Wali Kota dalam Daftar Tersangka Narkoba Dihabisi, Ini Reaksi Duterte
Rabu, 09 Desember 2020 - 04:02 WIB
MANILA - Presiden Filipina Rodrigo Duterte mulai berkelit soal daftar tersangka narkoba teratas yang diumumkan kantornya tahun lalu. Reaksi sang presiden muncul setelah seorang wali kota dalam daftar itu dibunuh secara brutal oleh orang-orang bersenjata tak dikenal pekan lalu.
Human Rights Watch mengecam pembunuhan brutal itu sebagai tindakan "pengecut".
Duterte dalam pidato larut malam kemarin meminta maaf kepada keluarga Caesar Perez, seorang wali kota yang, menurut polisi, ditembak dua kali di kepala oleh orang-orang bersenjata tak dikenal pada Kamis malam di dalam balai kota. (Baca: Pertama dalam Sejarah AS, Perempuan Pimpin Kapal Induk Nuklir )
“Daftar itu bukan milik saya. Ini adalah pemeriksaan. Semua itu berasal dari laporan intelijen penegakan narkoba, polisi dan militer," kata Duterte.
"Saya minta maaf jika ayah Anda ada di sana. Tapi sungguh, kebanyakan dari mereka (dalam daftar) menggunakan narkoba. Ayah Anda mungkin pengecualian," lanjut dia, seperti dikutip Reuters, Rabu (9/12/2020).
Perez bukanlah wali kota pertama dalam daftar itu yang dibunuh oleh orang-orang bersenjata tak dikenal. Pada Oktober tahun lalu, seorang wali kota di Mindanao yang sedang dibawa oleh polisi ke kantor kejaksaan di Kota Cebu, Filipina tengah, disergap orang-orang bersenjata tak dikenal.
Phil Roberston, wakil direktur Asia di Human Rights Watch, mengatakan Duterte sekarang tidak dapat menyangkal keterlibatan dalam kekerasan yang dilakukan terhadap orang-orang di daftarnya. "Yang dia telah gunakan sebagai alat politik publik selama bertahun-tahun untuk menopang popularitasnya," katanya. (Baca juga: Kata Iran, Dunia Akan Jadi Tempat Lebih Aman Tanpa Zionis Israel )
"Baginya untuk menyangkal bagaimana daftar ini digunakan oleh penegak hukum untuk melanggar kebebasan sipil dan hak asasi manusia yang terdaftar tidak hanya tidak jujur—itu juga pengecut," kata Robertson dalam sebuah pernyataan.
Kantor Duterte mengumumkan kepada publik tahun lalu daftar "politisi-narkoba" menjelang pemungutan suara pemilu paruh waktu Mei 2019.
Sebuah laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan Juni mengatakan puluhan ribu orang kemungkinan telah tewas dalam perang narkoba di tengah "hampir impunitas" terhadap polisi dan hasutan untuk melakukan kekerasan oleh para pejabat tinggi. Pemerintah menolak tuduhan itu sebagai tuduhan tidak berdasar.
Human Rights Watch mengecam pembunuhan brutal itu sebagai tindakan "pengecut".
Duterte dalam pidato larut malam kemarin meminta maaf kepada keluarga Caesar Perez, seorang wali kota yang, menurut polisi, ditembak dua kali di kepala oleh orang-orang bersenjata tak dikenal pada Kamis malam di dalam balai kota. (Baca: Pertama dalam Sejarah AS, Perempuan Pimpin Kapal Induk Nuklir )
“Daftar itu bukan milik saya. Ini adalah pemeriksaan. Semua itu berasal dari laporan intelijen penegakan narkoba, polisi dan militer," kata Duterte.
"Saya minta maaf jika ayah Anda ada di sana. Tapi sungguh, kebanyakan dari mereka (dalam daftar) menggunakan narkoba. Ayah Anda mungkin pengecualian," lanjut dia, seperti dikutip Reuters, Rabu (9/12/2020).
Perez bukanlah wali kota pertama dalam daftar itu yang dibunuh oleh orang-orang bersenjata tak dikenal. Pada Oktober tahun lalu, seorang wali kota di Mindanao yang sedang dibawa oleh polisi ke kantor kejaksaan di Kota Cebu, Filipina tengah, disergap orang-orang bersenjata tak dikenal.
Phil Roberston, wakil direktur Asia di Human Rights Watch, mengatakan Duterte sekarang tidak dapat menyangkal keterlibatan dalam kekerasan yang dilakukan terhadap orang-orang di daftarnya. "Yang dia telah gunakan sebagai alat politik publik selama bertahun-tahun untuk menopang popularitasnya," katanya. (Baca juga: Kata Iran, Dunia Akan Jadi Tempat Lebih Aman Tanpa Zionis Israel )
"Baginya untuk menyangkal bagaimana daftar ini digunakan oleh penegak hukum untuk melanggar kebebasan sipil dan hak asasi manusia yang terdaftar tidak hanya tidak jujur—itu juga pengecut," kata Robertson dalam sebuah pernyataan.
Kantor Duterte mengumumkan kepada publik tahun lalu daftar "politisi-narkoba" menjelang pemungutan suara pemilu paruh waktu Mei 2019.
Sebuah laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan Juni mengatakan puluhan ribu orang kemungkinan telah tewas dalam perang narkoba di tengah "hampir impunitas" terhadap polisi dan hasutan untuk melakukan kekerasan oleh para pejabat tinggi. Pemerintah menolak tuduhan itu sebagai tuduhan tidak berdasar.
(min)
tulis komentar anda