Terungkap, China Tugaskan Tentara dan Buzzer Berangus Berita COVID-19
Selasa, 22 Desember 2020 - 17:32 WIB
BEIJING - Sebuah dokumen yang bocor menunjukkan bagaimana tentara China membantu menyensor berita terkait virus Corona . Tidak hanya itu, mereka juga meminta buzzer untuk membantu menyembunyikan informasi yang membuat Beijing tidak nyaman.
Dokumen tersebut mencakup lebih dari 3.200 arahan dan 1.800 memo serta file lainnya dari kantor regulator internet negara itu, Cyberspace Administration of China (CAC), di kota timur Hangzhou. Mereka juga menyertakan file internal dan kode komputer dari perusahaan China, Urun Big Data Services, yang membuat perangkat lunak yang digunakan oleh pemerintah daerah untuk memantau diskusi internet dan mengelola pasukan pemberi komentar online.
Dokumen-dokumen itu diungkap oleh situs ProPublica dan The New York Times, yang diberikan oleh kelompok peretas yang menyebut dirinya CCP Unmasked, merujuk pada Partai Komunis China. ProPublica secara independen memverifikasi keaslian banyak dokumen, beberapa di antaranya telah diperoleh secara terpisah oleh China Digital Times, situs web yang melacak kontrol internet China.
Berdasarkan dokumen tersebut China memerintahkan situs berita untuk tidak mengeluarkan pemberitaan kematian Li Wenliang telah meninggal karena COVID-19. Li Wenliang adalah dokter yang pertama kali memperingatkan tentang wabah virus baru yang aneh. Ia kemudian ditangkap polisi karena dituduh menyebarkan isu, sebelum akhirnya dibebaskan.
Mereka memberi tahu platform sosial untuk secara bertahap menghapus namanya dari halaman topik yang sedang tren. Dan mereka mengaktifkan legiun pemberi komentar online palsu atau buzzer untuk membanjiri situs media sosial dengan obrolan yang mengganggu, menekankan perlunya kebijaksanaan.
"Saat pemberi komentar berjuang untuk memandu opini publik, mereka harus menyembunyikan identitas mereka, menghindari patriotisme yang kasar dan pujian yang sarkastik, dan bersikap halus dan diam dalam mencapai hasil," begitu bunyi dokumen itu seperti dilansir dari situs ProPublica, Selasa (22/12/2020).
Dalam sebuah rapat di medio Februari, Presiden China Xi Jinping menyerukan manajemen media digital yang lebih ketat. Pemerintah China mulai mengontrol narasi berita. (Baca juga: 50 Juta Warga China Akan Disuntik Vaksin COVID-19 Jelang Imlek )
Salah satu arahan mengatakan judul harus menghindari kata-kata "tidak dapat disembuhkan" dan "fatal", untuk menghindari menyebabkan kepanikan masyarakat. Saat membahas pembatasan pergerakan dan perjalanan, kata "kuncian" tidak boleh digunakan, kata yang lain. Berbagai arahan menekankan bahwa berita 'negatif' tentang virus tidak boleh dipromosikan.
"Hindari memberikan kesan yang salah bahwa perjuangan kita melawan epidemi bergantung pada sumbangan asing,” kata salah satu arahan menurut dokumen tersebut.
Dokumen tersebut mencakup lebih dari 3.200 arahan dan 1.800 memo serta file lainnya dari kantor regulator internet negara itu, Cyberspace Administration of China (CAC), di kota timur Hangzhou. Mereka juga menyertakan file internal dan kode komputer dari perusahaan China, Urun Big Data Services, yang membuat perangkat lunak yang digunakan oleh pemerintah daerah untuk memantau diskusi internet dan mengelola pasukan pemberi komentar online.
Dokumen-dokumen itu diungkap oleh situs ProPublica dan The New York Times, yang diberikan oleh kelompok peretas yang menyebut dirinya CCP Unmasked, merujuk pada Partai Komunis China. ProPublica secara independen memverifikasi keaslian banyak dokumen, beberapa di antaranya telah diperoleh secara terpisah oleh China Digital Times, situs web yang melacak kontrol internet China.
Berdasarkan dokumen tersebut China memerintahkan situs berita untuk tidak mengeluarkan pemberitaan kematian Li Wenliang telah meninggal karena COVID-19. Li Wenliang adalah dokter yang pertama kali memperingatkan tentang wabah virus baru yang aneh. Ia kemudian ditangkap polisi karena dituduh menyebarkan isu, sebelum akhirnya dibebaskan.
Mereka memberi tahu platform sosial untuk secara bertahap menghapus namanya dari halaman topik yang sedang tren. Dan mereka mengaktifkan legiun pemberi komentar online palsu atau buzzer untuk membanjiri situs media sosial dengan obrolan yang mengganggu, menekankan perlunya kebijaksanaan.
"Saat pemberi komentar berjuang untuk memandu opini publik, mereka harus menyembunyikan identitas mereka, menghindari patriotisme yang kasar dan pujian yang sarkastik, dan bersikap halus dan diam dalam mencapai hasil," begitu bunyi dokumen itu seperti dilansir dari situs ProPublica, Selasa (22/12/2020).
Dalam sebuah rapat di medio Februari, Presiden China Xi Jinping menyerukan manajemen media digital yang lebih ketat. Pemerintah China mulai mengontrol narasi berita. (Baca juga: 50 Juta Warga China Akan Disuntik Vaksin COVID-19 Jelang Imlek )
Salah satu arahan mengatakan judul harus menghindari kata-kata "tidak dapat disembuhkan" dan "fatal", untuk menghindari menyebabkan kepanikan masyarakat. Saat membahas pembatasan pergerakan dan perjalanan, kata "kuncian" tidak boleh digunakan, kata yang lain. Berbagai arahan menekankan bahwa berita 'negatif' tentang virus tidak boleh dipromosikan.
"Hindari memberikan kesan yang salah bahwa perjuangan kita melawan epidemi bergantung pada sumbangan asing,” kata salah satu arahan menurut dokumen tersebut.
tulis komentar anda