Bentrok Terparah Pecah di Thailand, Lebih dari 41 Demonstran Terluka
Rabu, 18 November 2020 - 01:21 WIB
BANGKOK - Lebih dari 41 demonstran terluka, beberapa orang mengalami luka tembakan, saat mereka berpawai di parlemen Thailand dan bentrok melawan polisi serta para pendukung kerajaan.
Ini menjadi kekerasan terparah sejak gelombang baru unjuk rasa pada Juli. Polisi menembakkan meriam air dan gas air mata ke pengunjuk rasa yang memotong barikade kawat berduri dan menghilangkan penghalang beton di luar parlemen.
Polisi menyangkal tuduhan telah melepaskan tembakan dengan peluru tajam atau peluru karet. Kepolisian mengatakan mereka sedang menyelidiki siapa yang mungkin menggunakan senjata api dalam aksi kekerasan itu.
Gerakan protes itu menyerukan reformasi konstitusional pada sistem yang menurut para demonstran hanya memperkuat militer. (Lihat Foto: Unjuk Rasa Anti Pemerintah Memanas, Tuntut Reformasi Konstitusi)
Ribuan pengunjuk rasa berkumpul di parlemen untuk mendesak para anggota parlemen membahas perubahan konstitusi. Para pengunjuk rasa juga menginginkan pencopotan Perdana Menteri (PM) Prayuth Chan-ocha dan mengendalikan wewenang Raja Maha Vajiralongkorn. (Lihat Infografis: Aplikasi MuslimPro Jual Data Lokasi 100 Juta Muslim ke Militer AS)
Pusat Medis Erawan Bangkok mengatakan sebanyak 41 orang terluka. Sekitar 12 orang menderita akibat gas air mata dan lima orang mengalami luka tembak. Tidak disebutkan pihak yang mungkin menggunakan senjata api. (Lihat Video: Terkait Kerumunan FPI, Anies Diperiksa 9 Jam dan Dicecar 33 Pertanyaan)
"Kami mencoba menghindari bentrokan," ungkap wakil kepala kepolisian Bangkok, Piya Tavichai, dalam konferensi pers.
Dia mengatakan polisi telah mencoba menjauhkan pengunjuk rasa dari parlemen untuk memisahkan mereka dari demonstran pendukung kerajaan yang memakai kaos kuning.
Para pengunjuk rasa mendekati polisi dengan perisai seadanya, termasuk dengan balon bebek untuk kolam. Setelah sekitar enam jam, polisi mundur dan meninggalkan truk-truk air. Demonstran kemudian membuat coretan-coretan.
“Dengan ini saya mengumumkan eskalasi protes. Kami tidak akan menyerah. Tidak akan ada kompromi,” ujar Parit “Penguin" Chiwarak pada demosntran di gerbang parlemen sebelum pengunjuk rasa bubar.
Protes lain akan digelar di pusat kota Bangkok pada Rabu.
Juru bicara pemerintah Thailand Anucha Burapachaisri mengatakan polisi diwajibkan menggunakan gas air mata dan meriam air untuk menjaga keamanan para anggota parlemen.
Perdana Menteri Prayuth mengambil alih kekuasaan sebagai kepala junta militer pada 2014 dan tetap menjabat setelah pemilu tahun lalu. Dia menampik tudingan oposisi bahwa pemilu tidak adil.
Anggota parlemen sedang membahas beberapa proposal untuk perubahan konstitusi, yang sebagian besar akan mengecualikan kemungkinan mengubah peran kerajaan.
Ada juga diskusi tentang peran majelis tinggi atau Senat yang sepenuhnya dipilih oleh mantan junta Prayuth. Senat itulah yang membantu memastikan Prayuth mempertahankan kekuasaan dengan mayoritas di parlemen setelah pemilu yang digugat tahun lalu.
Beberapa pengunjuk rasa berkelahi dengan puluhan pendukung kerajaan yang tetap tinggal setelah demonstrasi sebelumnya oleh ratusan pendukung sayap kanan yang meminta anggota parlemen untuk tidak membuat perubahan konstitusi.
"Mengubah konstitusi akan mengarah pada penghapusan kerajaan," ujar pemimpin kelompok pendukung kerajaan Warong Dechgitvigrom kepada wartawan.
Para pengunjuk rasa mengatakan mereka tidak ingin menghapus kerajaan tapi membatasi wewenangnya.
Ini menjadi kekerasan terparah sejak gelombang baru unjuk rasa pada Juli. Polisi menembakkan meriam air dan gas air mata ke pengunjuk rasa yang memotong barikade kawat berduri dan menghilangkan penghalang beton di luar parlemen.
Polisi menyangkal tuduhan telah melepaskan tembakan dengan peluru tajam atau peluru karet. Kepolisian mengatakan mereka sedang menyelidiki siapa yang mungkin menggunakan senjata api dalam aksi kekerasan itu.
Gerakan protes itu menyerukan reformasi konstitusional pada sistem yang menurut para demonstran hanya memperkuat militer. (Lihat Foto: Unjuk Rasa Anti Pemerintah Memanas, Tuntut Reformasi Konstitusi)
Ribuan pengunjuk rasa berkumpul di parlemen untuk mendesak para anggota parlemen membahas perubahan konstitusi. Para pengunjuk rasa juga menginginkan pencopotan Perdana Menteri (PM) Prayuth Chan-ocha dan mengendalikan wewenang Raja Maha Vajiralongkorn. (Lihat Infografis: Aplikasi MuslimPro Jual Data Lokasi 100 Juta Muslim ke Militer AS)
Pusat Medis Erawan Bangkok mengatakan sebanyak 41 orang terluka. Sekitar 12 orang menderita akibat gas air mata dan lima orang mengalami luka tembak. Tidak disebutkan pihak yang mungkin menggunakan senjata api. (Lihat Video: Terkait Kerumunan FPI, Anies Diperiksa 9 Jam dan Dicecar 33 Pertanyaan)
"Kami mencoba menghindari bentrokan," ungkap wakil kepala kepolisian Bangkok, Piya Tavichai, dalam konferensi pers.
Dia mengatakan polisi telah mencoba menjauhkan pengunjuk rasa dari parlemen untuk memisahkan mereka dari demonstran pendukung kerajaan yang memakai kaos kuning.
Para pengunjuk rasa mendekati polisi dengan perisai seadanya, termasuk dengan balon bebek untuk kolam. Setelah sekitar enam jam, polisi mundur dan meninggalkan truk-truk air. Demonstran kemudian membuat coretan-coretan.
“Dengan ini saya mengumumkan eskalasi protes. Kami tidak akan menyerah. Tidak akan ada kompromi,” ujar Parit “Penguin" Chiwarak pada demosntran di gerbang parlemen sebelum pengunjuk rasa bubar.
Protes lain akan digelar di pusat kota Bangkok pada Rabu.
Juru bicara pemerintah Thailand Anucha Burapachaisri mengatakan polisi diwajibkan menggunakan gas air mata dan meriam air untuk menjaga keamanan para anggota parlemen.
Perdana Menteri Prayuth mengambil alih kekuasaan sebagai kepala junta militer pada 2014 dan tetap menjabat setelah pemilu tahun lalu. Dia menampik tudingan oposisi bahwa pemilu tidak adil.
Anggota parlemen sedang membahas beberapa proposal untuk perubahan konstitusi, yang sebagian besar akan mengecualikan kemungkinan mengubah peran kerajaan.
Ada juga diskusi tentang peran majelis tinggi atau Senat yang sepenuhnya dipilih oleh mantan junta Prayuth. Senat itulah yang membantu memastikan Prayuth mempertahankan kekuasaan dengan mayoritas di parlemen setelah pemilu yang digugat tahun lalu.
Beberapa pengunjuk rasa berkelahi dengan puluhan pendukung kerajaan yang tetap tinggal setelah demonstrasi sebelumnya oleh ratusan pendukung sayap kanan yang meminta anggota parlemen untuk tidak membuat perubahan konstitusi.
"Mengubah konstitusi akan mengarah pada penghapusan kerajaan," ujar pemimpin kelompok pendukung kerajaan Warong Dechgitvigrom kepada wartawan.
Para pengunjuk rasa mengatakan mereka tidak ingin menghapus kerajaan tapi membatasi wewenangnya.
(sya)
tulis komentar anda