Iran Ogah Patuhi Perjanjian Nuklir Sebelum Sanksi AS Dicabut
Jum'at, 29 Januari 2021 - 20:36 WIB
ISTANBUL - Teheran tidak akan menerima tuntutan Amerika Serikat (AS) membatalkan percepatan program nuklirnya sebelum Washington mencabut sanksi. Hal itu ditegakan oleh Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif.
"Permintaan tidak praktis dan tidak akan terjadi," katanya pada konferensi pers bersama dengan mitranya dari Turki Mevlut Cavusoglu di Istanbul seperti dikutip dari Reuters, Jumat (29/1/2021).
Sebelumnya, Zarif juga mengatakan bahwa bukan Iran yang harus mengambil tindakan pertama untuk kembali ke kesepakatan nuklir 2015, melainkan AS. Teheran mengatakan, Washington adalah pihak pertama yang melanggar kesepakatan itu.
Ini adalah respon atas pernyataan Menteri Luar Negeri baru AS, Antony Blinken. Dia menegaskan kembali kebijakan Joe Biden, bahwa Teheran harus kembali mematuhi pembatasan aktivitas nuklirnya berdasarkan kesepakatan, baru AS akan kembali ke kesepakatan itu.
"Pemeriksaan realitas untuk Blinken, AS melanggar JCPOA, makanan/obat-obatan yang diblokir JCPOA untuk orang Iran, dihukum untuk mematuhi UNSCR 2231," ucap Zarif.
"Selama kekacauan yang menjijikkan itu, Iran, sembari mematuhi JCPOA, hanya mengambil langkah-langkah perbaikan yang diperkirakan," sambungnya.
Pemerintahan baru Presiden AS Joe Biden mengatakan Teheran harus melanjutkan kepatuhan dengan pembatasan aktivitas nuklirnya di bawah kesepakatan 2015 dengan kekuatan dunia sebelum dapat bergabung kembali dengan pakta tersebut.
Iran melanggar ketentuan perjanjian dalam tanggapan langkah demi langkah terhadap keputusan pendahulu Biden, Donald Trump, untuk membatalkan kesepakatan pada 2018 dan memberlakukan kembali sanksi terhadap Teheran.
Awal bulan ini, Iran kembali memperkaya uranium hingga 20% di pabrik nuklir bawah tanah Fordow - tingkat yang dicapai sebelum kesepakatan.
Namun, Iran mengatakan dapat dengan cepat membatalkan pelanggaran itu jika sanksi AS dihapus.
Lihat Juga: Cara Mohammed bin Salman Ubah Tatanan Dunia: Jinakkan AS Pakai Minyak, Berdamai dengan Iran
"Permintaan tidak praktis dan tidak akan terjadi," katanya pada konferensi pers bersama dengan mitranya dari Turki Mevlut Cavusoglu di Istanbul seperti dikutip dari Reuters, Jumat (29/1/2021).
Sebelumnya, Zarif juga mengatakan bahwa bukan Iran yang harus mengambil tindakan pertama untuk kembali ke kesepakatan nuklir 2015, melainkan AS. Teheran mengatakan, Washington adalah pihak pertama yang melanggar kesepakatan itu.
Ini adalah respon atas pernyataan Menteri Luar Negeri baru AS, Antony Blinken. Dia menegaskan kembali kebijakan Joe Biden, bahwa Teheran harus kembali mematuhi pembatasan aktivitas nuklirnya berdasarkan kesepakatan, baru AS akan kembali ke kesepakatan itu.
"Pemeriksaan realitas untuk Blinken, AS melanggar JCPOA, makanan/obat-obatan yang diblokir JCPOA untuk orang Iran, dihukum untuk mematuhi UNSCR 2231," ucap Zarif.
"Selama kekacauan yang menjijikkan itu, Iran, sembari mematuhi JCPOA, hanya mengambil langkah-langkah perbaikan yang diperkirakan," sambungnya.
Pemerintahan baru Presiden AS Joe Biden mengatakan Teheran harus melanjutkan kepatuhan dengan pembatasan aktivitas nuklirnya di bawah kesepakatan 2015 dengan kekuatan dunia sebelum dapat bergabung kembali dengan pakta tersebut.
Iran melanggar ketentuan perjanjian dalam tanggapan langkah demi langkah terhadap keputusan pendahulu Biden, Donald Trump, untuk membatalkan kesepakatan pada 2018 dan memberlakukan kembali sanksi terhadap Teheran.
Awal bulan ini, Iran kembali memperkaya uranium hingga 20% di pabrik nuklir bawah tanah Fordow - tingkat yang dicapai sebelum kesepakatan.
Namun, Iran mengatakan dapat dengan cepat membatalkan pelanggaran itu jika sanksi AS dihapus.
Lihat Juga: Cara Mohammed bin Salman Ubah Tatanan Dunia: Jinakkan AS Pakai Minyak, Berdamai dengan Iran
(ber)
tulis komentar anda