Muslim AS Serukan Kongres Investigasi Skandal MuslimPro
Sabtu, 21 November 2020 - 11:53 WIB
WASHINGTON - Kelompok hak asasi Muslim Amerika mengutuk laporan yang menyatakan militer Amerika Serikat (AS) membeli data pribadi dari beberapa aplikasi telepon pintar yang populer di komunitas Muslim. Mereka mendesak Muslim AS untuk menghindari aplikasi yang menjadi target militer.
Dalam sebuah pernyataan, Council on American-Islamic Relations (CAIR) menyerukan penyelidikan publik atas tuduhan yang dibuat oleh majalah online Motherboard - sebuah platform media di dalam Vice Media - tentang pengawasan tanpa jaminan terhadap Muslim Amerika.
"Kami menyerukan kepada Kongres untuk melakukan penyelidikan publik menyeluruh terhadap penggunaan data pribadi pemerintah untuk menargetkan komunitas Muslim di sini dan di luar negeri, termasuk apakah data ini digunakan untuk secara ilegal memata-matai Muslim Amerika," kata direktur eksekutif CAIR Nihad Awad.
"Kami juga mendorong Muslim Amerika untuk berhenti menggunakan aplikasi ini kecuali dan sampai perusahaan benar-benar menjelaskan dan sepenuhnya menghentikan penggunaan data mereka oleh lembaga pemerintah," serunya seperti dikutip dari Al Araby, Sabtu (21/11/2020).
Wakil direktur grup Edward Ahmed Mitchell juga membahas masalah tersebut.
"Selama bertahun-tahun, banyak Muslim Amerika telah mengalami (praktek) mata-mata, profiling dan bentuk diskriminasi lainnya oleh pemerintah di sini di dalam negeri, sementara terlalu banyak warga sipil Muslim di luar negeri telah tewas dalam serangan pesawat tak berawak dan bencana operasi militer lainnya," katanya.
"Gagasan bahwa pemerintah kita mungkin menggunakan aplikasi religius populer untuk terlibat dalam perilaku seperti itu hanya menambah penghinaan terhadap cedera. Semua itu harus diakhiri. Sekarang."
Menurut Motherboard, Komando Operasi Khusus AS (USSOCOM), cabang militer yang bertanggung jawab atas kontraterorisme dan pengintaian khusus, memperoleh akses ke data pergerakan Muslim yang menggunakan aplikasi Muslim untuk membantu operasi pasukan khusus di luar negeri.
Seorang juru bicara USSOCOM, mengkonfirmasi pembelian data lokasi aplikasi Muslim dan menambahkan bahwa: "Akses kami ke perangkat lunak digunakan untuk mendukung persyaratan misi Pasukan Operasi Khusus di luar negeri."
"Kami secara ketat mematuhi prosedur dan kebijakan yang ditetapkan untuk melindungi privasi, kebebasan sipil, hak konstitusional dan hukum warga Amerika," sambungnya.
Biasanya, pemerintah AS memerlukan surat perintah untuk mendapatkan data tersebut, jika tidak tersedia untuk dibeli.
Di antara aplikasi yang ditargetkan adalah aplikasi doa Muslim populer MuslimPro dan aplikasi kencan Muslim, Muslim Mingle.
MuslimPro, yang dijuluki sebagai "aplikasi Muslim paling populer di dunia", telah diunduh setidaknya 95 juta kali di 200 negara, menurut situsnya.
Aplikasi ini mengirimkan pengingat harian untuk waktu sholat dan memungkinkan pengguna untuk menemukan arah ke kiblat untuk sholat.
Menurut Motherboard, MuslimPro telah menjual data penggunanya ke platform pengumpul data lokasi X-Mode, yang kemudian menjualnya kepada kontraktor pihak ketiga yang kemudian memberikannya kepada militer AS.(Baca juga: Mencurigakan, MuslimPro Jual Data Lokasi 100 Juta Muslim ke Militer AS )
Ketua komunitas MuslimPro Zahariah Jupary menepis laporan Motherboard sebagai laporan yang salah dan tidak benar, dalam komentarnya ke Middel East Eye (MEE).
Jupary mengatakan bahwa aplikasi itu memutuskan semua hubungan dengan X-Mode.
"Kami segera memutuskan hubungan kami dengan partner data kami - termasuk dengan X-Mode, yang dimulai empat minggu lalu," kata Jupary kepada MEE.
"Kami akan terus mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk memastikan bahwa pengguna kami menjalankan keyakinan mereka dengan ketenangan pikiran, yang tetap menjadi satu-satunya misi MuslimPro sejak didirikan," imbuhnya.(Baca juga: MuslimPro Bantah Jual Data 100 Juta Pengguna Muslim ke Militer AS )
Seiring munculnya laporan Motherboard, ribuan pengguna menggunakan platform media sosial mengutuk MuslimPro, dengan beberapa menghapus aplikasi tersebut sebagai bentuk protes dan mempromosikan aplikasi alternatif.
Dalam sebuah pernyataan, Council on American-Islamic Relations (CAIR) menyerukan penyelidikan publik atas tuduhan yang dibuat oleh majalah online Motherboard - sebuah platform media di dalam Vice Media - tentang pengawasan tanpa jaminan terhadap Muslim Amerika.
"Kami menyerukan kepada Kongres untuk melakukan penyelidikan publik menyeluruh terhadap penggunaan data pribadi pemerintah untuk menargetkan komunitas Muslim di sini dan di luar negeri, termasuk apakah data ini digunakan untuk secara ilegal memata-matai Muslim Amerika," kata direktur eksekutif CAIR Nihad Awad.
"Kami juga mendorong Muslim Amerika untuk berhenti menggunakan aplikasi ini kecuali dan sampai perusahaan benar-benar menjelaskan dan sepenuhnya menghentikan penggunaan data mereka oleh lembaga pemerintah," serunya seperti dikutip dari Al Araby, Sabtu (21/11/2020).
Wakil direktur grup Edward Ahmed Mitchell juga membahas masalah tersebut.
"Selama bertahun-tahun, banyak Muslim Amerika telah mengalami (praktek) mata-mata, profiling dan bentuk diskriminasi lainnya oleh pemerintah di sini di dalam negeri, sementara terlalu banyak warga sipil Muslim di luar negeri telah tewas dalam serangan pesawat tak berawak dan bencana operasi militer lainnya," katanya.
"Gagasan bahwa pemerintah kita mungkin menggunakan aplikasi religius populer untuk terlibat dalam perilaku seperti itu hanya menambah penghinaan terhadap cedera. Semua itu harus diakhiri. Sekarang."
Menurut Motherboard, Komando Operasi Khusus AS (USSOCOM), cabang militer yang bertanggung jawab atas kontraterorisme dan pengintaian khusus, memperoleh akses ke data pergerakan Muslim yang menggunakan aplikasi Muslim untuk membantu operasi pasukan khusus di luar negeri.
Seorang juru bicara USSOCOM, mengkonfirmasi pembelian data lokasi aplikasi Muslim dan menambahkan bahwa: "Akses kami ke perangkat lunak digunakan untuk mendukung persyaratan misi Pasukan Operasi Khusus di luar negeri."
"Kami secara ketat mematuhi prosedur dan kebijakan yang ditetapkan untuk melindungi privasi, kebebasan sipil, hak konstitusional dan hukum warga Amerika," sambungnya.
Biasanya, pemerintah AS memerlukan surat perintah untuk mendapatkan data tersebut, jika tidak tersedia untuk dibeli.
Di antara aplikasi yang ditargetkan adalah aplikasi doa Muslim populer MuslimPro dan aplikasi kencan Muslim, Muslim Mingle.
MuslimPro, yang dijuluki sebagai "aplikasi Muslim paling populer di dunia", telah diunduh setidaknya 95 juta kali di 200 negara, menurut situsnya.
Aplikasi ini mengirimkan pengingat harian untuk waktu sholat dan memungkinkan pengguna untuk menemukan arah ke kiblat untuk sholat.
Menurut Motherboard, MuslimPro telah menjual data penggunanya ke platform pengumpul data lokasi X-Mode, yang kemudian menjualnya kepada kontraktor pihak ketiga yang kemudian memberikannya kepada militer AS.(Baca juga: Mencurigakan, MuslimPro Jual Data Lokasi 100 Juta Muslim ke Militer AS )
Ketua komunitas MuslimPro Zahariah Jupary menepis laporan Motherboard sebagai laporan yang salah dan tidak benar, dalam komentarnya ke Middel East Eye (MEE).
Jupary mengatakan bahwa aplikasi itu memutuskan semua hubungan dengan X-Mode.
"Kami segera memutuskan hubungan kami dengan partner data kami - termasuk dengan X-Mode, yang dimulai empat minggu lalu," kata Jupary kepada MEE.
"Kami akan terus mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk memastikan bahwa pengguna kami menjalankan keyakinan mereka dengan ketenangan pikiran, yang tetap menjadi satu-satunya misi MuslimPro sejak didirikan," imbuhnya.(Baca juga: MuslimPro Bantah Jual Data 100 Juta Pengguna Muslim ke Militer AS )
Seiring munculnya laporan Motherboard, ribuan pengguna menggunakan platform media sosial mengutuk MuslimPro, dengan beberapa menghapus aplikasi tersebut sebagai bentuk protes dan mempromosikan aplikasi alternatif.
(ber)
tulis komentar anda