Sama-sama Kembangkan Nuklir, Korut-Iran Kerja Sama Buat Rudal
Selasa, 09 Februari 2021 - 20:28 WIB
NEW YORK - Laporan rahasia PBB menyebut Korea Utara (Korut) dan Iran kembali menjalin kerja sama dalam proyek pengembangan rudal jarak jauh. Kerja sama ini termasuk memperdagangkan bagian penting yang diperlukan untuk mengembangkan senjata itu.
Laporan PBB mengutip beberapa negara yang tidak disebutkan namanya seperti dikutip dari CNN, Selasa (9/2/2021).
Korut diketahui berhasil melakukan uji tembak tiga rudal balistik antarbenua (ICBM) pada tahun 2017 dan mengarak ICBM baru yang sangat besar di acara publik pada bulan Oktober.
Sedangkan Iran tengah mengejar teknologi serupa dan persenjataan rudal balistiknya saat ini menjadi perhatian utama dalam perselisihan berkepanjangan Teheran dengan berbagai negara tetangga Arabnya dan Amerika Serikat (AS). Arab Saudi dan negara-negara Teluk Arab lainnya telah menyerukan pembatasan senjata balistik Iran, tetapi para pemimpin Iran berulang kali mengatakan bahwa persenjataan itu tidak untuk dinegosiasikan.
Teheran tampaknya menyangkal bahwa mereka bekerja sama dengan Korut dalam teknologi rudal. Laporan tersebut termasuk komentar dari Misi PBB Iran, yang mengklaim pada bulan Desember bahwa Panel Ahli PBB diberi informasi palsu dan data palsu mungkin telah digunakan dalam penyelidikan dan analisis Panel.
Baik Korut maupun Iran menjadi perhatian dunia internasional terkait program nuklir mereka. Laporan rahasia PBB yang sama menyebut rezim Kim Jong-un mempertahankan dan terus mengembangkan program senjata nuklir dan rudal balistiknya sepanjang tahun 2020, sebuah tindakan yang melanggar sanksi internasional.
Laporan oleh pengawas sanksi independen mengatakan Pyongyang "memproduksi bahan fisil, memelihara fasilitas nuklir dan meningkatkan infrastruktur rudal balistiknya" dan terus mencari bahan dan teknologi untuk program tersebut dari luar negeri.
Laporan yang sama juga mengungkapkan bahwa pasukan peretas Korut berjasil mencuri dana lebih dari Rp4,2 triliun untuk "menghidupi" program nuklir Pyongyang.
Sedangkan Iran, secara bertahap mengingkari ketentuan dalam perjanjian nuklir 2015 setelah mantan presiden AS Donald Trump menarik diri dari kesepakatan itu pada 2018 lalu. Langkah itu dibarengi dengan "kebijakan sanksi maksimum" terhadap Teheran.
Terbaru, Iran kembali meningkatkan pengayaan uranium di fasilitas nuklir bawah tanah Natanz. Peningkatan pengayaan uranium adalah pelanggaran terbesar sejauh ini dari Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA), kesepakatan 2015 untuk mengekang program nuklir Iran dengan imbalan pelonggaran sanksi ekonomi.
Teheran telah mulai memperkaya uranium ke kemurnian yang lebih tinggi, kembali ke 20% yang dicapai sebelum kesepakatan, dari maksimum sebelumnya 4,5%.
Kesepakatan itu menetapkan batas 3,67%, jauh di bawah 90% yang dibutuhkan untuk membuat senjata nuklir.
Laporan PBB mengutip beberapa negara yang tidak disebutkan namanya seperti dikutip dari CNN, Selasa (9/2/2021).
Korut diketahui berhasil melakukan uji tembak tiga rudal balistik antarbenua (ICBM) pada tahun 2017 dan mengarak ICBM baru yang sangat besar di acara publik pada bulan Oktober.
Sedangkan Iran tengah mengejar teknologi serupa dan persenjataan rudal balistiknya saat ini menjadi perhatian utama dalam perselisihan berkepanjangan Teheran dengan berbagai negara tetangga Arabnya dan Amerika Serikat (AS). Arab Saudi dan negara-negara Teluk Arab lainnya telah menyerukan pembatasan senjata balistik Iran, tetapi para pemimpin Iran berulang kali mengatakan bahwa persenjataan itu tidak untuk dinegosiasikan.
Teheran tampaknya menyangkal bahwa mereka bekerja sama dengan Korut dalam teknologi rudal. Laporan tersebut termasuk komentar dari Misi PBB Iran, yang mengklaim pada bulan Desember bahwa Panel Ahli PBB diberi informasi palsu dan data palsu mungkin telah digunakan dalam penyelidikan dan analisis Panel.
Baik Korut maupun Iran menjadi perhatian dunia internasional terkait program nuklir mereka. Laporan rahasia PBB yang sama menyebut rezim Kim Jong-un mempertahankan dan terus mengembangkan program senjata nuklir dan rudal balistiknya sepanjang tahun 2020, sebuah tindakan yang melanggar sanksi internasional.
Laporan oleh pengawas sanksi independen mengatakan Pyongyang "memproduksi bahan fisil, memelihara fasilitas nuklir dan meningkatkan infrastruktur rudal balistiknya" dan terus mencari bahan dan teknologi untuk program tersebut dari luar negeri.
Laporan yang sama juga mengungkapkan bahwa pasukan peretas Korut berjasil mencuri dana lebih dari Rp4,2 triliun untuk "menghidupi" program nuklir Pyongyang.
Sedangkan Iran, secara bertahap mengingkari ketentuan dalam perjanjian nuklir 2015 setelah mantan presiden AS Donald Trump menarik diri dari kesepakatan itu pada 2018 lalu. Langkah itu dibarengi dengan "kebijakan sanksi maksimum" terhadap Teheran.
Terbaru, Iran kembali meningkatkan pengayaan uranium di fasilitas nuklir bawah tanah Natanz. Peningkatan pengayaan uranium adalah pelanggaran terbesar sejauh ini dari Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA), kesepakatan 2015 untuk mengekang program nuklir Iran dengan imbalan pelonggaran sanksi ekonomi.
Teheran telah mulai memperkaya uranium ke kemurnian yang lebih tinggi, kembali ke 20% yang dicapai sebelum kesepakatan, dari maksimum sebelumnya 4,5%.
Kesepakatan itu menetapkan batas 3,67%, jauh di bawah 90% yang dibutuhkan untuk membuat senjata nuklir.
(ber)
tulis komentar anda