Perusuh Capitol AS Ternyata Para Terduga Teroris yang Dipantau FBI

Sabtu, 16 Januari 2021 - 04:27 WIB
Namun, itu hanya yang terbaru dari serangkaian kebocoran data yang memalukan, yang muncul setelah pertumpahan darah di Capitol.



Segera setelah massa menduduki Gedung Capitol, asisten direktur yang bertanggung jawab atas kantor FBI di Washington DC; Steven D'Antuono, mengklaim bahwa tidak ada indikasi ancaman keamanan serius yang direncanakan pada 6 Januari.

Tetapi pada 5 Januari, sebuah kantor FBI di Virginia mengeluarkan peringatan bahwa kelompok fanatik sayap kanan berencana untuk pergi ke Washington untuk "perang".

"Mulai 5 Januari 2021, FBI Norfolk menerima informasi yang menunjukkan seruan untuk kekerasan sebagai tanggapan atas 'penguncian yang melanggar hukum' yang akan dimulai pada 6 Januari 2021 di Washington, DC," bunyi dokumen internal tersebut yang dikutip The Washington Post.

"Sebuah thread online membahas seruan khusus untuk kekerasan termasuk yang menyatakan 'Bersiaplah untuk berperang. Kongres perlu mendengar kaca pecah, pintu ditendang, dan darah dari BLM (Black Lives Matter) dan tentara budak Pantifa mereka tumpah. Lakukan kekerasan. Berhenti menyebut ini sebagai pawai, atau rapat umum, atau protes. Pergi ke sana siap berperang. Kita tangkap Presiden kita atau kita mati. Tidak ada orang lain yang akan mencapai tujuan ini'," lanjut dokumen tersebut.

Para penulis laporan The Washington Post menggambarkan informasi tersebut sebagai "kegagalan intelijen yang cukup besar", dan kepala Kepolisian Capitol Steven Sund mundur segera setelah pengepungan Capitol berakhir.

Baca juga: Mencekam, 50 Ibu Kota Negara Bagian AS Bersiap Hadapi Protes Bersenjata

Ketika bukti berlimpah bahwa kaum anarkis yang menyerbu Capitol dalam apa yang diejek oleh Presiden terpilih Joe Biden sebagai tindakan teroris domestik dengan berani merencanakan serangan online selama berminggu-minggu sebelumnya.

Para perusuh menggunakan situs media sosial arus utama dan platform pro-Trump seperti TheDonald dan Parler untuk merencanakan apa yang disebut rapat umum "Stop the Steal"—mengacu pada klaim tak berdasar Trump bahwa hasil pemilihan presiden (pilpres) 3 November telah dicuri darinya melalui penipuan pemilu yang meluas—dengan banyak yang secara terbuka berjanji untuk melakukan kekerasan.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More