Menlu Retno Tak Jadi Kunjungi Myanmar, Waktunya Tidak Tepat
Rabu, 24 Februari 2021 - 11:58 WIB
JAKARTA - Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno Marsudi tidak akan melakukan perjalanan ke Myanmar untuk mengadakan pembicaraan dengan para pemimpin junta militer negara itu.
Keputusan itu diungkapkan juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia Teuku Faizasyah pada Rabu (24/2). Sebelumnya dilaporkan bahwa Menlu Retno hendak datang ke Myanmar pada Kamis (25/2) untuk mendorong upaya diplomasi menyelesaikan krisis itu.
“Dengan mempertimbangkan perkembangan terkini dan masukan dari negara-negara ASEAN lainnya, ini bukan waktu yang ideal untuk melakukan kunjungan ke Myanmar,” tutur juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah dalam jumpa pers, dilansir Reuters.
Myanmar menghadapi lebih banyak protes jalanan menentang junta militer saat Indonesia berusaha membangun momentum bersama negara-negara Asia Tenggara lainnya untuk mencari jalan keluar dari krisis.
Pekan ini terjadi aksi unjuk rasa terbesar sejauh ini pada Senin, seiring dengan pemogokan massal untuk mengecam kudeta 1 Februari militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
Lihat infografis: Indonesia Diprotes, Kedutaan-besarnya di Myanmar Didemo
Unjuk rasa tetap terjadi meski ada peringatan dari pihak berwenang bahwa konfrontasi dapat membuat orang-orang terbunuh.
Pada Selasa, unjuk rasa secara keseluruhan berlangsung lebih sedikit, tetapi protes multi-etnis direncanakan pada Rabu (24/2) di Mayangone, bagian utara pusat komersial Yangon.
Menlu Retno telah menggalang dukungan di Asia Tenggara untuk pertemuan khusus membahas Myanmar.
Sejumlah sumber mengatakan Indonesia mengusulkan negara-negara Asia Tenggara mengirimkan pengawas untuk memastikan para jenderal menggelar "pemilu yang adil dan inklusif". Namun laporan ini dibantah oleh Retno yang menyatakan posisi Indonesia bukanlah untuk mendukung pemilu baru.
Ratusan orang berkumpul di luar kedutaan Indonesia di Yangon pada Selasa untuk menyuarakan penentangan mereka terhadap proposal pemilu baru, sementara anggota komunitas Muslim Myanmar akan mengadakan protes lain pada Rabu (24/2).
The Future Nation Alliance, kelompok aktivis yang berbasis di Myanmar, mengatakan dalam pernyataan bahwa kunjungan Retno akan "sama saja dengan mengakui junta militer".
Kelompok itu menuntut pejabat asing bertemu dengan Htin Lin Aung, perwakilan dari Komite Mewakili Pyidaungsu Hluttaw (CRPH), yang dibentuk anggota parlemen yang digulingkan, yang telah ditunjuk sebagai "satu-satunya pejabat yang bertanggung jawab untuk hubungan luar negeri".
“Kami menentang keras dan mengecam mengirim utusan pemerintah ke Burma untuk komunikasi resmi dengan rezim kudeta,” ungkap pernyataan The Future Nation Alliance.
Keputusan itu diungkapkan juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia Teuku Faizasyah pada Rabu (24/2). Sebelumnya dilaporkan bahwa Menlu Retno hendak datang ke Myanmar pada Kamis (25/2) untuk mendorong upaya diplomasi menyelesaikan krisis itu.
“Dengan mempertimbangkan perkembangan terkini dan masukan dari negara-negara ASEAN lainnya, ini bukan waktu yang ideal untuk melakukan kunjungan ke Myanmar,” tutur juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Teuku Faizasyah dalam jumpa pers, dilansir Reuters.
Myanmar menghadapi lebih banyak protes jalanan menentang junta militer saat Indonesia berusaha membangun momentum bersama negara-negara Asia Tenggara lainnya untuk mencari jalan keluar dari krisis.
Pekan ini terjadi aksi unjuk rasa terbesar sejauh ini pada Senin, seiring dengan pemogokan massal untuk mengecam kudeta 1 Februari militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
Lihat infografis: Indonesia Diprotes, Kedutaan-besarnya di Myanmar Didemo
Unjuk rasa tetap terjadi meski ada peringatan dari pihak berwenang bahwa konfrontasi dapat membuat orang-orang terbunuh.
Pada Selasa, unjuk rasa secara keseluruhan berlangsung lebih sedikit, tetapi protes multi-etnis direncanakan pada Rabu (24/2) di Mayangone, bagian utara pusat komersial Yangon.
Menlu Retno telah menggalang dukungan di Asia Tenggara untuk pertemuan khusus membahas Myanmar.
Sejumlah sumber mengatakan Indonesia mengusulkan negara-negara Asia Tenggara mengirimkan pengawas untuk memastikan para jenderal menggelar "pemilu yang adil dan inklusif". Namun laporan ini dibantah oleh Retno yang menyatakan posisi Indonesia bukanlah untuk mendukung pemilu baru.
Ratusan orang berkumpul di luar kedutaan Indonesia di Yangon pada Selasa untuk menyuarakan penentangan mereka terhadap proposal pemilu baru, sementara anggota komunitas Muslim Myanmar akan mengadakan protes lain pada Rabu (24/2).
The Future Nation Alliance, kelompok aktivis yang berbasis di Myanmar, mengatakan dalam pernyataan bahwa kunjungan Retno akan "sama saja dengan mengakui junta militer".
Kelompok itu menuntut pejabat asing bertemu dengan Htin Lin Aung, perwakilan dari Komite Mewakili Pyidaungsu Hluttaw (CRPH), yang dibentuk anggota parlemen yang digulingkan, yang telah ditunjuk sebagai "satu-satunya pejabat yang bertanggung jawab untuk hubungan luar negeri".
“Kami menentang keras dan mengecam mengirim utusan pemerintah ke Burma untuk komunikasi resmi dengan rezim kudeta,” ungkap pernyataan The Future Nation Alliance.
(sya)
tulis komentar anda