Vonis Mati Pembunuh Nurhidayati, Keadilan bagi TKI Teraniaya
Selasa, 15 Desember 2020 - 10:11 WIB
Chun menambahkan, pelaku melilitkan tali di leher korban sebelum mengakhiri hidupnya. Pelaku lalu pulang menuju asramanya di Sungei Tengah Lodge. Saat itu, dia menyerahkan uang SGD1.000 (Rp10 juta) kepada temannya Khalik Abdul untuk ditransfer kepada ibunya setelah mengaku membunuh seseorang.
Jasad Nurhidayati ditemukan sekitar pukul 22.15 waktu lokal oleh petugas hotel. Salim ditangkap polisi keesokan harinya sekitar pukul 10.45. Selama menghadiri serangkaian sidang di pengadilan, Salim selalu menangis saat memberikan keterangan. Dia mengaku emosinya campur aduk, yakni antara marah dan cinta.
“Saya tak terima dan sangat marah karena Nurhidayati selalu selingkuh. Saya mencintainya dan sempat melepaskannya beberapa kali,” kata Salim. Hakim Chionh mengatakan, Salim berencana membunuh Nurhidayati beberapa hari sebelum kejadian. Dia telah mempersiapkan pembunuhan itu dengan matang.
Menurut keterangan polisi, Salim telah memutuskan untuk membunuh korban karena cemburu. Dia menguras habis uang di rekeningnya beberapa hari sebelum melancarkan aksinya. Pelaku juga hanya membawa tali dan tidak berani membawa senjata tajam seperti pisau karena lebih sulit melewati pemeriksaan. (Baca juga: Canggih, India Gunakan Robot untuk Merawat Pasien)
Hakim Chionh membantah pembelaan dari kuasa hukum Salim. Pengacara Salim mengatakan, kliennya terprovokasi oleh pernyataan korban yang menilai pacar barunya lebih makmur. Sebab, korban tidak pernah mengatakan hal itu kepada pelaku. Hakim Chionh juga membantah pelaku mengalami gangguan jiwa.
“Kemampuannya membuat keputusan tidaklah mengalami cacat,” ujar Hakim Chionh. “Sebaliknya, seperti informasi yang saya dapatkan, aksi pelaku sebelum, selama, dan setelah pembunuhan, menunjukkan perencanaan yang matang, meyakinkan, dan metode eksekusinya bukan metode sembarangan.”
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura menyatakan telah mengawal kasus pembunuhan Nurhidayati, TKI asal Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, dan memastikan hak-hak korban terpenuhi. Berdasarkan data, Nurhidayati mulai bekerja di Singapura sejak 2013. Kontrak kerja terakhir dibuat pada 2016. (Muh Shamil)
Jasad Nurhidayati ditemukan sekitar pukul 22.15 waktu lokal oleh petugas hotel. Salim ditangkap polisi keesokan harinya sekitar pukul 10.45. Selama menghadiri serangkaian sidang di pengadilan, Salim selalu menangis saat memberikan keterangan. Dia mengaku emosinya campur aduk, yakni antara marah dan cinta.
“Saya tak terima dan sangat marah karena Nurhidayati selalu selingkuh. Saya mencintainya dan sempat melepaskannya beberapa kali,” kata Salim. Hakim Chionh mengatakan, Salim berencana membunuh Nurhidayati beberapa hari sebelum kejadian. Dia telah mempersiapkan pembunuhan itu dengan matang.
Menurut keterangan polisi, Salim telah memutuskan untuk membunuh korban karena cemburu. Dia menguras habis uang di rekeningnya beberapa hari sebelum melancarkan aksinya. Pelaku juga hanya membawa tali dan tidak berani membawa senjata tajam seperti pisau karena lebih sulit melewati pemeriksaan. (Baca juga: Canggih, India Gunakan Robot untuk Merawat Pasien)
Hakim Chionh membantah pembelaan dari kuasa hukum Salim. Pengacara Salim mengatakan, kliennya terprovokasi oleh pernyataan korban yang menilai pacar barunya lebih makmur. Sebab, korban tidak pernah mengatakan hal itu kepada pelaku. Hakim Chionh juga membantah pelaku mengalami gangguan jiwa.
“Kemampuannya membuat keputusan tidaklah mengalami cacat,” ujar Hakim Chionh. “Sebaliknya, seperti informasi yang saya dapatkan, aksi pelaku sebelum, selama, dan setelah pembunuhan, menunjukkan perencanaan yang matang, meyakinkan, dan metode eksekusinya bukan metode sembarangan.”
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura menyatakan telah mengawal kasus pembunuhan Nurhidayati, TKI asal Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, dan memastikan hak-hak korban terpenuhi. Berdasarkan data, Nurhidayati mulai bekerja di Singapura sejak 2013. Kontrak kerja terakhir dibuat pada 2016. (Muh Shamil)
(ysw)
tulis komentar anda