Merasa Dikeroyok, China Sebut Aliansi Five Eyes Gangster

Jum'at, 26 Februari 2021 - 15:34 WIB
Ilustrasi aliansi intelijen Five Eyes. Foto/Defense News
BEIJING - China , melalui medianya; Global Times, menuduh aliansi intelijen Five Eyes sebagai gangster karena hegemoni negara-negara dari aliansi tersebut. Media itu juga menuding aliansi intelijen lima negara tersebut berkomplot mengeroyok Beijing.

Five Eyes adalah aliansi intelijen yang terdiri dari intelijen Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Selandia Baru dan Australia.



“Mereka telah membentuk komunitas yang berpusat di AS, rasis, dan bergaya mafia, dengan sengaja dan dengan arogan memprovokasi China dan mencoba mengonsolidasikan hegemoni mereka seperti yang dilakukan semua gangster,” tulis tabloid pemerintah China tersebut dalam editorialnya 23 Februari yang dikutip news.com.au, Jumat (26/2/2021).

"Mereka menjadi poros rasis yang bertujuan melumpuhkan hak pembangunan 1,4 miliar orang China,” lanjut editorial tersebut.



Media Beijing itu menulis bahwa negara-negara Five Eyes secara kolektif merasa seolah-olah mereka memiliki "keunggulan peradaban" atas China.

“Anggota aliansi Five Eyes semuanya adalah negara berbahasa Inggris. Pembentukan empat negara, kecuali Inggris, adalah hasil penjajahan Inggris,” sambung editorial tersebut.

”Negara-negara itu berbagi peradaban Anglo-Saxon. Negara-negara Five Eyes telah dipersatukan oleh AS untuk menjadi 'pusat Barat'. Mereka memiliki rasa superioritas peradaban yang kuat.”

“Blok yang awalnya ditujukan untuk berbagi informasi intelijen kini telah menjadi organisasi yang menargetkan China dan Rusia. Gagasan jahat tentang rasisme telah berkembang secara sadar atau tidak sadar dalam bentrokan mereka dengan kedua negara,” imbuh editorial Global Times.

Lebih lanjut, media pemerintah China menulis bahwa Five Eyes telah diubah dari mekanisme pembagian intelijen menjadi “klik politik”.

"Diplomasi global di abad ke-21 tidak boleh dibajak oleh komunitas internasional palsu dengan poros supremasi kulit putih," tulis media rezim Komunis China tersebut. ”Kami tidak dapat membiarkan keegoisan mereka menyamar sebagai moralitas umum dunia, dan mereka tidak dapat menetapkan agenda umat manusia."



Serangan verbal media Beijing itu muncul ketika perang dagang Beijing dengan Canberra sedang memanas. Kemarin terungkap bahwa pengekspor ikan hidup terbesar Australia gagal memperbarui izin ekspornya di China.

Australian Reef Fish Traders –yang tahun lalu menyumbang 70 persen dari semua ekspor hidup—mengatakan keputusan untuk mengakhiri hubungan perdagangan selama 20 tahun tidak dapat dijelaskan.

Tindakan tersebut mengancam kelangsungan industri ikan trout koral Queensland Utara yang menguntungkan. Ini adalah yang terbaru di sejumlah industri yang menderita di bawah kemarahan Beijing karena hubungan yang terus memburuk.

Data menunjukkan bahwa puluhan ribu liter anggur Australia diblokir agar tidak memasuki China pada bulan Januari.

China juga telah membatasi ekspor batu bara Australia, suatu tindakan yang dapat merugikan Australia 15 miliar dolar setahun.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(min)
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More