selama konflik enam pekan, Azerbaijan membebaskan beberapa kota strategis dan hampir 300 pemukiman dan desanya dari pendudukan Armenia.
Kedua negara menandatangani perjanjian yang ditengahi Rusia pada 10 November untuk mengakhiri pertempuran dan bekerja menuju resolusi yang komprehensif.
Pusat gabungan Turki-Rusia didirikan untuk memantau gencatan senjata. Pasukan penjaga perdamaian Rusia juga telah dikerahkan di wilayah tersebut.
Gencatan senjata dipandang sebagai kemenangan Azerbaijan dan kekalahan Armenia, yang angkatan bersenjatanya ditarik sesuai kesepakatan.
Sebelum konflik baru-baru ini, sekitar 20% wilayah Azerbaijan telah diduduki secara ilegal selama hampir tiga dekade.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda