Dikudeta Militer, Suu Kyi Dituduh Mengimpor Walkie-Talkie Secara Ilegal
Kamis, 04 Februari 2021 - 01:47 WIB
YANGON - Polisi Myanmar telah mengajukan tuntutan terhadap pemimpin de facto yang dikudeta dan ditahan oleh militer, Daw Aung San Suu Kyi , karena melanggar undang-undang ekspor-impor. Dia dituduh mengimpor enam radio walkie-talkie secara ilegal.
Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD)—partainya Suu Kyi—mengatakan hari Rabu di halaman Facebook-nya bahwa Daw Aung San Suu Kyi diperintahkan ditahan selama dua minggu. Anggota parlemen dari NLD, Phyo Zayar Thaw, juga mengonfirmasi tuduhan terhadap pemimpin perempuan tersebut.
Dia ditahan bersama dengan para pemimpin lainnya, termasuk Presiden U Win Myint, pada hari Senin ketika militer melancarkan kudeta dini hari.
Sebuah dokumen polisi menuduh Daw Aung San Suu Kyi mengimpor dan menggunakan enam radio walkie-talkie tanpa persetujuan dan tidak terdaftar. Enam alat komunikasi impor itu ditemukan dalam penggeledahan di rumahnya di Ibu Kota Myanmar; Naypyitaw.
Dokumen tersebut menunjukkan peralatan komunikasi itu untuk pengawalnya. "Penahanan Aung San Suu Kyi diperintahkan untuk menanyai saksi, meminta bukti dan mencari penasihat hukum setelah menanyai tertuduh," bunyi dokumen tersebut, seperti dikutip VoA, Kamis (4/2/2021).
Baca juga: Inggris Khawatir Kudeta Bisa Bawa Kembali Myanmar ke Era Kegelapan
Dokumen polisi secara terpisah juga menuduh Presiden U Win Myint melanggar langkah-langkah pencegahan virus corona saat berkampanye untuk pemilu November lalu.
Pengadilan, polisi dan pejabat pemerintah tidak segera berkomentar. Namun ketua Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia, Charles Santiago, mengecam tuduhan itu sebagai hal yang tidak masuk akal. ASEAN adalah Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara.
"Ini adalah langkah absurd oleh junta untuk mencoba melegitimasi perebutan kekuasaan ilegal mereka," kata Santiago dalam sebuah pernyataan.
NLD dalam sebuah pernyataan hari Rabu mengatakan bahwa pihak berwenang telah menggerebek kantor mereka di beberapa wilayah di negara itu.
Para menteri luar negeri dari kelompok negara G-7 pada Rabu mengutuk kudeta militer di Myanmar.
"Kami sangat prihatin dengan penahanan para pemimpin politik dan aktivis masyarakat sipil, termasuk Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint, dan penargetan media," kata para menteri luar negeri dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang dan Amerika Serikat dalam sebuah pernyataan.
Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD)—partainya Suu Kyi—mengatakan hari Rabu di halaman Facebook-nya bahwa Daw Aung San Suu Kyi diperintahkan ditahan selama dua minggu. Anggota parlemen dari NLD, Phyo Zayar Thaw, juga mengonfirmasi tuduhan terhadap pemimpin perempuan tersebut.
Dia ditahan bersama dengan para pemimpin lainnya, termasuk Presiden U Win Myint, pada hari Senin ketika militer melancarkan kudeta dini hari.
Sebuah dokumen polisi menuduh Daw Aung San Suu Kyi mengimpor dan menggunakan enam radio walkie-talkie tanpa persetujuan dan tidak terdaftar. Enam alat komunikasi impor itu ditemukan dalam penggeledahan di rumahnya di Ibu Kota Myanmar; Naypyitaw.
Dokumen tersebut menunjukkan peralatan komunikasi itu untuk pengawalnya. "Penahanan Aung San Suu Kyi diperintahkan untuk menanyai saksi, meminta bukti dan mencari penasihat hukum setelah menanyai tertuduh," bunyi dokumen tersebut, seperti dikutip VoA, Kamis (4/2/2021).
Baca juga: Inggris Khawatir Kudeta Bisa Bawa Kembali Myanmar ke Era Kegelapan
Dokumen polisi secara terpisah juga menuduh Presiden U Win Myint melanggar langkah-langkah pencegahan virus corona saat berkampanye untuk pemilu November lalu.
Pengadilan, polisi dan pejabat pemerintah tidak segera berkomentar. Namun ketua Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia, Charles Santiago, mengecam tuduhan itu sebagai hal yang tidak masuk akal. ASEAN adalah Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara.
"Ini adalah langkah absurd oleh junta untuk mencoba melegitimasi perebutan kekuasaan ilegal mereka," kata Santiago dalam sebuah pernyataan.
NLD dalam sebuah pernyataan hari Rabu mengatakan bahwa pihak berwenang telah menggerebek kantor mereka di beberapa wilayah di negara itu.
Para menteri luar negeri dari kelompok negara G-7 pada Rabu mengutuk kudeta militer di Myanmar.
"Kami sangat prihatin dengan penahanan para pemimpin politik dan aktivis masyarakat sipil, termasuk Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint, dan penargetan media," kata para menteri luar negeri dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang dan Amerika Serikat dalam sebuah pernyataan.
(min)
tulis komentar anda