Grup Neo-Nazi Ajak Tentara AS Habisi Para Politisi Washington
Senin, 18 Januari 2021 - 08:02 WIB
WASHINGTON - Grup neo-Nazi telah membut seruan kepada para tentara Amerika Serikat (AS) untuk bergabung dengan tujuan mereka dan membunuh para politisi Washington. Seruan yang dilenyapkan dari Facebook, Twitter dan YouTube ini muncul hanya beberapa jam setelah Pentagon mengingatkan para tentara Amerika untuk membela konstitusi.
Ketua Kepala Staf Gabungan, Jenderal Mark Milley, tahu bahwa Pentagon sedang mengalami krisis kelompok kebencian. Pihaknya hanya tidak tahu seberapa buruk.
Pentagon telah menempatkan ribuan tentara pria dan wanita bersenjata di dalam dan di sekitar Gedung Capitol menjelang hari pelantikan Presiden terpilih Joe Biden 20 Januari 2021.
Lantaran disingkirkan dari Facebook, Twitter dan YouTube, grup neo-Nazi telah beralih ke layanan pesan instan terenkripsi Telegram untuk mendesak pengikut mereka mencari dan membunuh para politisi Washington.
"Pukul setrika selagi panas. Tikus-tikus itu punya alamat," bunyi salah satu posting kelompok tersebut sebelum disensor sejumlah medi sosial Amerika.
Secara khusus, mereka menargetkan pasukan cadangan Garda Nasional dan anggota militer aktif.
"Kumpulkan milisi lokal Anda yang tepercaya dan lakukan apa yang harus Anda lakukan untuk menyelamatkan negara ini dan rakyat kami dari cakar neraka mereka yang menekan jiwa kita semua," tulis akun simpatisan neo-Nazi lainnya.
Sekarang FBI secara resmi telah memperingatkan para gubernur negara bagian tentang kelompok bersenjata yang merencanakan serangan di seluruh 50 ibu kota negara bagian. Sekitar 20.000 tentara Garda Nasional dari seluruh negeri sedang bergerak di Washington DC untuk mengamankan pelantikan Presiden terpilih Joe Biden. Mereka telah diberi wewenang untuk membawa senjata.
“Tujuan mereka di DC seharusnya membuat pengkhianat dari semua Garda Nasional itu,” tulis posting Telegram kelompok Neo-Nazi yang dibongkar oleh Vice. Nama detail kelompok itu disensor. "Banyak yang secara anonim menyatakan dukungan mereka. Mengambil keuntungan," lanjut posting tersebut.
Jumlah personel militer AS sangat besar. Ada sekitar 1,3 juta personel tugas aktif. Di sayap, ada sekitar 18 juta veteran. Semuanya memiliki keahlian dan pengalaman untuk menghadapi pemberontak.
Pensiunan Jenderal Angkatan Darat AS dan mantan penasihat keamanan nasional Michael Flynn bulan lalu meminta Presiden Donald Trump untuk segera mendeklarasikan darurat militer, dan untuk sementara menangguhkan konstitusi serta mengontrol sipil atas pemilu federal. Tujuannya adalah semata-mata untuk memiliki kendali militer dan mengawasi pemungutan suara ulang.
Trump tidak melakukannya. Tapi dia memang mengundang Flynn ke Gedung Putih untuk membahas gagasan itu.
Keesokan harinya, 19 Desember, Trump men-tweet; "Protes besar di DC pada 6 Januari. Beradalah di sana, akan menjadi liar."
Protes besar yang berujung pada penyerbuan Gedung Capitol AS itu benar-benar terjadi. Lima orang tewas, termasuk seorang petugas polisi Capitol. Flynn ada di sana sehari sebelum penyerbuan.
"Anda yang merasa lemah malam ini, Anda yang tidak memiliki serat moral dalam tubuh Anda, dapatkan malam ini karena besok, kami orang-orang akan berada di sini, dan kami ingin Anda tahu bahwa kami tidak akan berdusta," kata Flynn kepada orang banyak yang bersorak-sorai.
Persisnya tidak diketahui sejauh mana tugas dan mantan personel militer bermain di Capitol. Tetapi Jaksa AS untuk District of Columbia (DC) ingin mencari tahu.
Pentagon sudah tegas menerbitkan deklarasi kesetiaan kepada konstitusi AS. "Sebagai Anggota Layanan, kita harus mewujudkan nilai-nilai dan cita-cita bangsa," bunyi deklarasi Pentagon.
"Kami mendukung dan membela konstitusi. Setiap tindakan yang mengganggu proses konstitusi tidak hanya bertentangan dengan tradisi, nilai, dan sumpah kita; itu melawan hukum," lanjut deklarasi tersebut, seperti dikutip news.com.au, Senin (18/1/2021).
Ketua Kepala Staf Gabungan, Jenderal Mark Milley, tahu bahwa Pentagon sedang mengalami krisis kelompok kebencian. Pihaknya hanya tidak tahu seberapa buruk.
Pentagon telah menempatkan ribuan tentara pria dan wanita bersenjata di dalam dan di sekitar Gedung Capitol menjelang hari pelantikan Presiden terpilih Joe Biden 20 Januari 2021.
Lantaran disingkirkan dari Facebook, Twitter dan YouTube, grup neo-Nazi telah beralih ke layanan pesan instan terenkripsi Telegram untuk mendesak pengikut mereka mencari dan membunuh para politisi Washington.
"Pukul setrika selagi panas. Tikus-tikus itu punya alamat," bunyi salah satu posting kelompok tersebut sebelum disensor sejumlah medi sosial Amerika.
Secara khusus, mereka menargetkan pasukan cadangan Garda Nasional dan anggota militer aktif.
"Kumpulkan milisi lokal Anda yang tepercaya dan lakukan apa yang harus Anda lakukan untuk menyelamatkan negara ini dan rakyat kami dari cakar neraka mereka yang menekan jiwa kita semua," tulis akun simpatisan neo-Nazi lainnya.
Sekarang FBI secara resmi telah memperingatkan para gubernur negara bagian tentang kelompok bersenjata yang merencanakan serangan di seluruh 50 ibu kota negara bagian. Sekitar 20.000 tentara Garda Nasional dari seluruh negeri sedang bergerak di Washington DC untuk mengamankan pelantikan Presiden terpilih Joe Biden. Mereka telah diberi wewenang untuk membawa senjata.
“Tujuan mereka di DC seharusnya membuat pengkhianat dari semua Garda Nasional itu,” tulis posting Telegram kelompok Neo-Nazi yang dibongkar oleh Vice. Nama detail kelompok itu disensor. "Banyak yang secara anonim menyatakan dukungan mereka. Mengambil keuntungan," lanjut posting tersebut.
Jumlah personel militer AS sangat besar. Ada sekitar 1,3 juta personel tugas aktif. Di sayap, ada sekitar 18 juta veteran. Semuanya memiliki keahlian dan pengalaman untuk menghadapi pemberontak.
Pensiunan Jenderal Angkatan Darat AS dan mantan penasihat keamanan nasional Michael Flynn bulan lalu meminta Presiden Donald Trump untuk segera mendeklarasikan darurat militer, dan untuk sementara menangguhkan konstitusi serta mengontrol sipil atas pemilu federal. Tujuannya adalah semata-mata untuk memiliki kendali militer dan mengawasi pemungutan suara ulang.
Trump tidak melakukannya. Tapi dia memang mengundang Flynn ke Gedung Putih untuk membahas gagasan itu.
Keesokan harinya, 19 Desember, Trump men-tweet; "Protes besar di DC pada 6 Januari. Beradalah di sana, akan menjadi liar."
Protes besar yang berujung pada penyerbuan Gedung Capitol AS itu benar-benar terjadi. Lima orang tewas, termasuk seorang petugas polisi Capitol. Flynn ada di sana sehari sebelum penyerbuan.
"Anda yang merasa lemah malam ini, Anda yang tidak memiliki serat moral dalam tubuh Anda, dapatkan malam ini karena besok, kami orang-orang akan berada di sini, dan kami ingin Anda tahu bahwa kami tidak akan berdusta," kata Flynn kepada orang banyak yang bersorak-sorai.
Persisnya tidak diketahui sejauh mana tugas dan mantan personel militer bermain di Capitol. Tetapi Jaksa AS untuk District of Columbia (DC) ingin mencari tahu.
Pentagon sudah tegas menerbitkan deklarasi kesetiaan kepada konstitusi AS. "Sebagai Anggota Layanan, kita harus mewujudkan nilai-nilai dan cita-cita bangsa," bunyi deklarasi Pentagon.
"Kami mendukung dan membela konstitusi. Setiap tindakan yang mengganggu proses konstitusi tidak hanya bertentangan dengan tradisi, nilai, dan sumpah kita; itu melawan hukum," lanjut deklarasi tersebut, seperti dikutip news.com.au, Senin (18/1/2021).
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda