Kapal Myanmar Tiba di Malaysia untuk Jemput Para Pencari Suaka
Sabtu, 20 Februari 2021 - 22:03 WIB
KUALA LUMPUR - Amerika Serikat (AS) menyatakan kekhawatiran tentang rencana Malaysia mendeportasi para pencari suaka dan warga dari Myanmar .
Sikap AS diungkapkan saat kapal-kapal angkatan laut Myanmar tiba di perairan Malaysia untuk menjemput para pencari suaka.
Pekan lalu, Reuters melaporkan Malaysia telah setuju mengembalikan 1.200 warga Myanmar setelah militer Myanmar menawarkan untuk mengirim kapal untuk mereka.
Militer Myanmar merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari hingga memicu kecaman internasional.
Lihat infografis: Indonesia Putuskan untuk Borong 36 Rafale dan 8 F-15EX
“Hampir 100 pencari suaka dari komunitas Muslim Myanmar dan Chin termasuk di antara yang dideportasi,” ungkap kelompok yang mewakili mereka.
Anggota kedua komunitas itu datang ke Malaysia setelah melarikan diri dari konflik atau penganiayaan di Myanmar.
Kelompok hak asasi manusia (HAM) mengatakan nyawa orang-orang yang dideportasi bisa terancam jika mereka dikirim kembali ke Myanmar.
Malaysia telah berjanji tidak mendeportasi Muslim Rohingya atau pengungsi yang terdaftar di Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR).
Tetapi kekhawatiran tentang deportasi pencari suaka tetap ada karena UNHCR belum diizinkan mewawancarai para tahanan selama lebih dari setahun untuk memverifikasi status mereka.
Malaysia tidak secara resmi mengakui pengungsi dan menangkap mereka bersama dengan para migran tidak berdokumen lainnya.
Kedutaan Besar (Kedubes) AS mengonfirmasi kepada Reuters bahwa mereka telah menyuarakan kekhawatiran dan menggemakan seruan untuk akses UNHCR kepada mereka yang berada di penahanan imigrasi. UNHCR tidak memberikan komentar segera apakah akan diberikan akses pada para tahanan.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Malaysia tidak segera menanggapi permintaan untuk mengomentari kekhawatiran yang diungkapkan Amerika Serikat dan kedutaan besar lainnya.
Kedubes Myanmar di Malaysia tidak menanggapi panggilan telepon untuk meminta komentar.
Dalam posting Facebook pada Sabtu (20/2), mereka mengonfirmasi akan membawa kembali 1.200 orang. Myanmar memprioritaskan pemulangan warga negara yang terdampar karena pandemi COVID-19.
“Tiga kapal berbendera Myanmar berlabuh di pangkalan Angkatan Laut Lumut Malaysia pada Sabtu (20/2), termasuk satu yang digambarkan sebagai kapal operasi militer,” ungkap website pelacak kapal Marine Traffic.
Dua sumber Malaysia, yang tidak mau disebutkan namanya, membenarkan bahwa kapal-kapal itu dikirim untuk menjemput para tahanan.
“Kapal-kapal itu dijadwalkan berangkat ke Myanmar pada Selasa,” papar pernyataan Departemen Imigrasi Malaysia.
“Misi AS dan Barat lainnya di Kuala Lumpur telah menyatakan kekhawatirannya kepada Malaysia atas rencananya mendeportasi para tahanan ke junta militer Myanmar dan mencoba menghalangi Malaysia untuk melanjutkan rencana itu,” ujar empat sumber lain yang mengetahui masalah tersebut.
Malaysia sebelumnya telah menyatakan "kekhawatiran serius" atas kudeta tersebut.
“Para diplomat juga mendesak Malaysia mengizinkan UNHCR mewawancarai orang-orang yang dideportasi dan telah menyatakan keprihatinan atas kerja sama Malaysia dengan junta Myanmar,” ungkap sumber tersebut.
Penentang kudeta berunjuk rasa di Myanmar selama beberapa pekan menentang kudeta militer terhadap pemerintahan Aung San Suu Kyi.
"Malaysia melegitimasi pemerintahan militer dengan menyerahkan para tahanan," ujar satu sumber.
Lihat Juga: FKH UWKS dan Universiti Malaysia Kelantan Kenalkan Konsep Animal Welfare ke Generasi Muda
Sikap AS diungkapkan saat kapal-kapal angkatan laut Myanmar tiba di perairan Malaysia untuk menjemput para pencari suaka.
Pekan lalu, Reuters melaporkan Malaysia telah setuju mengembalikan 1.200 warga Myanmar setelah militer Myanmar menawarkan untuk mengirim kapal untuk mereka.
Militer Myanmar merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari hingga memicu kecaman internasional.
Lihat infografis: Indonesia Putuskan untuk Borong 36 Rafale dan 8 F-15EX
“Hampir 100 pencari suaka dari komunitas Muslim Myanmar dan Chin termasuk di antara yang dideportasi,” ungkap kelompok yang mewakili mereka.
Anggota kedua komunitas itu datang ke Malaysia setelah melarikan diri dari konflik atau penganiayaan di Myanmar.
Kelompok hak asasi manusia (HAM) mengatakan nyawa orang-orang yang dideportasi bisa terancam jika mereka dikirim kembali ke Myanmar.
Malaysia telah berjanji tidak mendeportasi Muslim Rohingya atau pengungsi yang terdaftar di Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR).
Tetapi kekhawatiran tentang deportasi pencari suaka tetap ada karena UNHCR belum diizinkan mewawancarai para tahanan selama lebih dari setahun untuk memverifikasi status mereka.
Malaysia tidak secara resmi mengakui pengungsi dan menangkap mereka bersama dengan para migran tidak berdokumen lainnya.
Kedutaan Besar (Kedubes) AS mengonfirmasi kepada Reuters bahwa mereka telah menyuarakan kekhawatiran dan menggemakan seruan untuk akses UNHCR kepada mereka yang berada di penahanan imigrasi. UNHCR tidak memberikan komentar segera apakah akan diberikan akses pada para tahanan.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Malaysia tidak segera menanggapi permintaan untuk mengomentari kekhawatiran yang diungkapkan Amerika Serikat dan kedutaan besar lainnya.
Kedubes Myanmar di Malaysia tidak menanggapi panggilan telepon untuk meminta komentar.
Dalam posting Facebook pada Sabtu (20/2), mereka mengonfirmasi akan membawa kembali 1.200 orang. Myanmar memprioritaskan pemulangan warga negara yang terdampar karena pandemi COVID-19.
“Tiga kapal berbendera Myanmar berlabuh di pangkalan Angkatan Laut Lumut Malaysia pada Sabtu (20/2), termasuk satu yang digambarkan sebagai kapal operasi militer,” ungkap website pelacak kapal Marine Traffic.
Dua sumber Malaysia, yang tidak mau disebutkan namanya, membenarkan bahwa kapal-kapal itu dikirim untuk menjemput para tahanan.
“Kapal-kapal itu dijadwalkan berangkat ke Myanmar pada Selasa,” papar pernyataan Departemen Imigrasi Malaysia.
“Misi AS dan Barat lainnya di Kuala Lumpur telah menyatakan kekhawatirannya kepada Malaysia atas rencananya mendeportasi para tahanan ke junta militer Myanmar dan mencoba menghalangi Malaysia untuk melanjutkan rencana itu,” ujar empat sumber lain yang mengetahui masalah tersebut.
Malaysia sebelumnya telah menyatakan "kekhawatiran serius" atas kudeta tersebut.
“Para diplomat juga mendesak Malaysia mengizinkan UNHCR mewawancarai orang-orang yang dideportasi dan telah menyatakan keprihatinan atas kerja sama Malaysia dengan junta Myanmar,” ungkap sumber tersebut.
Penentang kudeta berunjuk rasa di Myanmar selama beberapa pekan menentang kudeta militer terhadap pemerintahan Aung San Suu Kyi.
"Malaysia melegitimasi pemerintahan militer dengan menyerahkan para tahanan," ujar satu sumber.
Lihat Juga: FKH UWKS dan Universiti Malaysia Kelantan Kenalkan Konsep Animal Welfare ke Generasi Muda
(sya)
tulis komentar anda