AS Curiga China Diam-diam Uji Coba Senjata Nuklir
Kamis, 16 April 2020 - 12:03 WIB
WASHINGTON - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) curiga bahwa China diam-diam melakukan uji coba senjata nuklir dengan daya ledak sangat rendah. Menurut departemen tersebut, jika dugaan tersebut benar, maka Beijing berpotensi melanggar perjanjian internasional yang melarang uji coba senjata semacam itu.
Sebuah laporan terbaru Departemen Luar Negeri Amerika—tentang kepatuhan terhadap kontrol senjata, nonproliferasi, dan pelucutan senjata—yang pertama kali diperoleh oleh Wall Street Journal pada Rabu pagi, menemukan bahwa China kemungkinan melanggar hukum internasional dengan melakukan tes senjata nuklir di wilayah barat laut negara itu yang menghasilkan daya ledak rendah.
Laporan departemen itu tidak membuktikan kesalahan apa pun dari pihak China, tetapi masih mengibarkan "bendera merah". Tidak disebutkan secara rinci tanggal dugaan uji coba senjata nuklir tersebut.
"Beberapa masalah kepatuhan dikemukakan dan beberapa temuan pelanggaran dibuat," bunyi laporan tersebut, sebagaimana dikutip Fox News, Kamis (16/4/2020).
Para pejabat Departemen Luar Negeri Amerika menulis bahwa China telah mempertahankan "aktivitas tingkat tinggi" di situs Lop Nur pada 2019, dan bisa berusaha untuk mengoperasikannya sepanjang tahun ke depan.
Juga disebutkan penggunaan ruang penahanan bahan peledak di China, evakuasi ekstensif di lokasi itu dan kurangnya transparansi dalam uji coba nuklir sebagai alasan untuk meningkatkan kecurigaan.
Masih menurut laporan itu, ada kekhawatiran lebih lanjut tentang kemungkinan pelanggaran China terhadap Konvensi Senjata Biologis (BWC) yang melibatkan dalam aktivitas biologis.
Pemerintah AS juga tidak dapat menentukan apakah China telah menutup program senjata biologisnya, juga tidak dapat mengonfirmasi apakah Beijing masih memiliki akses ke senjata semacam itu, karena kurangnya keterbukaan dan transparansi.
China saat ini berada di bawah pengawasan ketat atas penanganan wabah virus corona baru, COVID-19. Ada dugaan yang menguat di kalangan pejabat AS bahwa COVID-19 kemungkinan berasal dari laboratorium di Wuhan bukan sebagai bioweapon atau senjata biologis, tetapi sebagai bagian dari upaya China untuk menunjukkan bahwa upayanya untuk mengidentifikasi dan memerangi virus sama atau lebih besar dari kemampuan Amerika Serikat.
Menteri Luar Negeri Michael Pompeo menyerukan pemerintah China untuk tidak berbagi cerita lengkap dengan seluruh dunia tentang virus tersebut.
"Kami tahu bahwa virus ini berasal dari Wuhan, China," kata Pompeo pada program "The Story" Fox News.
"Kami tahu ada Institut Virologi Wuhan yang hanya beberapa mil jauhnya dari tempat pasar 'basah' itu. Masih banyak yang harus dipelajari. Pemerintah Amerika Serikat bekerja keras untuk mengetahuinya."
Mantan Direktur CIA ini menambahkan bahwa Amerika Serikat memiliki lebih banyak kasus infeksi COVID-19. "Karena kami melakukan lebih banyak pelaporan," katanya.
Pemerintah China belum berkomentar atas dugaan telah melakukan uji coba senjata nuklir berdaya ledak rendah.
Sebuah laporan terbaru Departemen Luar Negeri Amerika—tentang kepatuhan terhadap kontrol senjata, nonproliferasi, dan pelucutan senjata—yang pertama kali diperoleh oleh Wall Street Journal pada Rabu pagi, menemukan bahwa China kemungkinan melanggar hukum internasional dengan melakukan tes senjata nuklir di wilayah barat laut negara itu yang menghasilkan daya ledak rendah.
Laporan departemen itu tidak membuktikan kesalahan apa pun dari pihak China, tetapi masih mengibarkan "bendera merah". Tidak disebutkan secara rinci tanggal dugaan uji coba senjata nuklir tersebut.
"Beberapa masalah kepatuhan dikemukakan dan beberapa temuan pelanggaran dibuat," bunyi laporan tersebut, sebagaimana dikutip Fox News, Kamis (16/4/2020).
Para pejabat Departemen Luar Negeri Amerika menulis bahwa China telah mempertahankan "aktivitas tingkat tinggi" di situs Lop Nur pada 2019, dan bisa berusaha untuk mengoperasikannya sepanjang tahun ke depan.
Juga disebutkan penggunaan ruang penahanan bahan peledak di China, evakuasi ekstensif di lokasi itu dan kurangnya transparansi dalam uji coba nuklir sebagai alasan untuk meningkatkan kecurigaan.
Masih menurut laporan itu, ada kekhawatiran lebih lanjut tentang kemungkinan pelanggaran China terhadap Konvensi Senjata Biologis (BWC) yang melibatkan dalam aktivitas biologis.
Pemerintah AS juga tidak dapat menentukan apakah China telah menutup program senjata biologisnya, juga tidak dapat mengonfirmasi apakah Beijing masih memiliki akses ke senjata semacam itu, karena kurangnya keterbukaan dan transparansi.
China saat ini berada di bawah pengawasan ketat atas penanganan wabah virus corona baru, COVID-19. Ada dugaan yang menguat di kalangan pejabat AS bahwa COVID-19 kemungkinan berasal dari laboratorium di Wuhan bukan sebagai bioweapon atau senjata biologis, tetapi sebagai bagian dari upaya China untuk menunjukkan bahwa upayanya untuk mengidentifikasi dan memerangi virus sama atau lebih besar dari kemampuan Amerika Serikat.
Menteri Luar Negeri Michael Pompeo menyerukan pemerintah China untuk tidak berbagi cerita lengkap dengan seluruh dunia tentang virus tersebut.
"Kami tahu bahwa virus ini berasal dari Wuhan, China," kata Pompeo pada program "The Story" Fox News.
"Kami tahu ada Institut Virologi Wuhan yang hanya beberapa mil jauhnya dari tempat pasar 'basah' itu. Masih banyak yang harus dipelajari. Pemerintah Amerika Serikat bekerja keras untuk mengetahuinya."
Mantan Direktur CIA ini menambahkan bahwa Amerika Serikat memiliki lebih banyak kasus infeksi COVID-19. "Karena kami melakukan lebih banyak pelaporan," katanya.
Pemerintah China belum berkomentar atas dugaan telah melakukan uji coba senjata nuklir berdaya ledak rendah.
(min)
tulis komentar anda