Pertama di Eropa, Diplomat Iran Diadili Kasus Rencana Pengeboman
Jum'at, 27 November 2020 - 22:16 WIB
ANTWERP - Seorang diplomat dan tiga warga Iran lainnya diadili di Belgia pada Jumat (27/11) karena dituduh merencanakan pengeboman acara pertemuan grup oposisi di Prancis pada 2018.
Ini pertama kalinya satu negara anggota Uni Eropa (UE) menyeret seorang pejabat Iran ke pengadilan dalam kasus terorisme.
Kejaksaan Belgia menuduh diplomat yang berbasis di Wina, Assadolah Assadi, dan tiga orang lainnya merencanakan serangan terhadap rapat umum Dewan Nasional Perlawanan Iran (NCRI) yang berbasis di Paris.
Pidato utama dalam rapat umum itu diberikan oleh pengacara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Rudy Giuliani. (Baca Juga: Wabah Norovirus Kembali ‘Mengamuk’ di China, 50 Anak Jadi Korban)
Assadi, yang ditangkap saat berlibur di Jerman dan diserahkan ke Belgia, menolak hadir di pengadilan dan tidak menghadiri hari pertama persidangan di Antwerp itu. Dia belum mengomentari tuduhan tersebut. (Lihat Infografis: Rekor! Bertambah 5.828, Total 522.581 Orang Positif Covid-19)
"Klien saya meminta saya untuk mewakilinya hari ini, dia memberi tahu saya bahwa dia sangat menghormati para hakim ini, tetapi karena dia menganggap bahwa dia harus mendapatkan manfaat dari kekebalan, mereka tidak diizinkan untuk menghakiminya," ungkap pengacaranya Dimitri de Beco kepada Reuters. (Lihat Video: Warga Temukan Bayi Dibuang Di Kebun Sawit di Pandeglang Banten)
Assadi adalah penasihat ketiga di Kedutaan Besar (Kedubes) Iran di Wina. Para pejabat Prancis mengatakan dia bertanggung jawab untuk intelijen di Eropa selatan dan bertindak atas perintah Teheran.
Republik Islam Iran berulang kali menolak tuduhan tersebut. Teheran menyebut tuduhan serangan itu sebagai aksi "bendera palsu" oleh NCRI, yang dianggap sebagai kelompok teroris.
“Sidang diperkirakan akan dilanjutkan pekan depan, dengan kemungkinan putusan pada akhir bulan ini atau awal Januari,” ungkap para pengacara.
Assadi memperingatkan pihak berwenang pada Maret tentang kemungkinan pembalasan oleh kelompok tak dikenal jika dia dinyatakan bersalah, menurut dokumen polisi yang diperoleh Reuters.
Pihak berwenang mengatakan serangan itu digagalkan oleh operasi terkoordinasi antara dinas keamanan Prancis, Jerman dan Belgia.
Dua orang yang dicurigai sebagai kaki tangan Assadi ditangkap di Belgia dengan bahan peledak TATP dan satu detonator. Pengacara mereka mengatakan pada Jumat bahwa tidak ada yang berniat membunuh.
Pengacara yang mewakili peserta unjuk rasa 2018, yang merupakan pihak sipil untuk penuntutan di Belgia, berpendapat bahwa kekebalan diplomatik tidak dapat digunakan sebagai kedok untuk melakukan serangan teroris, yang diancam hukuman penjara maksimal 20 tahun.
“Saya pikir kata-kata 'Belgia kecil yang berani' sepenuhnya cocok saat ini,” ungkap Rik Vanreusel, pengacara untuk pihak sipil.
Dia menyatakan, "Kami adalah satu-satunya negara yang berani menempatkan masalah yang agak sensitif secara politik dalam perspektif yang tepat."
Menyusul kesepakatan 2015 antara Iran dan kekuatan dunia untuk mengekang program nuklir Teheran, Uni Eropa (UE) telah mengupayakan hubungan diplomatik dan ekonomi yang lebih dekat dengan Teheran.
Namun UE mengatakan tidak dapat menutup mata terhadap pelanggaran hak asasi manusia atau terorisme.
Prancis mengatakan Kementerian Intelijen Iran berada di belakang plot 2018. Paris kemudian mengusir seorang diplomat Iran.
Negara-negara Eropa menyalahkan Iran atas dugaan tindakan lain terhadap para pembangkang, termasuk dua pembunuhan di Belanda pada 2015 dan 2017 serta pembunuhan yang gagal di Denmark. Iran membantah terlibat dalam kasus itu.
Ini pertama kalinya satu negara anggota Uni Eropa (UE) menyeret seorang pejabat Iran ke pengadilan dalam kasus terorisme.
Kejaksaan Belgia menuduh diplomat yang berbasis di Wina, Assadolah Assadi, dan tiga orang lainnya merencanakan serangan terhadap rapat umum Dewan Nasional Perlawanan Iran (NCRI) yang berbasis di Paris.
Pidato utama dalam rapat umum itu diberikan oleh pengacara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Rudy Giuliani. (Baca Juga: Wabah Norovirus Kembali ‘Mengamuk’ di China, 50 Anak Jadi Korban)
Assadi, yang ditangkap saat berlibur di Jerman dan diserahkan ke Belgia, menolak hadir di pengadilan dan tidak menghadiri hari pertama persidangan di Antwerp itu. Dia belum mengomentari tuduhan tersebut. (Lihat Infografis: Rekor! Bertambah 5.828, Total 522.581 Orang Positif Covid-19)
"Klien saya meminta saya untuk mewakilinya hari ini, dia memberi tahu saya bahwa dia sangat menghormati para hakim ini, tetapi karena dia menganggap bahwa dia harus mendapatkan manfaat dari kekebalan, mereka tidak diizinkan untuk menghakiminya," ungkap pengacaranya Dimitri de Beco kepada Reuters. (Lihat Video: Warga Temukan Bayi Dibuang Di Kebun Sawit di Pandeglang Banten)
Assadi adalah penasihat ketiga di Kedutaan Besar (Kedubes) Iran di Wina. Para pejabat Prancis mengatakan dia bertanggung jawab untuk intelijen di Eropa selatan dan bertindak atas perintah Teheran.
Republik Islam Iran berulang kali menolak tuduhan tersebut. Teheran menyebut tuduhan serangan itu sebagai aksi "bendera palsu" oleh NCRI, yang dianggap sebagai kelompok teroris.
“Sidang diperkirakan akan dilanjutkan pekan depan, dengan kemungkinan putusan pada akhir bulan ini atau awal Januari,” ungkap para pengacara.
Assadi memperingatkan pihak berwenang pada Maret tentang kemungkinan pembalasan oleh kelompok tak dikenal jika dia dinyatakan bersalah, menurut dokumen polisi yang diperoleh Reuters.
Pihak berwenang mengatakan serangan itu digagalkan oleh operasi terkoordinasi antara dinas keamanan Prancis, Jerman dan Belgia.
Dua orang yang dicurigai sebagai kaki tangan Assadi ditangkap di Belgia dengan bahan peledak TATP dan satu detonator. Pengacara mereka mengatakan pada Jumat bahwa tidak ada yang berniat membunuh.
Pengacara yang mewakili peserta unjuk rasa 2018, yang merupakan pihak sipil untuk penuntutan di Belgia, berpendapat bahwa kekebalan diplomatik tidak dapat digunakan sebagai kedok untuk melakukan serangan teroris, yang diancam hukuman penjara maksimal 20 tahun.
“Saya pikir kata-kata 'Belgia kecil yang berani' sepenuhnya cocok saat ini,” ungkap Rik Vanreusel, pengacara untuk pihak sipil.
Dia menyatakan, "Kami adalah satu-satunya negara yang berani menempatkan masalah yang agak sensitif secara politik dalam perspektif yang tepat."
Menyusul kesepakatan 2015 antara Iran dan kekuatan dunia untuk mengekang program nuklir Teheran, Uni Eropa (UE) telah mengupayakan hubungan diplomatik dan ekonomi yang lebih dekat dengan Teheran.
Namun UE mengatakan tidak dapat menutup mata terhadap pelanggaran hak asasi manusia atau terorisme.
Prancis mengatakan Kementerian Intelijen Iran berada di belakang plot 2018. Paris kemudian mengusir seorang diplomat Iran.
Negara-negara Eropa menyalahkan Iran atas dugaan tindakan lain terhadap para pembangkang, termasuk dua pembunuhan di Belanda pada 2015 dan 2017 serta pembunuhan yang gagal di Denmark. Iran membantah terlibat dalam kasus itu.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda