Imbas Bom Pemakaman Jeddah, Putra Mahkota Saudi Bersumpah Terapkan 'Tangan Besi'
Jum'at, 13 November 2020 - 06:39 WIB
RIYADH - Putra Mahkota Arab Saudi Mohammad bin Salman (MBS) bersumpah akan menyerang para ekstremis dengan "tangan besi". Itu sebagai respons atas pemboman di sebuah pemakaman non-Muslim di Jeddah yang dikunjungi para diplomat Barat pada Rabu lalu.
Ledakan bom itu menghantam acara peringatan Perang Dunia I di sebuah pemakaman non-Muslim di Jeddah. Serangan tersebut hanya berselang dua minggu setelah seorang penjaga di konsulat Prancis di kota Laut Merah terluka oleh seorang warga Arab Saudi yang menyerang dengan pisau. (Baca: Ledakan Guncang Pemakaman Non-Muslim di Jeddah )
Serangan pisau itu, yang menggarisbawahi kemarahan Muslim atas kartun satire Nabi Muhammad di Prancis, terjadi saat Arab Saudi mempersiapkan KTT G-20 akhir bulan ini—yang pertama diselenggarakan oleh sebuah negara Arab.
"Kami akan terus menghadapi setiap...perilaku dan gagasan ekstremis," kata Pangeran Mohammad dalam pidatonya di Dewan Syura, badan penasihat tertinggi pemerintah.
"Kami akan terus menyerang dengan tangan besi semua orang yang ingin merusak keamanan dan stabilitas kami," katanya, menurut transkrip pidatonya yang diterbitkan oleh Saudi Press Agency, Jumat (13/11/2020). (Baca: Kecam Serangan Jeddah, Saudi: Itu Tindakan Pengecut! )
Pangeran Mohammad, penguasa de facto kerajaan, memperingatkan mereka yang ingin melakukan tindakan jihadis dengan "hukuman yang menyakitkan dan berat".
Serangan hari Rabu di Jeddah menyebabkan sedikitnya dua orang terluka, termasuk seorang polisi Yunani dan seorang pejabat Saudi.
Seorang warga negara Inggris juga dilaporkan mengalami luka-luka.
Serangan bom berlangsung ketika para diplomat dari Prancis, Yunani, Italia, Inggris dan Amerika Serikat menghadiri upacara peringatan Hari Gencatan Senjata di Jeddah.
Kelompok ISIS atau Islamic State pada hari Kamis mengaku bertanggung jawab atas pemboman itu, dengan mengatakan itu untuk memprotes kartun yang dicetak oleh majalah satire Prancis Charlie Hebdo.
Sebuah pernyataan dari media propaganda ISIS, Amaq, mengatakan serangan itu terutama ditujukan terhadap konsul Prancis. Namun, ISIS tidak memberikan bukti keterlibatannya.
Dalam insiden terpisah pada hari Kamis, polisi Belanda menangkap seorang pria setelah beberapa tembakan dilesatkan ke arah kedutaan Arab Saudi di Den Haag. Serangan ini menyebabkan kerusakan tetapi tidak ada yang terluka.
Tidak jelas apakah insiden yang oleh pemerintah Saudi dikutuk sebagai aksi "pengecut" itu terkait dengan serangan di kerajaan atau bukan. (Baca juga: ISIS Klaim Ledakan di Pemakaman Non-Muslim Jeddah )
Sementara itu, Kedutaan Perancis di Riyadh telah mendesak warganya di Arab Saudi untuk melakukan "kewaspadaan ekstrem".
Peringatan itu menyusul serangan di konsulat Jeddah pada 29 Oktober, pada hari yang sama ketika seorang pria yang memegang pisau menewaskan tiga orang di sebuah gereja di Nice di Prancis selatan.
Presiden Prancis Emmanuel Macron dengan gigih membela hak untuk menerbitkan kartun Nabi Muhammad, tetapi dia juga mencoba meredakan kemarahan Muslim atas ucapannya.
Sikap Macron telah memicu protes di beberapa negara, di mana potret presiden Prancis itu dibakar, dan muncul kampanye untuk memboikot produk-produk Prancis.
Arab Saudi—rumah bagi situs-situs paling suci Islam—telah mengkritik kartun tersebut, dengan mengatakan mereka menolak segala upaya untuk menghubungkan Islam dan terorisme.
Dalam pidatonya, Pangeran Mohammad mengatakan dia berharap dunia akan berhenti menyerang simbol-simbol agama di bawah slogan kebebasan berekspresi karena hal itu menciptakan lingkungan yang subur untuk ekstremisme dan terorisme.
Arab Saudi, yang telah lama dituduh mengekspor doktrin Wahhabi yang ultra-konservatif ke seluruh dunia, juga menjadi korban serangan teror dalam negeri.
Pangeran Mohammad, yang berjanji pada tahun 2017 untuk mengembalikan Arab Saudi ke "Islam yang terbuka dan moderat", telah berusaha untuk menarik kembali pengaruh dari lembaga keagamaan ultra-konservatif.
"Ekstremisme tidak lagi ditoleransi di kerajaan Arab Saudi," kata Pangeran Mohammad dalam pidatonya.
Pewaris takhta Saudi ini telah mengekang pengaruh polisi agama yang pernah berkuasa. Dia mengizinkan konser musik dengan pengunjung pria dan perempuan bercampur, bioskop, dan pilihan hiburan lainnya yang menarik bagi mayoritas populasi muda.
Tetapi secara bersamaan, pangeran telah melancarkan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat dan kebebasan berbicara dengan menangkap aktivis perempuan, ulama dan jurnalis serta anggota keluarga kerajaan.
Ledakan bom itu menghantam acara peringatan Perang Dunia I di sebuah pemakaman non-Muslim di Jeddah. Serangan tersebut hanya berselang dua minggu setelah seorang penjaga di konsulat Prancis di kota Laut Merah terluka oleh seorang warga Arab Saudi yang menyerang dengan pisau. (Baca: Ledakan Guncang Pemakaman Non-Muslim di Jeddah )
Serangan pisau itu, yang menggarisbawahi kemarahan Muslim atas kartun satire Nabi Muhammad di Prancis, terjadi saat Arab Saudi mempersiapkan KTT G-20 akhir bulan ini—yang pertama diselenggarakan oleh sebuah negara Arab.
"Kami akan terus menghadapi setiap...perilaku dan gagasan ekstremis," kata Pangeran Mohammad dalam pidatonya di Dewan Syura, badan penasihat tertinggi pemerintah.
"Kami akan terus menyerang dengan tangan besi semua orang yang ingin merusak keamanan dan stabilitas kami," katanya, menurut transkrip pidatonya yang diterbitkan oleh Saudi Press Agency, Jumat (13/11/2020). (Baca: Kecam Serangan Jeddah, Saudi: Itu Tindakan Pengecut! )
Pangeran Mohammad, penguasa de facto kerajaan, memperingatkan mereka yang ingin melakukan tindakan jihadis dengan "hukuman yang menyakitkan dan berat".
Serangan hari Rabu di Jeddah menyebabkan sedikitnya dua orang terluka, termasuk seorang polisi Yunani dan seorang pejabat Saudi.
Seorang warga negara Inggris juga dilaporkan mengalami luka-luka.
Serangan bom berlangsung ketika para diplomat dari Prancis, Yunani, Italia, Inggris dan Amerika Serikat menghadiri upacara peringatan Hari Gencatan Senjata di Jeddah.
Kelompok ISIS atau Islamic State pada hari Kamis mengaku bertanggung jawab atas pemboman itu, dengan mengatakan itu untuk memprotes kartun yang dicetak oleh majalah satire Prancis Charlie Hebdo.
Sebuah pernyataan dari media propaganda ISIS, Amaq, mengatakan serangan itu terutama ditujukan terhadap konsul Prancis. Namun, ISIS tidak memberikan bukti keterlibatannya.
Dalam insiden terpisah pada hari Kamis, polisi Belanda menangkap seorang pria setelah beberapa tembakan dilesatkan ke arah kedutaan Arab Saudi di Den Haag. Serangan ini menyebabkan kerusakan tetapi tidak ada yang terluka.
Tidak jelas apakah insiden yang oleh pemerintah Saudi dikutuk sebagai aksi "pengecut" itu terkait dengan serangan di kerajaan atau bukan. (Baca juga: ISIS Klaim Ledakan di Pemakaman Non-Muslim Jeddah )
Sementara itu, Kedutaan Perancis di Riyadh telah mendesak warganya di Arab Saudi untuk melakukan "kewaspadaan ekstrem".
Peringatan itu menyusul serangan di konsulat Jeddah pada 29 Oktober, pada hari yang sama ketika seorang pria yang memegang pisau menewaskan tiga orang di sebuah gereja di Nice di Prancis selatan.
Presiden Prancis Emmanuel Macron dengan gigih membela hak untuk menerbitkan kartun Nabi Muhammad, tetapi dia juga mencoba meredakan kemarahan Muslim atas ucapannya.
Sikap Macron telah memicu protes di beberapa negara, di mana potret presiden Prancis itu dibakar, dan muncul kampanye untuk memboikot produk-produk Prancis.
Arab Saudi—rumah bagi situs-situs paling suci Islam—telah mengkritik kartun tersebut, dengan mengatakan mereka menolak segala upaya untuk menghubungkan Islam dan terorisme.
Dalam pidatonya, Pangeran Mohammad mengatakan dia berharap dunia akan berhenti menyerang simbol-simbol agama di bawah slogan kebebasan berekspresi karena hal itu menciptakan lingkungan yang subur untuk ekstremisme dan terorisme.
Arab Saudi, yang telah lama dituduh mengekspor doktrin Wahhabi yang ultra-konservatif ke seluruh dunia, juga menjadi korban serangan teror dalam negeri.
Pangeran Mohammad, yang berjanji pada tahun 2017 untuk mengembalikan Arab Saudi ke "Islam yang terbuka dan moderat", telah berusaha untuk menarik kembali pengaruh dari lembaga keagamaan ultra-konservatif.
"Ekstremisme tidak lagi ditoleransi di kerajaan Arab Saudi," kata Pangeran Mohammad dalam pidatonya.
Pewaris takhta Saudi ini telah mengekang pengaruh polisi agama yang pernah berkuasa. Dia mengizinkan konser musik dengan pengunjung pria dan perempuan bercampur, bioskop, dan pilihan hiburan lainnya yang menarik bagi mayoritas populasi muda.
Tetapi secara bersamaan, pangeran telah melancarkan tindakan keras terhadap perbedaan pendapat dan kebebasan berbicara dengan menangkap aktivis perempuan, ulama dan jurnalis serta anggota keluarga kerajaan.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda