Presiden Haiti Klaim Hendak Dikudeta dan Dibunuh, 23 Orang Ditangkap

Senin, 08 Februari 2021 - 11:06 WIB
Orang-orang berdiri di dekat barikade yang dibakar dalam demonstrasi menentang Presiden Haiti Jovenel Moise di Port-au-Prince, Minggu (7/2/2021). Foto/REUTERS/Jeanty Junior Augustin
PORT-AU-PRINCE - Presiden Haiti Jovenel Moise mengeklaim dirinya hendak dikudeta dan dibunuh. Aparat penegak hukum setempat telah menangkap 23 orang, termasuk seorang hakim Mahkamah Agung dan seorang perwira polisi berpangkat tinggi yang dituduh terlibat dalam upaya kudeta.

"Tujuan orang-orang ini adalah untuk mencoba (mengambil) hidup saya," kata Moise kepada wartawan pada hari Minggu, yang dilansir Russia Today, Senin (8/2/2021). Dia menambahkan bahwa plot itu digagalkan.





Presiden juga mengatakan bahwa plot tersebut sedang dikerjakan setidaknya sejak akhir November. Dia menambahkan hakim Mahkamah Agung dan seorang inspektur jenderal polisi termasuk di antara para tersangka yang ditangkap.

Menteri Kehakiman, Rockefeller Vincent, menggambarkan hal itu sebagai "percobaan kudeta". Otoritas Haiti yang dikutip AFP telah mengonfirmasi bahwa sedikitnya 23 orang telah ditangkap.

Negara Karibia tersebut pada saat ini berada dalam kekacauan karena perselisihan antara Moise dan kubu oposisi yang menuntutny mundur.

Reynold Georges, seorang pengacara yang pernah bekerja untuk presiden tetapi kemudian bergabung dengan oposisi, mengidentifikasi hakim yang ditangkap sebagai Irvikel Dabresil—seorang pria yang juga dilaporkan menikmati dukungan dari lawan-lawan presiden.

Pihak oposisi mengecam penangkapan itu dan menyerukan pembebasan segera semua orang yang ditahan. Kubu oposisi mendesak warga Haiti untuk bangkit melawan presiden. Mereka menyatakan bahwa masa jabatan presiden Moise seharusnya berakhir hari Minggu kemarin.

Sementara itu, Presiden Moise sendiri menegaskan dia memiliki hak untuk tetap menjabat hingga Februari 2022.



Perselisihan itu muncul dari semrawutnya pemilihan presiden pada 2015. Saat itu, Moise semula dinyatakan sebagai pemenang, namun hasil pemungutan suara kemudian dibatalkan karena dugaan kecurangan. Meski begitu, Moise berhasil terpilih tahun berikutnya dan akhirnya dilantik pada Februari 2017. Karena kekacauan pemilu, negara itu diperintah oleh presiden sementara selama setahun.

Moise juga telah memutuskan melalui keputusan sejak Januari 2020 ketika masa jabatan parlemen terakhir berakhir tetapi tidak ada pemilihan umum yang diadakan. Sekarang, Haiti diharapkan mengadakan pemilihan parlemen pada bulan September—beberapa bulan setelah referendum konstitusi yang dijadwalkan pada bulan April yang diharapkan memberikan presiden lebih banyak kekuasaan.

Selama beberapa tahun terakhir, negara itu juga menyaksikan protes publik besar-besaran atas korupsi dan kejahatan geng yang merajalela. Namun, Moise menikmati dukungan dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden. Baru-baru ini, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price, mengatakan bahwa "presiden terpilih yang baru harus menggantikan Presiden Moise ketika masa jabatannya berakhir pada 7 Februari 2022."

Meskipun demikian, Price juga mendesak Haiti untuk mengatur pemilihan umum dengan benar pada bulan September untuk memungkinkan parlemen melanjutkan pekerjaannya.
(min)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More