AS Pindahkan Sistem Pertahanan Udara Rusia dari Libya ke Jerman
Jum'at, 29 Januari 2021 - 05:05 WIB
Menteri Dalam Negeri Libya Fathi Bashagha dan pasukannya, menekan Bahroun untuk menyerahkan sistem rudal itu dan kemudian dibawa ke pangkalan dan kemudian ke bandara Zuwara, tempat pesawat kargo C-17 Globemaster milik Angkatan Udara AS mengangkutnya.
Menurut surat kabar Inggris, Times, AS bertujuan memperoleh sistem pertahanan rudal itu untuk mengumpulkan intelijen di dalamnya dan mempelajari mekanisme dan database-nya.
Langkah itu sebagai pembalasan atas penembakan drone reaper AS di Libya pada November 2019, yang diduga dilakukan sistem Pantsir itu.
Seorang pejabat Rusia mengakui bahwa negaranya tahu bahwa AS telah mengangkut sistem rudal tersebut, tetapi menepis anggapan bahwa setiap intelijen penting dapat dikumpulkan darinya.
Hal itu karena versi ekspor seperti yang dimiliki UEA diduga dilucuti dari basis data identifikasi rahasia untuk menyembunyikan kode transponder untuk semua jet di Angkatan Udara Rusia.
Misi AS untuk mengangkut sistem tersebut mengungkapkan sejauh mana Washington dan Moskow beroperasi melawan satu sama lain di Libya.
Tahun lalu, AS mengekspos campur tangan Rusia di Libya, saat Komando Afrika AS secara terbuka menyatakan Rusia mengerahkan jet tempur ke Libya untuk mendukung Haftar.
Kemudian pada Desember, intelijen AS merilis laporan yang menunjukkan keterlibatan UEA dalam mendanai dan mengerahkan tentara bayaran Rusia dari Grup Wagner yang terkait Kremlin ke Libya.
Intelijen AS juga mengakui peran UEA dalam konflik dan kejahatan perang.
Berbicara kepada Times, peneliti Libya Wolfram Lacher dari think tank Jerman SWP mengatakan, "Sungguh luar biasa bahwa negara yang merupakan importir utama senjata AS kemudian menyerahkan sistem senjata canggih kepada panglima perang yang menanganinya dengan begitu sembrono sehingga kemudian jatuh ke tangan pemimpin milisi yang berpotensi berbahaya di sisi lain."
Menurut surat kabar Inggris, Times, AS bertujuan memperoleh sistem pertahanan rudal itu untuk mengumpulkan intelijen di dalamnya dan mempelajari mekanisme dan database-nya.
Langkah itu sebagai pembalasan atas penembakan drone reaper AS di Libya pada November 2019, yang diduga dilakukan sistem Pantsir itu.
Seorang pejabat Rusia mengakui bahwa negaranya tahu bahwa AS telah mengangkut sistem rudal tersebut, tetapi menepis anggapan bahwa setiap intelijen penting dapat dikumpulkan darinya.
Hal itu karena versi ekspor seperti yang dimiliki UEA diduga dilucuti dari basis data identifikasi rahasia untuk menyembunyikan kode transponder untuk semua jet di Angkatan Udara Rusia.
Misi AS untuk mengangkut sistem tersebut mengungkapkan sejauh mana Washington dan Moskow beroperasi melawan satu sama lain di Libya.
Tahun lalu, AS mengekspos campur tangan Rusia di Libya, saat Komando Afrika AS secara terbuka menyatakan Rusia mengerahkan jet tempur ke Libya untuk mendukung Haftar.
Kemudian pada Desember, intelijen AS merilis laporan yang menunjukkan keterlibatan UEA dalam mendanai dan mengerahkan tentara bayaran Rusia dari Grup Wagner yang terkait Kremlin ke Libya.
Intelijen AS juga mengakui peran UEA dalam konflik dan kejahatan perang.
Berbicara kepada Times, peneliti Libya Wolfram Lacher dari think tank Jerman SWP mengatakan, "Sungguh luar biasa bahwa negara yang merupakan importir utama senjata AS kemudian menyerahkan sistem senjata canggih kepada panglima perang yang menanganinya dengan begitu sembrono sehingga kemudian jatuh ke tangan pemimpin milisi yang berpotensi berbahaya di sisi lain."
tulis komentar anda