Kematian Global Akibat COVID-19 Capai 2 Juta Jiwa
Sabtu, 16 Januari 2021 - 11:07 WIB
JAKARTA - Jumlah kematian global akibat COVID-19 terus merangkak naik ditengah upaya dunia internasional memerangi pandemi ini dengan melakukan vaksinasi.
Dinukil dari situs pemantau online, Worldometers.info, Sabtu (16/1/2021), angka kematian global akibat COVID-19 mencapai 2.017.798 jiwa. Sementara itu jumlah kasus COVID-19 di seluruh dunia mencapai 94 juta dan 67 juta dinyatakan sembuh.
Amerika Serikat (AS), Brasil, India, Meksiko, dan Inggris adalah lima negara dengan angka kematian tertinggi di dunia. Jumlah kematian akibat COVID-19 di AS mencapai 401.856, Brasil (208.291), India (152.130), Meksiko (139.022), dan Inggris (87.295)
Dari kelima negara itu, empat negara termasuk dalam lima teratas dengan jumlah kasus tertinggi di dunia. AS tetap menjadi pemuncak dengan jumlah kasus mencapai 24.102.429, diikuti oleh India (10.543.659), Brasil (8.394.253), Rusia (3.520.531), dan Inggris (3.316.019).
Peningkatan jumlah kematian global akibat COVID-19 ini terjadi ditengah upaya dunia internasional untuk memerangi pandemi yang terjadi sejak bulan Maret tahun lalu itu di mana sejumlah negara telah meluncurkan program vaksinasi nasional. Terdapat sejumlah vaksin COVID-19 yang digunakan oleh negara-negara tersebut seperti vaksin Pfizer-BionTech, AstraZeneca-Oxford, Sinovach, dan Moderna.
Namun muncul permasalahan lain ditengah upaya ini yaitu ancaman yang ditimbulkan oleh varian baru dari virus Corona yang menyebabkan COVID-19 lebih mudah tertular. Sejumlah varian baru virus Corona diketahui ditemukan di Inggris, Afrika Selatan (Afsel) dan Brasil. WHO pun melakukan pertemuan darurat untuk membahas hal ini.
"Ada dua masalah mendesak yang membutuhkan perhatian khusus, dan untuk itu kami meminta nasihat Anda," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada anggota, dalam pidato sambutan pembukaannya.
"Yang pertama adalah kemunculan varian baru virus SARS-CoV-2 baru-baru ini; dan yang kedua adalah potensi penggunaan vaksinasi dan sertifikat pengujian untuk perjalanan internasional," imbuhnya.
"Satu tema mengikat kedua masalah bersama: solidaritas. Kami tidak dapat memprioritaskan atau menghukum kelompok atau negara tertentu," ujarnya.
Dinukil dari situs pemantau online, Worldometers.info, Sabtu (16/1/2021), angka kematian global akibat COVID-19 mencapai 2.017.798 jiwa. Sementara itu jumlah kasus COVID-19 di seluruh dunia mencapai 94 juta dan 67 juta dinyatakan sembuh.
Amerika Serikat (AS), Brasil, India, Meksiko, dan Inggris adalah lima negara dengan angka kematian tertinggi di dunia. Jumlah kematian akibat COVID-19 di AS mencapai 401.856, Brasil (208.291), India (152.130), Meksiko (139.022), dan Inggris (87.295)
Dari kelima negara itu, empat negara termasuk dalam lima teratas dengan jumlah kasus tertinggi di dunia. AS tetap menjadi pemuncak dengan jumlah kasus mencapai 24.102.429, diikuti oleh India (10.543.659), Brasil (8.394.253), Rusia (3.520.531), dan Inggris (3.316.019).
Peningkatan jumlah kematian global akibat COVID-19 ini terjadi ditengah upaya dunia internasional untuk memerangi pandemi yang terjadi sejak bulan Maret tahun lalu itu di mana sejumlah negara telah meluncurkan program vaksinasi nasional. Terdapat sejumlah vaksin COVID-19 yang digunakan oleh negara-negara tersebut seperti vaksin Pfizer-BionTech, AstraZeneca-Oxford, Sinovach, dan Moderna.
Namun muncul permasalahan lain ditengah upaya ini yaitu ancaman yang ditimbulkan oleh varian baru dari virus Corona yang menyebabkan COVID-19 lebih mudah tertular. Sejumlah varian baru virus Corona diketahui ditemukan di Inggris, Afrika Selatan (Afsel) dan Brasil. WHO pun melakukan pertemuan darurat untuk membahas hal ini.
"Ada dua masalah mendesak yang membutuhkan perhatian khusus, dan untuk itu kami meminta nasihat Anda," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada anggota, dalam pidato sambutan pembukaannya.
"Yang pertama adalah kemunculan varian baru virus SARS-CoV-2 baru-baru ini; dan yang kedua adalah potensi penggunaan vaksinasi dan sertifikat pengujian untuk perjalanan internasional," imbuhnya.
"Satu tema mengikat kedua masalah bersama: solidaritas. Kami tidak dapat memprioritaskan atau menghukum kelompok atau negara tertentu," ujarnya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda