Rusia Dinyatakan Lakukan Pelanggaran HAM Pasca Perang Georgia

Kamis, 21 Januari 2021 - 23:47 WIB
Pengadilan HAM Eropa menyatakan Rusia telah melakukan pelanggaran HAM pasca perang dengan Georgia. Foto/Radio Free Europe
STRASBOURG - Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) telah menyimpulkan bahwa Rusia melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) setelah perang selama lima hari dengan Georgia pada tahun 2008. Pelanggaran HAM itu termasuk penyiksaan dan mencegah orang kembali ke rumah mereka.

Konflik itu meletus pada Agustus 2008 dan berakhir setelah kurang dari seminggu dengan tentara Rusia yang tersisa bertahan di wilayah Georgia, Ossetia Selatan dan Abkhazia, yang kemudian dinyatakan Moskow sebagai negara merdeka.

Georgia mengajukan gugatan terhadap Rusia dengan mengatakan negara itu telah melanggar Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia selama perang dan setelahnya.

Rusia mengatakan harus campur tangan untuk melindungi warganya dan penjaga perdamaian dari pemusnahan dengan meluncurkan operasi melawan Georgia untuk mewujudkan perdamaian.



Dalam putusannya, Kamis (21/1/2021), ECHR mengatakan bahwa sekitar 160 warga sipil Georgia yang ditangkap oleh pasukan Rusia menghadapi tindakan memalukan yang menyebabkan mereka menderita dan harus dianggap sebagai perlakuan yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat. ECHR menambahkan bahwa tahanan Georgia telah menjadi sasaran penahanan sewenang-wenang.

"Telah ada praktik administratif sehubungan dengan tindakan penyiksaan yang menjadi korban tawanan perang Georgia," menurut putusan itu seperti dikutip dari Radio Free Europe.



Pengadilan juga memutuskan bahwa Rusia bertanggung jawab atas banyak warga Georgia yang dicegah kembali ke Ossetia Selatan atau Abkhazia setelah perang, dan memerintahkan Rusia untuk melakukan penyelidikan yang memadai dan efektif terhadap kasus-kasus tersebut.

ECHR menyatakan bahwa peristiwa selama fase aktif permusuhan dalam perang tidak termasuk dalam yurisdiksi Rusia dan menyatakan bahwa bagian dari aplikasi Georgia ini tidak dapat diterima, karena tidak ada pihak yang menikmati kendali efektif atas wilayah yang terkena dampak perang.

Meskipun sebagian dari keputusan itu bertentangan dengan Georgia, Presiden Salome Zurabishvili memuji keputusan pengadilan itu sebagai kemenangan bagi seluruh Georgia.



"Negara (Georgia) diakui sebagai korban perang ini dan ini merupakan pencapaian besar bagi negara kami, masyarakat kami, sejarah kami dan masa depan," katanya.

"Itu adalah dasar di mana kita harus membangun masa depan dan persatuan kita," tambahnya.

Hanya segelintir negara lain telah mengikuti jejak Rusia dalam mengakui kemerdekaan Abkhazia dan Ossetia Selatan, sementara Tbilisi dan negara-negara lain menganggap dua wilayah yang memisahkan diri itu adalah bagian dari Georgia.

(ber)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More